Oleh: Aziz Lendra. (Mahasiswa Ilmu Politik FISIP Unand)
Korupsi di Indonesia telah mengancam seluruh aspek kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Korupsi juga telah membawa kerugian materil yang sangat besar bagi keuangan negara baik ekonomi, masyarakat, maupun budaya. Apalagi, tindakan korupsi mendorong perubahan sosial yang tak terhindarkan akibat kejahatan.
Menurut Kompas.com, di dunia Indonesia berada di peringkat 115 dari 180 negara dalam daftar Negara paling korupsi di dunia berdasarkan Indeks Persepsi Korupsi (IPK) pada tahun 2023. Sedangkan di ASEAN Indonesia berada di urutan ke 6. Hal ini membuktikan bahwa Indonesia masih banyak kasus korupsi.
Pada Tahun 2023 menurut laporan Indonesia Corruption Watch (ICW), Indonesia mencatat 791 kasus korupsi dengan jumlah tersangka mencapai 1.695 orang. Dengan total kerugian Negara akibat korupsi ini mencapai Rp28,4 triliun sepanjang 2023. Kasus paling banyak korupsi terdapat pada daerah desa dengan 187 kasus dengan kerugian Negara Rp165,25 miliar.
Hal ini membuktikan bahwa adanya penyalahgunaan dana desa yang seharusnya digunakan untuk pembangunan desa dan kesejahteraan masyarakat desa. Selain itu, sektor pemerintahan menjadi sektor kedua dengan 108 kasus korupsi dengan total kerugian mencapai Rp630,83 miliar.
Kasus-kasus ini sering kali melibatkan penyalahgunaan wewenang oleh pejabat public dan manipulasi dalam proses pengadaan barang dan jasa.
Begitu banyak kasus korupsi di Indonesia ini, pemerintah pun tindak tinggal diam, ada beberapa peraturan yang telah disahkan oleh pemerintah untuk meredam kasus korupsi tersebut yaitu menurut UU Nomor 31 Tahun 1999 korupsi diatur di dalam 13 pasal terdapat 7 jenis tindak pidana korupsi yaitu (1) merugikan keuangan Negara, adalah suatu perbuatan yang dilakukan oleh orang, pegawai negeri sipil (PNS), dan penyelenggara Negara yang melawan hukum, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan dengan melakukan tindak pidana korupsi.
Adapun orang yang melanggar pasal 2 UU 31/1999 dapat dipidana penjara seumur hidup atau minimal 4 tahun dan maksimal 20 tahun, dan denda minimal Rp200 juta dan maksimal Rp1 miliar. (2) Suap-menyuap, jenis tindak pidana korupsi ini terdapat pada pasal 5 UU 20/2001 dan pasal 13 UU 31/1999, dengan ancaman pidana bagi orang yang melanggar adalah penjara minimal 1 tahun dan maksimal 5 tahun atau pidana denda minimal Rp50 juta dan maksimal Rp250 juta. (3)Penggelapan dalam jabatan, pelanggaran ini diatur dalam pasal 8 UU 20/2001, pasal 9 UU 20/2001 serta pasal 10 huruf a,b,dan c UU 20/2001.
Contoh kasus ini adalah seperti pegawai negeri atau orang selain pegawai negeri yang ditugaskan dalam menjalankan suatu jabatan umum secara terus menerus atau untuk sementara waktu dengan sengaja menggelapkan uang atau surat berharga yang disimpan karena jabatannya. Dan hukuman bagi orang yang melanggar pasal 8 UU 20/2001 berpotensi dipidana paling singkat 3 tahun dan paling lama 15 tahun dan pidana denda paling sedikit Rp150 juta dan paling banyak Rp750 juta. (4) Pemerasan adalah perbuatan dimana petugas layanan yang secara aktif menawarkan layanannya, walau melanggar prosedur.
Pemerasan memiliki unsur janji atau bertujuan menginginkan sesuatu dari pemberian tersebut. Pemerasan diatas dalam pasal 12 huruf e,f, dan g UU 20/2001. Dan bagi yang melanggar dipidana penjara seumur hidup atau pidana penjara minimal 4 tahun dan maksimal 20 tahun dan pidana denda minimal Rp200 juta dan maksimal Rp1 miliar. (5) Perbuatan Curang, ini dilakukan dengan sengaja untuk kepentingan pribadi yang dapat membahayakan orang lain.
Berdasarkan pasal 7 ayat 1 UU 20/2001 seseorang yang melakukan perbuatan curang diancam pidana penjara paling singkat 2 tahun dan paling lama 7 tahun dan pidana denda paling sedikit Rp100 juta dan paling banyak Rp350 juta. (6) Benturan kepentingan dalam pengadaan, contoh dari kepentingan dalam pengadaan berdasarkan Pasal 12 huruf I UU 20/2001 adalah ketika pengawai negeri atau penyelenggara Negara secara langsung ataupun tidak langsung, dengan sengaja turut serta dalam pemborongan, pengadaan atau persewaan padahal ia ditugaskan untuk mengurus atau mengawasinya.
Adapun hukuman bagi melanggar yaitu dipidana seumur hidup atau minimal 4 tahun dan maksimal 20 tahun dan pidana denda minimal Rp 200 juta dan maksimal Rp1 miliar. (7) Gratifikasi, berdasarkan pasal 12B ayat 1 UU 20/2001, setiap gratifikasi kepada pegawai negeri atau penyelenggara negeri dianggap pemberian suap, apabila berhubungan dengan jabatannya dan yang berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya.
