Tinjauan Pelaksanaan Undang Undang Keterbukaan Informasi Publik di DPRD Tanah Datar

Sebuah Opini Oleh: Muhammad Intania, SH. Sekretaris LBH Pusako

Undang-Undang No. 14 Tahun 2008 Tentang Keterbukaan Informasi Publik sudah berusia sekitar 13 tahun per 2021. Sejatinya setiap lembaga publik di Tanah Air ini sudah menyajikan informasi yang mudah diakses oleh publik berkenaan dengan hak-hak publik.

Begitu juga halnya dengan publik Tanah Datar baik yang berada di kampung halaman maupun di perantauan. Baik yang tinggal di kota maupun di pelosok daerah seharusnya diberi kemudahan untuk mendapatkan akses informasi publik. Karena akses informasi publik saat ini sudah merupakan hak asasi manusia yang dijamin oleh undang-undang.

Sebagai publik Tanah Datar yang memiliki wakil-wakilnya di Lembaga DPRD Kabupaten, maka sudah selayaknya memberi perhatian dan kepedulian untuk mengetahui apa yang dikerjakan para wakilnya di lembaga terhormat tersebut. Seperti kata pepatah “siang dicaliak caliak, malam didanga danga.”

Tentu saja metode yang paling praktis adalah lembaga DPRD itu harus mempublikasikan kepada publik setiap aktivitas pekerjaan mereka, baik itu berupa aneka rapat paripurna, kunjungan kerja, bimbingan teknis, kegiatan sosial, dan hal-hal lain yang patut dipublikasikan kepada publik.

Namun, apakah publikasi tersebut sudah dilakukan secara bertanggung-jawab? Mari kita tinjau dengan tulisan berikut ini.

Saya pernah menulis artikel pada bulan Juli 2021 dengan judul: Sistim Jendela Informasi (Sijelin) DPRD Kabupaten Tanah Datar. Setelah dicek per Oktober 2021 ini ternyata portal: http://sijelin-dprd.tanahdatar.go.id/ SUDAH TIDAK DITEMUKAN LAGI.

Demikian juga dengan akun Instagram DPRD Tanah Datar: @sekdprdtd juga TIDAK DITEMUKAN LAGI. Yang masih eksis hanya akun Facebook DPRD Tanah Datar: Sijelin Dprd Tanah Datar saja. Entah akun official entah tidak, juga tidak jelas kondisinya. Namun yang pasti akun FB tersebut tidak memuat kegiatan-kegiatan lembaga DPRD tersebut.

Baca Juga :  Jargon Politik Paslon di Tanah Datar

Secara umum terbaca bahwa belum ada itikad baik dari Ketua / Pimpinan DPRD untuk menjalankan amanat Undang-Undang No. 14 Tahun 2008. Kesannya hanya sebatas “palapeh tanyo sajo”.

Indikator lainnya adalah bahwa sepanjang rentang waktu berjalan, belum ditemukan inisiatif dari anggota lembaga yang terhormat ini untuk membuat peraturan dan penganggaran untuk menjalankan amanat UU KIP tersebut.

Kenapa lembaga ini jadi terkesan tertutup tidak mau mempublikasikan diri mereka sebagai sebuah lembaga publik? Apakah mereka mengkondisikan diri mereka sebagai lembaga privat bahwa publik tidak perlu tahu dengan segala aktivitas mereka? Oleh karena itulah peran publik melakukan monitoring dan pengawasan melekat sangat dibutuhkan sebagai “alarm” untuk mengkoreksi segala aktivitas-aktivitas mereka.

Kita berbaik sangka saja, hal ini tentu bukan karena ketidak-tahuan anggota dewan atas amanat yang harus dijalankan terhadap implementasi UU KIP tersebut. Anggota DPRD adalah orang orang terhormat yang punya jam terbang yang tinggi dan disiplin ilmu yang beragam serta sering studi banding ke daerah-daerah lain menggunakan uang rakyat. Tentu mereka sudah tahu dan sudah banyak belajar dan mendapat banyak informasi dengan semangat semua pekerjaan anggota dewan itu adalah untuk kemajuan lembaga dan kesejahteraan publik Tanah Datar.

Jika dipahami, sesungguhnya menjalankan amanat UU KIP itu justru berdampak positif bagi lembaga DPRD. Salah satunya akan tercipta transparansi dan menaikkan marwah (citra) lembaga DPRD, sehingga jika ada oknum nakal, maka sesungguhnya bukan lembaganya yang kotor, tapi oknumnya yang salah. 

Jadi, jika tidak ada goodwill untuk melakukan sebuah political will untuk menerapkan pelaksanaan UU KIP ini secara bertanggung-jawab. Jangan… jangan…Ada apa ini? … Bialah rabab sajo nan manyampaikan. Hehehe.

Baca Juga :  Benarkah Pimpinan DPRD Tanah Datar Terkesan Enggan Memberikan Data Publik?

Sebaliknya, Tentu publik  tidak ingin menilai: bantuak mancik dalam lumbuang, anok sajo siang malam, tapi padi tandeh juo. Mudah mudahan tidak.

Publik dari beragam elemen baik itu perseorangan, LSM, Pers, Akademisi, dan lain-lain punya tanggung jawab moril untuk mendorong terbentuknya Lembaga DPRD Tanah Datar yang berintegritas tinggi dan berkualitas sehingga marwahnya menjadi terhormat dimata publik.

Untuk itu kita mendorong agar Ketua DPRD / Pimpinan DPRD Tanah Datar punya inisiatif dan itikad baik agar segera membentuk peraturan daerah perihal pelaksanaan UU KIP di Lembaga DPRD Tanah Datar yang mengatur kewajiban untuk mempublikasikan seluruh aktivitas anggota DPRD merujuk kepada UU KIP, baik berupa:

  1. kegiatan rapat paripurna, 
  2. rapat banggar dan rapat bamus, 
  3. kunjungan kerja, bimbingan teknis, study banding, 
  4. produk produk hukum yang dikeluarkan, atau 
  5. apa saja yang berkenaan segala kegiatan yang menggunakan uang rakyat.

Maukah lembaga DPRD mengatur diri mereka sendiri? Sebagaimana sudah dilaksanakan oleh DPRD-DPRD lainnya. Tanggung jawab moral kepada publik menjadi pedomannya. Jika memang tidak berubah, maka pantaslah makna pantun ini: “tinggilah bukik Sikaladi, dalam lurahnyo kalo bakalo. Urang Ulik dapek dinanti, urang anggan apo kadayo. (*)