Oleh: Irwan Malin Basa. (Dosen IAIN Batusangkar)
Salah satu kekayaan budaya Minangkabau yang tumbuh dalam kehidupan masyarakat adalah sastra. Sastra ini ada yang disebut sastra lisan (oral literature) dan adapula sastra tulisan (written literature). Keduanya memiliki perbedaan. Sastra lisan dituturkan dan diwariskan dari mulut ke mulut secara turun temurun (Udin:1996), sedangkan sastra tulisan sudah mengenal bentuk tulisan dan diwariskan secara tertulis pula.
Pariangan sebagai negeri asal usul nenek moyang orang Minangkabau memiliki khazanah sastra lisan. Ragam Sastra lisan tersebut ada yang sudah punah, adapula yang sakarat dan ada pula yang masih bertahan dan masih dipakai oleh masyarakat Pariangan.
Melalui survei pemetaan sastra lisan yang dilakukan pada tahun 2021 (Irwan, dkk) ditemukan beberapa ragam Sastra lisan di Pariangan.
Pertama, pasambahan adat. Pasambahan adalah salah satu tradisi sastra lisan yang digunakan dalam berbagai acara seperti pesta perkawinan, pasta adat, ritual adat dan lain sebagainya. Pasambahan memiliki berbagai tujuan, misalnya untuk mempersilakan makan, minta maaf, meminang, minta izin pulang, menanyakan gelar, dan lainnya. Biasanya bersifat dialog.
Kedua, pidato adat. Sastra lisan ini biasanya dituturkan ketika acara acara adat seperti meresmikan (malewakan) gelar penghulu, meresmikan rumah adat, pacu Jawi, upacara kematian, dan lain-lain.
Ketiga, tagua. Sastra lisan ini digunakan untuk mempersilakan tamu untuk menaiki rumah pada acara pesta perkawinan. Baik untuk penganten perempuan maupun laki laki. Ini biasanya monolog saja. Untuk laki laki, dituturkan oleh laki laki dan untuk perempuan dituturkan oleh perempuan pula.
Keempat, pantun. Masyarakat Pariangan memiliki ragam pantun untuk menyampaikan maksud hati kepada seseorang. Dan biasanya dijawab juga dengan pantun sehingga tercipta sebuah pertunjukan berbalas pantun.
Kelima, dendang. Dendang ini biasanya diiringi dengan musik tradisional seperti saluang dan bansi. Adapula dendang untuk menidurkan anak.
Keenam, ratok/maratok. Sastra lisan ini sudah punah. Maratok adalah sebuah pertunjukan sastra lisan ketika seseorang meninggal dunia. Orang yang terampil maratok ini menyampaikan kisah kisah hidup orang yang meninggal, lalu memberi pesan kepada orang yang masih hidup.
Ketujuh, sorak atau basorak. Tradisi ini dipertunjukkan ketika mengantarkan penganten laki laki menuju rumah pengantin perempuan pada malam hari. Orang yang pandai basorak ini akan membawakan syair syair yang indah sebagai hiburan untuk sesama dengan dendang dan alunan suara yang khas pula.
Kedelapan, mantra. Mantra disebut juga sebagai sebuah sastra lisan yang berisikan syair syair yang indah dan ditujukan untuk tujuan tertentu. Mantra diyakini memiliki kekuatan gaib sehingga sering dipergunakan untuk keperluan tertentu pula.
Demikian beberapa ragam Sastra lisan yang ada di Pariangan. Tentu tugas kita melestarikan sastra lisan ini sehingga tidak punah ditelan zaman. (*).