Oleh: Karina Maharani (Mahasiswa Ilmu Politik FISIP Universitas Andalas, Padang)
Kesehatan dan kualitas sumber daya manusia (SDM) selalu menjadi isu krusial dalam pembangunan daerah maupun nasional.Indonesia memiliki visi besar untuk mencetak generasi emas 2045, tetapi visi tersebut tidak dapat terwujud jika masalah gizi masih menghantui anak-anak kita. Di berbagai daerah, termasuk Sumatera Barat, masalah gizi buruk, stunting, dan rendahnya asupan nutrisi masih cukup tinggi. Padahal, anak-anak yang sehat dan berrgizi baik merupakan fondasi untuk melahirkan generasi cerdas, kreatif, dan produktif.
Dalam konteks inilah, langkah Pemerintah Kota padang yang menghadirkan Program Makan Bergizi Gratis (MBG) patut diapresiasi. Program ini tidak hanya sekedar membagikan makanan gratis, tetapi juga merupakan upaya membangun SDM yang berkualitas. Namun, di balik semangat besar tersebut, terdapat juga sejumlah tantangan yang harus dicermati secara serius agar program tidak berhenti hanya sebagai slogan politik atau proyek jangka pendek.
Program MBG: Langkah Progresif Pemko padang
Tidak dapat dipungkiri, hadirnya MBG adalah sebuah trobosan. Wali Kota Padang, Fadly Amran, menegaskan optimismenya bahwa program ini akan berjalan sukses. Hingga saat ini, enam dapur MBG telah beroperasi dan melayani masyarakat. Lebih dari itu, 18 dapur tambahan sedang dalam proses pembangunan dan ditargetkan selesai dalam waktu dekat. Jika semua dapur berfungsi optimal, distribusi makanan sehat dapat menjangkau ribuan anak sekolah di Kta Padang.
Bukan hanya soal makanan, program ini juga membawa pesan penting: hak anak untuk mendapat gizi yang layak adalah bagian dari tanggung jawab Negara. Artinya, pemerintah tidak boleh membiarkan anak-anak berjuang sendiri menghadapi tantangan gizi ditengah tingginya harga pangan dan ketidakpastian ekonomi.
Dimensi Sosial dan Pendidikan.
Salah satu alasan mengapa program MBG sangat relevan yaitu karena kaitannya yang erat dengan dunia pendidikan. Guru-guru kerap mengeluhkan siswa yang dating ke sekolah dengan kondisi lapar atau kurang gizi. Dampaknya jelas: anak sulit berkonsentrasi, cepat mengantuk, dan prestasi akademiknya menurun.
Dengan adanya MBG, anak-anak diharapkan datang ke sekolah dengan perut kenyang dan bernutrisi yang seimbang. Hal ini bukan hanya meningkatkan konsentrasi belajar, tetapi juga mendorong semangat untuk berparstisipasi aktif di kelas. Dalam jangka panjang, MBG dapat menjadi salah satu faktor pendukung peningkatakan kualitas pendidikan di Kota padang.
Manfaat Ekonomi Lokal
Menariknya, Program MBG tidak hanya memberi manfaat dibidang gizi dan pendidikan, tetapi juga disektor ekonomi. Pemerintah di kota padang melibatkan petani, nelayan serta UMKMM lokal sebagai pemasok bahan makanan. Pola ini menciptakan siklus ekonomi yang sehat: dapur MBG membutuhkan pemasokan bahan segar secara rutin, sementara pelaku ekonomi lokal mendapatkan pasar yang stabil.
Dengan cara ini, MBG berpotensi menjadi model program pembangunan inklusif. Ia tidak hanya berorientasi pada penerima bantuan, tetapi juga menggerakkan ekonomi rakyat. Inilah yang menjadikan MBG lebih dari sekedar program social; yaitu instumen pembaangunan ekonomi daerah.
Tantangan yang harus diantisipasi.
