Batusangkar, Jurnal Minang. DPD Partai Nasdem Tanah Datar yang dipimpin Richi Aprian,SH,MH melalui perwakilannya akan menyampaikan menolak putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait skema Pemilu karena dinilai melanggar UUD 1945 serta bersifat inkonstitusional.
Hal tersebut disampaikan Bendahara DPD Partai Nasdem Tanah Datar, Yuni Darlis,S,Sos pada diskusi pasca putusan MK terkait skema pemisahan pemilihan kepala daerah pasca amar Putusan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia.
Dalam kegiatan diskusi dengan tema “Tata Kelola Pemilu Pasca Putusan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Nomor :135/PUU-XXII/2024” yang dilaksanakan pada
Hari/Tanggal: Kamis/3Juli 2025 di Aula Kantor KPU Kabupaten Tanah Datar diikuti 18 orang perwakilan Partai Politik di Tanah Datar.
Menurut Bendahara Umum DPD Partai Nasdem Yuni Darlis,S.Sos, DPD Nasdem Tanah Datar tegak lurus dengan putusan DPP Partai Nasdem karena putusan MK tersebut bertentangan dengan pasal 22E ayat (1) UUD 1945 yang menyatakan bahwa pemilu diselenggarakan setiap 5 tahun sekali.
“Oleh karenanya Putusan MK tidak mempunyai kekuatan mengikat dan merupakan putusan inkonstitusional,” ujarnya.
Ia menjelaskan pemilihan DPRD dan Kepala Daerah juga telah termasuk dalam bagian Pemilu. Hal tersebut tertuang dalam Pasal 22E UUD 1945 dan Putusan MK 95/2022. Sehingga, kata dia, secara konstitusional Pemilu harus dilaksanakan setiap 5 tahun sekali dan terlepas dari waktu pemilihan yang berbeda.
Jika putusan MK tersebut dilaksanakan maka hanya akan menimbulkan krisis atau kebuntuan konstitusional, sebab akan bertentangan dengan ketentuan dalam Pasal 22E UUD 1945.
Lebih lanjut, NasDem menilai MK dalam kapasitasnya sebagai penjaga konstitusi tidak diberikan kewenangan untuk mengubah norma dalam UUD. Sehingga keputusan MK terkait pergantian pemilihan kepala daerah dan DPRD dianggap melampaui masa pemilu 5 tahun inkonstitusional dan bertentangan dengan pasal 22B UUD 1945.
“MK memasuki dan mengambil kewenangan legislatif terkait open legal policy yang merupakan kewenangan DPR RI dan Presiden (Pemerintah),” tuturnya.
MK sebelumnya memutuskan penyelenggaraan pemilihan umum (pemilu) nasional dan daerah dipisahkan dengan jeda waktu paling singkat 2 tahun atau paling lama 2 tahun dan 6 bulan. Pemilu nasional antara lain pemilihan anggota DPR, DPD, serta presiden dan wakil presiden, sementara pemilu daerah terdiri atas pemilihan anggota DPRD provinsi, DPRD kabupaten/kota, serta kepala dan wakil daerah. (Kasdi Ray/Red.Jm)