Head To Head Eka Putra – Richi Aprian, Siapa Unggul? Atau Ganti Keduanya!

Opini Oleh: Muhammad Intania, SH
(Advokat & Pengamat Sosial Politik)

Pilpres dan Pileg serentak sudah selesai dilaksanakan pada tanggal 14 Februari 2024 lalu, sekarang masyarakat Tanah Datar memasuki tahun politik Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) untuk menentukan pasangan Bupati dan Wakil Bupati baru yang dijadwalkan pada akhir triwulan ketiga / awal triwulan keempat tahun 2024 karena Pilkada serentak akan digelar tgl 27 November 2024.

Sudah menjadi rahasia umum bahwa hubungan Bupati dan Wakil Bupati inkumben Tanah Datar sudah kurang harmonis (tidak baik baik saja). Indikatornya dapat dilihat dengan hampir tidak ada temu muka antara Bupati dengan Wakil Bupati. Indikator lainnya adalah dugaan dikuranginya dana operasional untuk wakil bupati. Juga, jarang sekali dilibatkan dalam pemberian disposisi, tidak diberikan tugas tugas protokoler kepada wakil bupati, dll. Sadis Memang!

Bukankah tindakan diatas adalah sebuah “hukuman” kepada wakil bupati? Apa salah wakil bupati? kenapa bupati tidak berani terbuka kepada publik? Dan hal ini akhirnya menjadi rahasia umum. Bukankah di awal awal pertemuan menjadi pasangan Era Baru sudah melakukan komitmen bersama? Mengapa setelah terpilih jadi Bupati dan Wakil Bupati para pendukung lingkar bupati sibuk mengatur “bagi bagi proyek” misalnya? sehingga peran wakil bupati sebagai sosok yang idealis, santun, dan tidak suka main proyek dianggap sebagai sosok penghalang dalam melampiaskan syahwat berkuasa ex timses Era Baru? Ditambah lagi kerakusan dan sok kuasa orang yang “naiak di jalan” alias datang belakangan!

Aneh saja kalau kemudian wakil bupati diframing, kalau tidak suka dengan gaya bupati dan timnya, silahkan wakil bupati mengundurkan diri saja. Apakah segitu buasnya nafsu berkuasa sehingga melupakan budi baik, melupakan etika dan norma yang berlaku? Apakah mereka lupa bahwa para Bupati dan Wakil Bupati harus tunduk pada Pakta Integritas yang mereka tanda-tangani? Tidak sesimpel itu menyuruh mereka mundur, bro! Katanya mereka pendukung yang intelek dan cerdas namun suka menghakimi pendukung lainnya sebagai pendukung yang dungu. Kok seenak udel ngomongnya?

Tangkisan dari para pendukung bupati yang mengatakan bahwa bukannya tidak mau diberi tugas tugas protokoler, tapi wakil bupati itu sendiri yang menolak tugas yang diberikan bupati. Hehehe masak sih? Cobalah terbuka kepada publik, kalau tugas diberikan pada saat last minute, ya wajar saja ditolak, kapan sempat ngurus SPDnya? Lagian kenapa Bupati tidak komunikasi langsung dengan Wakil Bupati? Kenapa harus menunggu wakil dulu untuk menghubungi? Padahal instruksi kan keluar dari atas ke bawah. Apa ingin menjebak wakil bupati? Dan diframing seolah olah wakil bupati adalah sosok yang “mbalelo” ? Bukankah peran kakak (bupati) yang harus merangkul adik (wakil bupati)? Jangan jangan kondisi runyam ini malah sengaja diciptakan oleh orang orang lingkar dalam bupati itu sendiri karena tidak ingin kenyamanannya terganggu oleh kehadiran wakil bupati.

