Program Revitalisasi Pariangan Jangan Sampai Salah Arah

Tanah Datar, JurnalMinang.Com. Program revitalisasi Nagari Tuo Pariangan yang dikenal sebagai desa terindah di dunia versi American Budget Traveler sudah mendekati titik terang. Persiapan DED untuk 7 paket kegiatan pembangunan sudah melalui FGD tahap II sebelum difinalkan dan ditenderkan. PT. Bentareka Cipta sebagai konsultan perencana mengundang para stakeholder terkait di hotel Emersia Batusangkar untuk menyempurnakan design bangunan pada Jumat, 9 Oktober 2020.

Yang menarik dari FGD ini muncul sebuah pernyataan berupa penegasan dari Bandaharo Kayo sebagai Tampuak Tangkai Alam Minangkabau bahwa program revitalisasi Pariangan ini awalnya dimulai dari pembicaraan Angku Bandaharo Kayo dengan presiden Jokowi pada acara mantu presiden di Medan pada th 2018. “Pak presiden berpesan agar ikon nagari Tuo Pariangan sebagai desa terindah di dunia tersebut dibangun dan ditata ulang sehingga semakin indah. Kawasan Rangek, rumah gadang, surau dan balai adat harus direvitalisasi” tegas Bandaharo Kayo.

Dalam perjalanannya ada sedikit perubahan konsep yaitu munculnya penambahan perioritas pembangunan kawasan wisata alam (pemandangan) di jorong Guguak yang sudah banyak dikunjungi wisatawan. Salah seorang masyarakat jorong Guguak seolah olah merasa mereka harus mendapatkan perioritas pula dan tidak ingin dianaktirikan. “Jika dananya mencukupi tidak ada masalah. Tapi jika dananya tidak mencukupi tentu harus bersabar untuk tahap kedua atau tahun berikutnya” ujar Irwan Malin Basa yang merupakan salah seorang konseptor pengembangan Pariangan tersebut.

Masyarakat Guguak tentu harus faham dan bersabar. Meskipun begitu, DED untuk jorong Guguak juga sudah disiapkan. Jangan sampai ada istilah ‘mundur’ atau ‘tidak usah’ dibangun dari pewaris tanah atau pemangku adat di jorong Guguak. Toh, kalaupun ditinggalkan nanti oleh pemerintah dengan arti kata daerah Guguak tidak jadi dibangun, betapa ruginya anak kemenakan kita di masa depan hanya demi ego sesaat atau kekurangfahaman seorang pemangku adat atau pewaris tanah.

Baca Juga :  Fakultas Syari'ah UIN Mahmud Yunus Batusangkar Gelar Seminar Internasional tentang Humanity, Law and Sharia

Pejabat pemerintah terkait juga harus legowo alias tidak mesti memaksakan kehendak atau selera sendiri sendiri dalam proses pembangunan Pariangan. Jika ada peraturan yang yang mungkin saling bertentangan, jangan dijadikan sebagai alasan untuk tidak bisa dibangun. Carilah solusi agar Pariangan tetap bisa dibangun. Pergantian pejabat yang memiliki wewenang terhadap proyek tersebut jangan sampai membuat kebijakan baru sehingga pekerjaan terhambat dan seolah olah mengulang ulang pekerjaan yang sama. “Kalau tidak faham karena baru menjabat, yaa… Bertanya! Pelajari!” Jelas Irwan Malin Basa dengan nada sedikit tinggi dalam rapat FGD tersebut.

Biarlah semua berjalan sesuai dengan hasil musyawarah mufakat dan sesuai dengan peruntukannya. Tak perlu dicari cari alasan pembenaran untuk melakukan perubahan atau rencana lain. Jika masih ada pejabat yang ingin memaksakan kehendak sendiri sendiri meskipun kadang kadang berdalih bahwa itu pesan atasan, sebaiknya dikaji terlebih dahulu. Atasan sekalipun belum tentu mengerti sepenuhnya dan belum tentu selalu benar dalam bersikap.

Jika program revitalisasi Pariangan ini bertele tele juga, atau malahan salah arah, betapa malu kita sebagai masyarakat Minangkabau yang dicap sebagai masyarakat yang tidak bisa memanfaatkan dana direktif presiden RI tersebut. Andai besok presiden Jokowi bertanya “sampai dimana pembangunan Pariangan yang saya perintahkan dulu?” Tolong dijawab “sudah kami musyawarahkan dan segera dieksekusi.” Jangan sampai dijawab pula “masyarakat belum sepakat.” Semoga lancar. (Red.Jm).