News, Opini  

Hukum yang Mengatur Hak Untuk Tahu

Oleh: Muhammad Yuner, SH. MH.

Praktisi Hukum/Pengamat Kebijakan Publik/Direktur LBH Pusako

Tanggal 28 September adalah  Hari Hak Untuk Tahu (Right To Know Day). Peringatan ini untuk mengingatkan kita semua  bahwa  Hak Untuk Tahu adalah hak dasar dan hak azazi manusia.  Dan ini juga merupakan hak konstitusional warga karena telah diatur dalam UU No.14 tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik.  UU ini telah melakukan reformasi terhadap keterbukaan informasi publik dimana masyarakat diberi akses yang luas terhadap informasi terkait dengan kebijakan pemerintah dan penyelenggara negara. 

Undang-Undang ini tidak ada artinya apabila Penyelenggara Negara tidak mempunyai komitmen untuk mendorong keterbukaan informasi publik ini, jika tidak secara terus menerus didengungkan  dan disosialiasikan pada setiap kesempatan. Harus ada itikad baik Penyelenggara Negara untuk mematuhi dan menjalankan Undang-Undang ini dan harus dibuktikan dengan tindakan nyata, bukan hanya slogan dan kata-kata pemanis bibir saja .

Menurut Undang-Undang tersebut yang dimaksud dengan Informasi adalah keterangan, pernyataan, gagasan, dan tanda-tanda yang mengandung nilai, makna, dan pesan, baik data, fakta maupun penjelasannya yang dapat dilihat, didengar, dan dibaca yang disajikan dalam berbagai kemasan dan format sesuai dengan perkembangan teknologi informasi dan komunikasi secara elektronik ataupun  non elektronik. 

Sedangkan Informasi Publik adalah informasi yang dihasilkan, disimpan, dikelola, dikirim,dan/atau diterima oleh suatu badan publik yang berkaitan dengan penyelenggara dan penyelenggaraan negara dan / atau penyelenggara dan penyelenggaraan badan publik lainnya yang sesuai dengan Undang-Undang ini serta informasi lainnya yang berkaitan dengan kepentingan publik.

Kemudian Badan Publik adalah lembaga eksekutif, legislatif, yudikatif, dan badan lain yang fungsi dan tugas pokoknya berkaitan dengan penyelenggaraan negara, yang sebagian atau seluruh dananya bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan/atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), atau organisasi non pemerintah sepanjang sebagian atau seluruh dananya bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara(APBN)  dan/atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), sumbangan masyarakat, dan/atau sumbangan luar negeri. 

Kemudian maksud Undang-Undang tersebut dibentuk adalah sebagai sarana mengoptimalkan pengawasan publik terhadap Penyelenggaraan Negara dan merupakan ciri penting terhadap negara demokratis untuk mewujudkan penyelenggaraan negara yang baik (good governance).

Undang-Undang ini bertujuan untuk:
a. menjamin hak warga negara untuk mengetahui rencana pembuatan kebijakan publik, program kebijakan publik, dan proses pengambilan keputusan publik, serta alasan pengambilan suatu keputusan publik;

 
b. mendorong partisipasi masyarakat dalam proses pengambilan kebijakan publik;

 
c. meningkatkan peran aktif masyarakat dalam pengambilan kebijakan publik dan pengelolaan Badan Publik yang baik;

d. mewujudkan penyelenggaraan negara yang baik, yaitu yang transparan, efektif dan efisien, akuntabel serta dapat dipertanggungjawabkan; 


e. mengetahui alasan kebijakan publik yang mempengaruhi hajat hidup orang banyak;

 
f. mengembangkan ilmu pengetahuan dan mencerdaskan kehidupan bangsa; dan/atau 


g. meningkatkan pengelolaan dan pelayanan informasi di lingkungan Badan Publik untuk menghasilkan layanan informasi yang berkualitas.

Maka UU ini mengamanatkan untuk membentuk  Komisi Informasi Pusat dan Komisi Informasi Daerah.

Pasal 2 UU No. 14 Tahun 2008:

  1. Setiap Informasi Publik bersifat terbuka dan dapat diakses oleh setiap Pengguna Informasi Publik.

(2) Informasi Publik yang dikecualikan bersifat ketat dan terbatas.

(3) Setiap Informasi Publik harus dapat diperoleh setiap Pemohon Informasi Publik dengan cepat dan tepat waktu, biaya ringan, dan cara sederhana.

(4) Informasi Publik yang dikecualikan bersifat rahasia sesuai dengan Undang-Undang, kepatutan, dan kepentingan umum didasarkan pada pengujian tentang konsekuensi yang timbul apabila suatu informasi diberikan kepada masyarakat serta setelah dipertimbangkan dengan seksama bahwa menutup Informasi Publik dapat melindungi kepentingan yang lebih besar daripada membukanya atau sebaliknya. 