Yo wes, mari kita masuk ke topik artikel ini. Melihat perkembangan saat ini, besar kemungkinan wakil bupati Richi Aprian akan maju sebagai bakal calon Bupati Tanah Datar 2024-2029. Indikator ke arah tersebut terlihat dari banyaknya dukungan anak nagari dan elemen masyarakat yang mendorong dan mengharapkan sosok Richi Aprian maju sebagai kandidat Bupati Tanah Datar. Selain itu mulai ada terbentuk gerakan Relawan Richi yang ada di 75 nagari se-kabupaten Tanah Datar. Dukungan lain tentu saja dari pihak pihak yang mempunyai kecukupan pengaruh dan kecukupan finansial untuk mendukung realisasi Richi Aprian menuju TD 1 tersebut, dan tentu saja dukungan internal keluarga besar Richi Aprian serta dukungan partai NasDem itu sendri.

Baca Juga :  Richi Aprian dan Donny Karsont Diusung Golkar dan Nasdem Karena Permintaan Masyarakat

Penulis mengamati, jika Richi Aprian maju sebagai kandidat Bupati, maka akan menjadi halangan besar bagi Eka Putra untuk menang. Kenapa demikian? Inilah penjelasan dari perspektif penulis sebagai berikut:

  1. Semasa 3 tahun kepemimpian Eka Putra, capaian visi misi yang ditorehkan tidak cukup informatif dan tidak cukup akuntabel. Terkesan hanya asal ada saja. Contoh: bajak gratis hanya sanggup diselesaikan 4200 s/d 4300 pertahun, sementara total luas sawah di Tanah Datar ada 22.170 HA. Artinya sampai selesai kepemimpinan di tahun 2024 pun maka progul Bajak Gratis itu tidak bisa menjangkau semua area sawah tersebut. Program yang bisa dikatakan rancak dilabuah sajo!
  2. Semasa kampanye dikatakan jika Era Baru terpilih, akan mudah mendapatkan dana dari pusat dan juga bisa bangun kapal wisata di danau Singkarak. Namun sampai saat sekarang ini tidak terbukti sehingga menjadi meme sindiran buat Era Baru.
  3. Semasa proses Pilkada tahun 2021, sosok Richi Aprian cukup membantu menyelamatkan muka Eka Putra dalam momen debat Cabup Cawabup. Jika diperhatikan, intelektualitas dan seni komunikasi publik seorang Richi Aprian jauh lebih baik dibanding Eka Putra. Sampai saat ini pun kita lihat Eka Putra jika berbicara di depan forum selalu memakai naskah yang dibaca dari tablet. Bisa jadi karena kurangnya improvisasi dan komunikasi publiknya kurang mumpuni sehingga harus dipandu lewat naskah yang dibuat protokoler / pihak lain.
  4. Kepemimpinan Eka Putra diduga tidak punya kerangka waktu (time frame) penyelesaian sebuah masalah yang terukur. Juga tidak jelas dalam menempatkan skala prioritas kerja serta tenggat waktu penyelesaiannya. Contoh: sampai sekarang ini tidak jelas informasi kapan penyelesaian sengketa wilayah antara Simawang dengan Sulit Air, sengketa wilayah antara Lintau dengan Lipat Kain, sengketa wilayah antara Malalo dengan Sumpur sanggup diselesaikan dengan tenggat waktu yang terukur. Ketidakmampuan menetapkan deadline sudah mengisyaratkan ketidakmampuan dalam pengelolaan managerial tim. Belum lagi ketidakjelasan dalam menindaklanjuti hadirnya Kapal Pesiar di danau Singkarak. Sebenarnya ada engga sih? Atau publik kena prank ? Hehehe.
  5. Di masa kepemimpinan Eka Putra sudah berapa kali dilakukan perombakan SDM di kalangan ASN Pemkab Tanah Datar. Secara hukum memang tidak salah, namun dari segi manfaat dan tujuannya patut dipertanyakan. Memang biasa proses rotasi / mutasi dalam sebuah organisasi pemerintahan, namun jika dilakukan berulang kali apakah itu terbukti memperkuat organisasi? Atau malah sebaliknya? Atau rotasi / mutasi diselipkan kepada seorang ASN karena faktor demosi? Dan apakah perombakan tersebut ada indikator yang terukur dalam mempercepat pencapaian visi misi Era Baru dibawah kepemimpinan Eka Putra? Apakah mutasi dan rotasi tersebut turut melibatkan peran Wakil Bupati? Atau Bupati sendiri yang berbuat bersama timnya saja tanpa melibatkan Wakil Bupati? Suka tidak suka sebagian ASN tentu merasa tidak nyaman dengan metode yang diambil Bupati Eka Putra tersebut. Dan hal itu sedikit banyak akan mengerus elektabilitas Eka Putra.
  6. Dimasa kepemimpinan Eka Putra yang juga sebagai kader Partai Demokrat ini jika nanti dipastikan peroleh kursi Partai Demokrat di DPRD Kabupaten Tanah Datar tahun 2024 adalah sama dengan kondisi perolehan kursi di tahun 2019 yaitu 4 (empat) kursi saja, maka artinya TIDAK ADA PERTUMBUHAN kursi Partai Demokrat di masa kepemimpinan Eka Putra selaku pimpinan daerah tertinggi di Tanah Datar. Apa sebabnya? Apa karena tidak ada koordinasi dan pembahasan strategi pemenangan antara Eka Putra dengan Ketua Partai Demokrat Tanah Datar? Wallahualam. Belum lagi Eka Putra terlihat tidak mampu membantu dan mengantarkan kader DPP Demokrat yang bertarung di Dapil Sumbar 1 untuk DPR RI, Imeldasari yang merupakan putri asal Tanah Datar.
Baca Juga :  Richi Aprian Kumpulkan Relawan dan Dunsanak Richi Aprian dari Seluruh Nagari Berbuka Bersama

