Yang Tercecer: Sebuah Refleksi

Oleh: St.Syahril Amga, SH, MH (Wartawan Senior)

Konferensi Persatuan Wartawan lndonesia (PWI) Kab.T.Datar, Sumbar di gedung PKK setempat, Sabtu tgl 26 Oktober 2025 yang lalu melahirkan ketuanya Chandra Antoni.
Dalam acara konferensi itu tiga acara pokok yang tidak boleh diabaikan dan harus dilaksanakan dengan terbuka.

Pertama, pertanggung-jawaban kerja serta penggunaan keuangan organisasi yang dilakukan. Acaranya harus dilakukan dengan transparan dengan memberikan kesempatan bertanya kepada semua peserta.

Kedua, menyusun kepengurusan untuk periode berikutnya (2025-2028). Ketiga, melahirkan program kerja yang akan dilaksanakan. Sedangkan untuk penyusunan kepengurusan lengkapnya karena sesuatu hal boleh diserahkan kepada formatur yang ketuanya adalah ketua terpilih.

Akan tetapi dalam mendudukan personil ketua formatur wajib menghubungi yang akan didudukan. Karena di Minang “lamak lauak dek bakunyah elok kato dek basa buik”. Apalagi belum tertutup kemungkin ada yang tidak mau menjadi pengurus. Karena diantaranya ada yang suka menjadi penyeimbang.

Pada sesi pertanggung-jawaban ketua PWI periode 2022-2025 hanya membacakan “pergi ke Medan, ke Jakarta Ancol dll.” Tidak menjelaskan seluruh sumber dana dan berapa dana terpakai. Bahkan baru satu orang peserta mengatakan menerima dan mengatasnamakan 4 orang. Kenyataannya yang 3 orang diam 1.000 bahasa. Diam itu dapat dikatakan setuju dan juga bisa diam itu tanda tidak setuju.

Akan tetapi Ketua tanpa memberi kesempatan pada peserta lainnya langsung memukul palu tanda sesi tersebut ditutup. Hal itu yang membuat cacat hukum dan atau batal secara hukum.

Disamping itu, karena ada suara dari peserta tentang dana dari dua proyek dari PU dan dari dinas Pendidikan tidak dijelaskan oleh ketua PWI. Seiring dengan itu, Widya Nafis bersuara dari belakang “mengatas namakan atas nama organisasi, tapi tidak seorang anggota diberitahu”, itu yang kurang baik. Itu tidak perlu terjadi dalam organisasi PWI.

Baca Juga :  Dinas Dikbud Tanah Datar Gelar Peningkatan Kompetensi Kepsek SD dan SMP, Bupati Berikan Apresiasi

Menurut pengamatan kami tindakan ketua PWI itu telah “mengotori” kesucian PWI. Sebab yang seharusnya ketua itu menjadi komando untuk menjaga kemurnian dan kesucian PWI. Bahkan harus menghidupi organisasi bukan ‘mencari hidup” dalam organisasi dan itu yang dapat merusak PWI.

Disamping itu, diketahui pula kampanye hitam (black campaign) dari “anak buah” pemenang. Tindakan yang menodai kesucian PWI seperti itu juga tidak diingini PWI. Apalagi selama ini anak buahnya itu diketahui mengatakan, “tak tarang lampu awak, caliak minyak jo anginyo” kok kurang minyak jo anginyo tambah dan jan lampu urang dipadami (tidak konsewen).

Dalam acara penutupan Ketua PWI Provinsi Sumbar Widya Nafis kembali menekankan, tidak menginginkan ada Mansur (main surang) dalam kepengurusan PWI. Sementara itu salah seorang kandidat mengeluarkan suara hatinya “bukan kekalahan yang disesalkan, tetapi yang membuat tipikal sejumlah kawan-kawan itu yang membuat gatal-gatal, sekarang sudah diketahuilah tipikal 6 orang anggota PWI itu, katanya”.

Dari pengamatan kami, diketahui wartawan yang membuat gatal itu dan yang mengotori PWI dengan kampanye hitam (black campaign) bukanlah orang Tanah Datar asli. Tetapi orang luar yang diantaranya menjadi sumando Tanah Datar. Orang itu di dalam adat adalah sumando “Kacang Miang”.

Semoga menjadi refleksi dan renungan bagi kita semua dalam berorganisasi.