Banda Lahar: Mengenal Kearifan Lokal Masyarakat Pariangan dalam Mitigasi Bencana Lahar Gunung Marapi

Oleh: Irwan Malin Basa (Dosen UIN Batusangkar & Peneliti Kebudayaan)

Masyarakat sudah tinggal/mendiami lereng Gunung Marapi semenjak zaman dahulu dan sudah turun temurun sampai saat ini. Sebutlah misalnya di pinggang Marapi di daerah Tanah Datar seperti di nagari Pariangan, Sungai Jambu, Sabu, Pasia Laweh, dan lain sebagainya. Mereka hidup dan berkehidupan di sana sampai saat ini. Mereka sepertinya tidak terlalu khawatir dengan lahar gunung Marapi yang dapat menimpa mereka pada suatu waktu. Namun pihak pihak luar atau instansi terkait yang sangat mengkhawatirkan nasib mereka jika gunung meletus.

Kehidupan masyarakat di lereng Marapi ada yang berkebun, bertani, beternak dan bertukang. Khusus yang masuk kedalam rimba Marapi, mereka berkebun menanam berbagai tumbuhan seperti kayu manis, kopi, cengkeh, dll. Adapula yang setiap hari mengambil kayu bakar, bambu, dan umbi umbian yang bisa dikonsumsi bahkan dijual seperti seperti rebung.

Mereka tahu bahwa gunung Marapi suatu waktu bisa meletus mengeluarkan lahar panas, tapi mereka sepertinya tidak terlalu peduli karena mereka merasa nyaman saja. Buktinya mereka tetap masuk rimba. Bahkan banyak juga yang menyerahkan nasib mereka kepada Allah SWT. Jika ajal kita di sana, ya sudah, tidak ada yang bisa menolak.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) kata ‘lahar’ berarti lumpur batu yang keluar dari gunung api. Sedangkan menurut sumber lain menyebutkan kata lahar berasal dari bahasa Jawa ‘Wlahar’ yang kemudian diadopsi menjadi istilah geologi pada th 1922 oleh B.G Escher.

Namun dalam mencegah bencana lahar Marapi ini ada cara tradisional yang sudah dibuat oleh nenek moyang mereka pada zaman dahulu yang disebut Banda Lahar. Mungkin saat ini tidak banyak lagi yang tahu seperti apa Banda Lahar tersebut.

Baca Juga :  Wabup Richi Aprian Hadiri Wisuda Perdana STES Manna Wa Salwa

Seperti Apa Banda Lahar itu?

Hampir setiap Parak (kebun) masyarakat di lereng Marapi yang diolah sebagai tempat bercocok tanam dihubungkan dengan banda banda (parit). Lebarnya bervariasi, ada yang 50 cm sampai satu meter. Tergantung kontur tanah. Dalam nya sekitar 1,5 meter sampai 2 meter. Panjangnya bervariasi tergantung seberapa jauh ujung parit tersebut menuju jurang atau lubuk yang sangat dalam.

Menurut pemahaman masyarakat setempat pada zaman dahulu bahwa jika gunung api meletus dan mengeluarkan lahar, banda banda ini dapat mengalirkan lahar menuju jurang yang dalam sehingga lahar tidak sampai masuk ke kampung kampung atau pemukiman masyarakat. Dan aliran lahar bisa melambat karena Banda ini berliku liku. Dan bisa juga lahar yang panas itu menjadi dingin karena mengendap di tanah di dalam banda lahar tersebut.

Menurut Mayor Chairuddin (salah seorang mantan tentara PRRI, bahwa Banda Lahar ini sudah ada semenjak zaman sebelum kemerdekaan. Katanya, tentara PRRI dahulu pernah menggunakan Banda Lahar ini sebagai benteng pertahanan dari serbuan tentara Soekarno, tempat persembunyian, gudang senjata dan gudang makanan.

Banda Lahar ini dahulu nya bersih dan tertata rapi dalam seluruh kebun masyarakat. Jika sudah semak, maka dibersihkan secara bergotong royong. Bandar ini tidak boleh ditanami. Tidak boleh pula mendirikan pondok di tepi Banda Lahar tersebut. Begitu aturan yang dibuat bersama.

Namun sesuai dengan kemajuan zaman, masyarakat tidak banyak lagi yang berkebun ke lereng Marapi (walaupun masih ada), banda lahar tersebut tidak dikenali oleh generasi muda yang sekarang. Ada Banda Lahar itu yang sudah tertimbun dan dipenuhi semak belukar. Ada yang ditanami dengan berbagai tumbuhan.

Namun ada pula yang masih utuh tetapi masyarakat tidak tahu fungsinya. Oleh karena itu, perlu kiranya Banda Lahar ini dihidupkan kembali sebagai langkah awal mitigasi bencana lahar Marapi. Cepat atau lambat, entah kapan, Marapi itu pasti akan memuntahkan lahar.

Baca Juga :  Alek Kapalo Banda Digelar, Bupati dan Ketua DPRD Tanah Datar Ikut Hadir

Jika bandar lahar ini direvitalisasi kembali, tentu masyarakat sekarang mengenal kearifan lokal nenek moyang mereka. Setidaknya, Banda Lahar ini bisa memperlambat gerak lahar menuju perkampungan jika gunung meletus mengeluarkan lahar panas. Korban bencana lahar bisa diminimalisir.

Siapa yang akan mengerjakan? Tentu Pemerintah mesti mendukung program ini dan masyarakat bersama stakeholder terkait bahu membahu mengerjakannya.

Bersambung…..