Baca Juga :  Padang Dikepung Banjir, Beberapa Wilayah Terendam

Pasal 3 . Undang-Undang ini bertujuan untuk: 


a. menjamin hak warga negara untuk mengetahui rencana pembuatan kebijakanpublik,program kebijakan publik, dan proses pengambilan keputusan publik, serta alasan pengambilan suatu keputusan publik;

b. mendorong partisipasi masyarakat dalam proses pengambilan kebijakan publik; 


c. meningkatkan peran aktif masyarakat dalam pengambilan kebijakan publik dan pengelolaan Badan Publik yang baik;

 
d. mewujudkan penyelenggaraan negara yang baik, yaitu yang transparan, efektif dan efisien, akuntabel serta dapat dipertanggungjawabkan;

e. mengetahui alasan kebijakan publik yang mempengaruhi hajat hidup orang banyak;

 
f. mengembangkan ilmu pengetahuan dan mencerdaskan kehidupan bangsa; dan/atau 


g. meningkatkan pengelolaan dan pelayanan informasi di lingkungan Badan

Publik untuk menghasilkan layanan informasi yang berkualitas.

Pasal 4:

 
(1) Setiap Orang berhak memperoleh Informasi Publik sesuai dengan ketentuan Undang-Undang ini.

 
(2) Setiap Orang berhak: 


a. melihat dan mengetahui Informasi Publik; 


b. menghadiri pertemuan publik yang terbuka untuk umum untuk memperoleh Informasi Publik;

 
c. mendapatkan salinan Informasi Publik melalui permohonan sesuai dengan Undang-Undang ini; dan/atau

 
d. menyebarluaskan Informasi Publik sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

 
(3) Setiap Pemohon Informasi Publik berhak mengajukan permintaan Informasi Publik disertai alasan permintaan tersebut.

 
(4) Setiap Pemohon Informasi Publik berhak mengajukan gugatan ke pengadilan apabila dalam memperoleh Informasi Publik mendapat hambatan atau kegagalan sesuai dengan ketentuan Undang-Undang ini.

Pasal 5:

 
(1) Pengguna Informasi Publik wajib menggunakan Informasi Publik sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. 


(2) Pengguna Informasi Publik wajib mencantumkan sumber dari mana ia memperoleh Informasi Publik, baik yang digunakan untuk kepentingan sendiri maupun untuk keperluan publikasi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. 



Pasal 6:

 
(1) Badan Publik berhak menolak memberikan informasi yang dikecualikan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan. 


(2) Badan Publik berhak menolak memberikan Informasi Publik apabila tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan. 


(3) Informasi Publik yang tidak dapat diberikan oleh Badan Publik, sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah: 


a. informasi yang dapat membahayakan negara; 


b. informasi yang berkaitan dengan kepentingan perlindungan usaha dari persaingan usaha tidak sehat; 


c. informasi yang berkaitan dengan hak-hak pribadi; 


d. informasi yang berkaitan dengan rahasia jabatan; dan/atau 


e. Informasi Publik yang diminta belum dikuasai atau belum didokumentasikan.


Pasal 7:

 
(1) Badan Publik wajib menyediakan, memberikan dan/atau menerbitkan Informasi Publik yang berada di bawah kewenangannya kepada Pemohon Informasi Publik, selain informasi yang dikecualikan sesuai dengan ketentuan. 


(2) Badan Publik wajib menyediakan Informasi Publik yang akurat, benar, dan tidak
menyesatkan.

 
(3) Untuk melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Badan Publik harus membangun dan mengembangkan sistem informasi dan dokumentasi. 

Untuk melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Badan Publik
harus membangun dan mengembangkan sistem informasi dan dokumentasi untuk 

mengelola Informasi Publik secara baik dan efisien sehingga dapat diakses dengan mudah. 


(4) Badan Publik wajib membuat pertimbangan secara tertulis setiap kebijakan yang diambil untuk memenuhi hak setiap orang atas Informasi Publik.

 
(5) Pertimbangan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) antara lain memuat pertimbangan politik, ekonomi, sosial, budaya, dan/atau pertahanan dan keamanan negara.

 
(6) Dalam rangka memenuhi kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan ayat (4) Badan Publik dapat memanfaatkan sarana dan/atau media elektronik dan non elektronik. 