Pertama, optimisme tidak boleh membutakan kita dari kenyataan bahwa program ini juga menyimpan sejumlah tantangan. Pertama, soal pendanaan. Menyediakan makanan bergizi gratis dalam skala besar membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Jika tidak ada strategi pendanaan jangka panjang, program ini rentan berhenti ketika pergantian kepala daerah atau saat anggaran daerah tertekan.
Kedua, soal kualitas gizi. Membagikan makanan gratis tentu mudah, tetapi memastikan makanan tersebut benar-benar memenuhi standar gizi yang ditetapkan bukanlah hal yang sederhana. Pengawasan dari tenaga ahli gizi sangat diperlukan agar program ini tidak berubah menjadi sekedar “program kenyang” tanpa nilai tambah kesehatan.
Ketiga, distribusi dan logistic. Kota padang memiliki wilayah dengan kondisi geografis yang beragam. Menjaga kualitas makanan hingga sampai ke sekolah-sekolah di pinggiran tentu tidak mudah. Tanpa manajemen distribusi yang baik, makanan bias dating dalam kondisi kurang layak konsumsi.
Keempat, edukasi masyarakat. MBG tidak akan berarti banyak jika pola konsumsi masyarakat dirumah tidak ikut berubah. Pemerintah harus melengkapi program ini dengan kampanye literasi gizi agar orang tua juga menyadari pentingnya menyediakan makanan sehat di rumah.
Mengapa MBG Harus Dipertahankan?
Sebagian pihak mungkin mengkritik bahwa program ini membebani anggaran daerah. Namun, jika dipelajari lebih dalam, MBG justru merupakan investasi jangka panjang. Anak-anak yang sehat hari ini akan tumbuh menjadi tenaga kerja produktif di masa depan. Mereka tidak hanya akan meningkatkan kualitas ekonomi daerah, tetapi juga mengurangi beban kesehatan masyarakat.
Lebih jauh, MBG juga mencerminkan nilai-nilai Pancasila, terutama sila ke-2 (kemanusiaan yang adil dan beradab) dan sila ke-5 (keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Pemerintah daerah yang berani memprioritaskan gizi anak-anaknya berarti telah menempatkan kemanusiaan dan keadilan sosial di atas kepentingan politik semata.
Harapan ke Depan
Keberhasilan MBG di Padang bias menjadi inspirsi bagi daerah lain di Indonesia. Namun, agar bisa menjadi model nasional, program ini harus terus dievaluasi dan diperbaiki. Salah satu langkah strategisnya yaitu mengintegrasikan MBG dengan program lain seperti Perkarangan Pangan lestari (P2L). Dengan begitu, sebagian bahan makanan bias diproduksi langsung oleh masyarakat sehingga mengurangi ketergantungan pada pasokan luar.
Selain itu, pemerintah perlu melibatkan lebih banyak pihak, mulai dari akademisi, LSM, hingga komunitas masyarakat. Kolaborasi multisektor akan membuat MBG lebih kokoh dan tidak mudah goyah oleh perubahan politik. Kesimpulan, Sebagai sebuan program sosial sekaligus pembangunan, makanan bergizi gratis (MBG) adalah langkah progresif yang patut diapresiasi. Ia menjawab masalah gizi, mendukung pendidikan, mendorong ekonomi lokal, dan memperkuat solidaritas sosial.
Namun, program ini juga menghadapi tantangan serius terkait pendanaan, kualitas gizi, logistik, dan edukasi masyarakat. Oleh karena itu, MBG tidak boleh dilihat hanya sebagai program karitatif jangka pendek, melainkan sebagai investasi jangka panjang untuk mencetak generasi emas kota padang. Jika dijalankan dengan konsisten dan diperkuat dengan kolaborasi berbagai pihak, maka MBG berpotensi menjadi tonggak penting dalam sejarah pembangunan daerah di Indonesia.
Sumber gambar: UNICEF. Diambil dari goggle free access