Kendala lain yang bakal dihadapi Eka Putra adalah bahwa calon pendamping Eka Putra tentu akan berpikir 2 kali untuk mau mendampingi Eka Putra sebagai calon wakil bupati. Faktor pertama tentu saja karena keraguan / kekhawatiran apakah nanti akan dapat perlakuan sama dengan kondisi yang dialami oleh Wakil Bupati sekarang ini.

Selain itu untuk mendampingi Eka Putra, maka harus bisa “menambal / memoles” kekurangan Eka Putra dalam hal komunikasi publik, dalam hal kemampuan diplomasi, dalam hal inter personal skill dan intra personal skill, pemahaman politik, budaya dan hukum dll. Belum lagi harus punya kekuatan finansial dan dukungan partai pendukung serta harus adanya chemistry yang sama.

Alih alih daripada banyak syarat dan ketentuan yang diberikan dan harus dipenuhi, maka lebih baik kandidat tersebut mencalonkan diri sendiri sebagai bakal calon Bupati ketiga, hehehe

Di sisi lain publik juga bisa menilai dalam lingkaran kekuasaan manapun, jika terlalu dominan peran seorang istri dalam mengintervensi dan mempengaruhi kebijakan politik pemerintah daerah, tentu berakibat kurang baik bagi popularitas dan elektabilitas seorang pimpinan daerah. Dominannya peran seorang istri akan menjadi sisi lemah seorang pemimpin karena pihak ketiga “dapat menitipkan kepentingannya” lewat seorang istri. Penulis tidak menuduh , cuma mewanti mewanti saja agar bisa menambah cakrawala pemikiran netizen Luhak Nan Tuo. Jangan sampai ada pameo, kalau mau tujuan tercapai, dekati saja istrinya.

Nah selanjutnya penulis memberikan pandangan tentang Richi Aprian dari perspektif penulis dan gabungan informasi yang penulis rangkum dari beragam sumber.

Segelintir orang pendukung bupati dan orang orang yang kecewa dengan kepindahan Richi Aprian dari Partai Gerindra ke Partai NasDem memandang bahwa posisi sebagai wakil adalah ibarat sebagai sopir cadangan dan harus siap sedia “dipaksa / diperlakukan apapun” oleh sopir utama. Tapi ini bukan kisah tentang sopir dan sopir cadangan, ini perihal bagaimana Bupati dan wakilnya bisa saling melengkapi satu sama lain. Kalau potensi wakil bupati tidak dimaksimalkan, tentu akan merugikan bagi bupati dan pemerintah daerah.