Pasal 11:

 
(1) Badan Publik wajib menyediakan Informasi Publik setiap saat yang meliputi:

  1. daftar seluruh Informasi Publik yang berada di bawah penguasaannya, tidak
    termasuk informasi yang dikecualikan; 
Baca Juga :  Bupati Tanah Datar Lantik 7 Pejabat Pimpinan Tinggi Pratama


b. hasil keputusan Badan Publik dan pertimbangannya;

      c. seluruh kebijakan yang ada berikut dokumen pendukungnya; 

  1. rencana kerja proyek termasuk di dalamnya perkiraan pengeluaran tahunan Badan Publik;


e. perjanjian Badan Publik dengan pihak ketiga; 


f. informasi dan kebijakan yang disampaikan Pejabat Publik dalam pertemuan yang terbuka untuk umum; 

g. prosedur kerja pegawai Badan Publik yang berkaitan dengan pelayanan masyarakat; dan/atau  


h. laporan mengenai pelayanan akses Informasi Publik sebagaimana diatur dalam
Undang-Undang ini.

 
(2) Informasi Publik yang telah dinyatakan terbuka bagi masyarakat berdasarkan mekanisme keberatan dan/atau penyelesaian sengketa sebagaimana dimaksud dalam Pasal48, Pasal 49, dan Pasal 50 dinyatakan sebagai Informasi Publik yang dapat diakses oleh Pengguna Informasi Publik.

 
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pelaksanaan kewajiban Badan Publik
menyediakan Informasi Publik yang dapat diakses oleh Pengguna Informasi Publik
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Petunjuk Teknis Komisi Informasi.


Banyak hal yang telah diatur oleh UU Keterbukaan Infomasi Publik, termasuk prosedur  pengajuan sengketa mengenai informasi publik di Komisi Informasi. 

Namun kenyataan yang ditemui di lapangan begitu sulitnya memperoleh informasi di suatu intansi pemerintah, masih saja badan publik, terutama Pemerintah Daerah dan DPRD menutup diri dan tidak bersedia membagi informasi kepada masyarakat meskipun telah diminta secara tertulis.  

Kesan berbelit- belit, birokratis dan bertele-tele, sering kita jumpai dengan berbagai alasan dan cenderung tertutup dengan berkedok rahasia negara yang katanya tidak boleh di publikasikan.  

Contoh tentang laporan keuangan daerah dan penggunaan dana pokir DPRD.  

Padahal UU Keterbukaan Informasi Publik telah mengamanatkan agar semua informasi dibuka ke publik, tidak ada yang perlu ditutupi dan dirahasiakan kecuali informasi yang memang betul-betul dilarang oleh UU. 

Seharusnya Pemerintah Daerah dan DPRD mendorong adanya transparansi terhadap setiap kebijakan yang diambil, apa latar belakang kebijakan itu diambil, apa pertimbangannya dan untuk kepentingan siapa kebijakan itu diambil. 

Dan semua itu juga menyangkut adanya pertanggungajawabkan kepada masyarakat (azaz akuntabilitas).  Kalau suatu badan publik tidak terbuka, maka kita semakin curiga ada apa dengan kebijakan itu, jangan-jangan ada yang sengaja ditutupi,  sehingga berlaku pameo “jangan ada dusta  diantara  kita” seperti syair lagu Dodi Dores. 

Dalam sebuah pemerintahan modern, Penyelenggara Negara Eksekusitf, Legislatif maupun Yudikatif  dituntut  untuk selalu transparan pada setiap kebijakan yang diambil, kenapa kebijakan itu harus diambil, untuk kepentingan siapa dilakukan, maka harus dijelaskan ke publik, apakah target tercapai atau tidak, dan berapa biaya yang diperlukan untuk itu. 

Hal ini juga berguna untuk mengevaluasi suatu kegiatan atau program, apakah dimasa akan datang kegiatan itu masih relevan atau tidak. 

Begitu juga masalah keuangan harus dijelaskan dalam rangka penerapan azaz transparansi dan akuntabilitas.  Jangan sampai dicurigai  bahwa kebijakan itu diambil justru hanya menguntungkan pejabat itu sendiri. 

Dalam suatu kegiatan umpamanya berapa besar anggarannya, berapa biaya operasioanal (biaya BBM, honor, biaya makan dll), berapa untuk biaya perjalanan, berapa untuk kegiatan itu sendiri.  Jamak bahwa biaya operasional dan biaya perjalanan lebih besar dari biaya kegiatan itu sendiri. Sehingga biaya proyek itu hanya 50% yang terealisasi. Sementara 50% nya habis untuk biaya-biaya kegiatan itu. 