Adapun sanksi bagi pelanggar dipidana seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 tahun dan paling lama 20 tahun dan pidana denda paling sedikit Rp200 Juta dan paling banyak Rp1 Miliar. Inilah jenis-jenis dari kasus tindak pidana korupsi dan hukumannya.
Lalu, ada juga korupsi yang dilakukan dalam kehidupan sehari-hari yang sering dianggap orang sepele, seperti menyontek tugas, ulangan, maupun ujian, melakukakan manipulasi demi keuntungan kelompok atau perorangan, menyogok aparat lalu lintas dengan memberikan uang, sehingga bebas dari tilang, melakukan praktik politik uang (money politics), tindakan korupsi waktu dengan datang terlambat ke tempat kerja, kuliah, ataupun kelas yang dapat merugikan orang lain kecuali memang ada urusan yang mendadak, melakukan tindak pelanggaran di masyarakat, karena tidak melaksanakan kegiatan siskamling sesuai jadwal yang telah disepakati, pemalsuan data untuk memperoleh bantuan, berbohong dan mengambil kembalian belanja yang diberikan ibu, meminjam benda tetapi tidak dikembalikan, meminta uang untuk membeli sesuatu kepada orang tua tetapi melebihi nominal yang sebenarnya, menerima uang yang bertujuan untuk meringankan suatu proses. Begitu banyak jenis korupsi dalam kehidupan kita sehari-hari yang sering kita sepelekan, tetapi membuat orang sekitar merasa dirugikan.
Banyak faktor penyebab terjadinya banyaknya masalah korupsi diantaranya adalah sebagai berikut :
• Kurangnya pengawasan dan control
Lemahnya pengawasan terhadap lembaga-lembaga publik memungkinkan terjadinya penyimpangan. Ketidak mampuan otoritas dalam mengawasi transaksi dan keputusan yang dilakukan oleh para pejabat seringkali menjadi celah bagi praktik korupsi
• Kurangnya transparansi
Sistem yang tidak transparan memudahkan pejabat untuk menyembunyikan tindakan korupsi di banyak Negara, keterbukaan informasi masih terbatas, sehingga masyarakat dan lembaga pengawas sulit mengaskases data keuangan atau proyek-proyek yang dijalankan pemerintah.
• Gaji yang tidak memadai
Pejabat publik yang dibayar rendah sering kali merasa tergoda untuk melakukan korupsi demi memperbaiki kondisi keuangan pribadi mereka. Ketika kesejahteraan pegawai rendah, resiko korupsi cenderung meningkat.
• Budaya dan Norma Sosial yang mendukung korupsi
Di beberapa tempat, korupsi sudah menjadi praktik yang diterima dan dianggap biasa. Budaya seperti ini memperburuk situasi karena masyarakat tidak lagi menganggap korupsi sebagai sesuatu yang salah atau merugikan.
• Penyalahgunaan kekuasaan
Pejabat yang memiliki kekuasaan besar seringkali menyalahgunakannya untuk keuntungan pribadi. Semakin besar kekuasaan seseorang, semakin besar pula peluang untuk melakukan korupsi, terutama jika tidak ada mekanisme check and balance yang kuat.
Berikut cara mengatasi korupsi dapat dilakukan dengan cara berikut ini yaitu :
• Memperkuat penegakan hukum
Hukum yang tegas dan konsisten sangat penting dalam memberantas korupsi. Otoritas hukum harus diberikan wewenang yang cukup untuk menangani kasus-kasus korupsi, serta menindak penjabat yang terbukti bersalah dengan hukuman yang setimpal.
• Pendidikan anti korupsi
Pendidikan tentang bahaya dan dampak buruk korupsi harus dimulai sejak dini, baik disekolah maupun dalam kehidupan sehari-hari. Membangun generasi yang memiliki integritas tinggi dapat menjadi benteng kuat untuk mencegah korupsi di masa depan.
• Peningkatan kesejahteraan pegawai public
Memberikan gaji yang layak dan fasilitas yang memadai bagi pegawai publik dapat mengurangi godaan untuk melakukan korupsi. Kesejahteraan yang baik akan membuat pejabat lebih fokus pada tugas dan tanggung jawab mereka tanpa tergoda mengambil keuntungan pribadi secara illegal.
• Membangun sistem pengawasan yang kuat
Institusi pegawai seperti KPK (komisi pemberantasan korupsi) harus diberdayakan dengan baik agar mereka bisa bekerja secara efektif. Selain itu, peran masyarakat sipil dalam mengawasi kebijakan dan keputusan pemerintah juga perlu diperkuat.
• Pengunaan teknologi digital
Penerapan teknologi digital dalam sistem administrasi pemerintahan dapat meminimalisir peluang korupsi. E-government dan sistem pembayaran online misalnya, dapat mengurangi interaksi langsung antara pejabat dengan masyarakat, sehingga potensi penyelewengan berkurang.
Korupsi merupakan penyakit kronis yang harus diberantas melalui kolaborasi semua pihak, termasuk pemerintah, masyarakat, dan sektor swasta. Dengan menerapkan strategi yang tepat, seperti peningkatan transparansi, penegakan hukum yang tegas, dan pendidikan anti-korupsi, diharapkan masalah ini dapat diminimalisir. Masyarakat juga harus berperan aktif dalam mengawasi jalannya pemerintahan dan menolak segala bentuk praktik korupsi. Di Hari Anti-korupsi Sedunia tanggal 9 Desember inilah menjadi momentum bagi masyarakat Indonesia, untuk memberantas korupsi dimulai dari diri kita sendiri, dan lingkungan sekitar. Semoga Indonesia bisa memberantas korupsi dengan sebaik-baiknya dan menuju Indonesia emas 2045. (*)