Untuk lebih jelasnya silahkan baca dan pahami Pasal 66 UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. Kalau Bupati tidak mau / tidak berkenan bila wakilnya MEMBERI SARAN dan PERTIMBANGAN kepada bupati dan bupati juga tidak mau dibantu oleh wakil dalam hal MEMIMPIN pelaksanaan Urusan Pemerintahan, MENGKOORDINASIKAN kegiatan Perangkat Daerah, MEMANTAU dan MENGEVALUASI penyelenggaraan Perangkat Daerah dll, maka tentu yang rugi Bupati itu sendiri. Atau memang kondisi ini sengaja diamputasi agar para orang sekeliling Bupati bisa leluasa bertindak tanpa diawasi? Sehingga munculnya isu dugaan pengaturan proyek mencuat beberapa waktu lalu dan isu pengaturan jabatan? Wallahualam.

Baca Juga :  Rubrik Parlementawa

Terlepas dari framing bahwa Richi Aprian telah dizolimi dan lain sebagainya, penulis memandang “sepak terjang” seorang Richi Aprian baik dalam kapasitas sebagai Wakil Bupati dan sebagai Ketua Partai NasDem Kabupaten Tanah Datar masih terkesan kurang greget dan dianggap tidak cekatan mengambil momentum yang ada.

Kenapa demikian? Seharusnya dengan adanya Relawan / Dunsanak Richi dan selaku Wakil Bupati yang juga Ketua Partai NasDem tingkat Kabupaten, Richi Aprian harus bisa mengambil momentum raihan kursi di DPRD Tanah Datar minimal 5 kursi, alhasil hanya tercapai 4 kursi saja (1 dapil 1 suara NasDem). Walau hal itu tidak mencapai target, tetapi masih lebih baik dapat 1 kursi tambahan dari semula 3 kursi pada Pileg 2019, sekarang 4 kursi pada pileg 2024. Atau jangan jangan keberadaan Relawan / Dunsanak Richi malah jadi faktor pengurang simpati publik kepada Partai NasDem ? Wallahum.

Dengan hilangnya momentum tersebut, maka seharusnya Richi Aprian harus berani introspeksi diri apa betul betul serius untuk maju jadi TD 1 dengan hanya berserah diri kepada Yang Maha Kuasa tanpa menerapkan strategi politik dan tanpa membesarkan kader partai hingga ke tingkat ranting serta tidak mau meminta saran dan pendapat kepada para senior?

Namun demikian, dengan konsistensi menjaga diri, tidak main proyek, santun dan alim serta memiliki kecerdasan intelektual serta kemampuan melakukan komunikasi publik, telah menjadi nilai tambah untuk meraih kepercayaan publik sebagai Bupati Tanah Datar kelak.

Selain itu tanpa disadari, Richi Aprian punya kelebihan karena sebagai Wakil, sudah masuk dalam jajaran pemerintahan dan sudah mengetahui “dapur” para timnya. Sudah bisa memetakan mana ASN yang benar benar menjalankan tugas sebagai ASN yang netral, mana yang “tagak 2 kaki”, dan mana yang abu abu. Bahkan Richi Aprian pun seharus sudah tahu “sisi lemah” Bupati yang bakal jadi rivalnya kelak.

Jadi menurut pandangan penulis jika Richi Aprian head to head dengan Eka Putra, maka posisi saat ini adalah 50 : 50 dan juga tergantung dengan siapa wakilnya dan partai pendukungnya nanti.

Jika nanti para pendukung Richi Aprian adalah koalisi NasDem, PKS, PKB dan Ummat, dan partai pendukung Eka Putra adalah Demokrat, Gerindra, Golkar, dan PAN, maka diprediksi perjalanan Pilkada 2024 ini akan menarik.

Richi Aprian punya kesempatan lebih dari 50% kans menang bilamana dalam pertarungan kali ini tidak pelit menggelontorkan amunisi. Bukan berarti menghambur hamburkan uang, melainkan taktis untuk mengkalkulasikan pembiayaan politik secara terukur dan akuntable. Tentu saja dengan tetap memegang konsep pembiayaan politik yang santun, hehehe.

Print Friendly, PDF & Email