Dimana azaz efesiensi dan efektifitas dalam penggunaan anggaran dan siapa yang mengevaluasi. Dan apakah badan pemeriksa seperti Inspektorat dan BPKP/BPK,  melakukan evaluasi pelaksanaan kegiatan itu atau hanya sekedar memeriksa untuk mencocokan kesesuaian belanja dengan bukti kwitansi suatu transaksi, apakah ada evaluasi terhadap setiap kegiatan yang dilakukan, bagaimana kinerja dan integritas dalam suatu pelaksana kegiatan dan apa dampak kegiatan itu untuk  kepentingan masyarakat. Apakah kegiatan itu masih diteruskan dimasa yang akan datang atau karena tidak efektif harus dihapuskan. Begitu evaluasi terhadap penggunaan dana pokir, apakah Kepala Daerah sebagai Kuasa Pengguna Anggaran hanya sebatas kasir, tanpa mengevaluasi apakah dana pokir itu tepat sasaran atau malah mubasir dan tidak efesien. 

Baca Juga :  Bupati bersama Ketua TP PKK Ny.Lise Eka Putra Temu Kader di Tiga Kecamatan

Karena kalau kita amati dana pokir itu sering tidak tepat sasaran, dimana pada satu daerah tertentu dana itu berlebih, dan sementara didaerah lain  tidak disentuh oleh penggunaan dana pokir. 

Dan kita temukan indikasi digunakan untuk hal-hal yang tidak terlalu dibutuhkan / tidak prioritas oleh masyarakat karena khawatir dana itu tidak terpakai dan kembali ke kas daerah, maka dibuatlah proyek-proyek yang sesungguhnya tidak penting-penting benar.  

Dan setiap tahun dana pokir itu tertumpuk pada satu daerah karena ada anggota DPRD yang berasal dari daerah itu. Sementara di daerah lain yang tidak punya wakil, tidak memperoleh dana pokir sekalipun. 

Ini sungguh ironi, ada daerah yang banjir dengan dana pokir, tapi disisi lain ada daerah menangis karena kekeringan dari dana pokir.  Sehingga azaz berkeadilan dan azaz pemerataan tidak tercapai, tebang pilih dan diskriminatif. 

Dan siapa pihak yang akan melakukan evaluasi dan bertanggung jawab terhadap penggunaan dan pola distribusi dan pokir ini.

Untuk mengevaluasi ini tentu harus ada keterbukaan penggunaan dana ini. Apa kelemahan dari program ini dan  bagaimana cara mengefektifkannya dimasa akan datang. 

Tidak mungkin tukang cukur yang akan mencukur rambutnya sendiri. Apakah ada indikasi penyimpangan-penyimpangan dalam penggunaan dana ini, dan anggota dewan yang bermain proyek dan  main kedip mata dengan para pemborong atau kontraktor sebagai pelaksana di lapangan. Ini perlu dievaluasi. Jangan ada yang bicara mentang-mentang Anggota Dewan  bicara “ ini dana pokir saya”.

Begitu juga dengan kegiatan studi banding, umpamanya juga harus dibuka ke publik, berapa kali studi banding dan kunjungan kerja (kunker) dalam satu tahun, apakah studi banding dan kunker itu perlu dilakukan atau tidak, apa urgensinya. Berapa biaya yang dihabiskan, kemana tujuan dan apa hasil dari studi banding itu. 

Apakah hasilnya untuk kepentingan masyarakat atau sekedar jalan-jalan melepaskan penat dari  rutinitas sehari-hari. Dan laporan perjalanan hasil studi banding dan kunker itu harus diketahui  publik. 

Apakah tidak ada tumpang tindih antara studi banding dengan kunker dan apakah tidak ada pemborosan anggaran disitu.  Ini juga harus dievaluasi. 

Apakah studi banding itu termasuk dalam RKPJMD  atau tidak. Atau hanya sekedar studi banding dan kunker yang sengaja diada-adakan saja tanpa melihat urgensi dan manfaatnya bagi daerah dengan alasan telah dianggarkan.

Jadi dalam setiap kegiatan itu terbaca dan terawasi oleh publik, “jangan ojo dumeh” kata orang Jawa. Jangan ada pejabat berbuat dengan berkedok untuk kepentingan masyarakat, ternyata untuk kepentingan pejabat itu sendiri. Jangan ada lagi rakyat merasa dibodoh-bodohi, karena pejabat pintar karena dibiayai oleh uang rakyat. 

Kita sangat tahu dan paham terhadap kebijakan yang diambil oleh pihak Eksekutif dan Legislatif yang disebut dengan Politik Anggaran yang merupakan hasil kompromi politik, istilah para politikus  dan bukan sekedar hal-hal yang hanya bersifat transaksional, tawar menawar ala politik dagang sapi. Mana anggaran untuk kami dan ini anggaran untuk anda.  Setelah itu ketok palu dilakukan dan selesai. Dan dihalalkan dengan Peraturan Daerah.

— sekian —