Oleh: Novi Budiman, M.Si
Direktur Pusat Kajian Politik ‘Studia Politika‘
Setiap menit perkembangan politik di Tanah Datar berubah. Sebagai buktinya, berbagai pasangan balonbup yang sudah “dijual” melalui spanduk dan baliho sering berganti orang. Hari ini si A dengan si B, besok bisa juga si A dengan si C. Baru baru ini muncul pasangan Zuldafri Darma dari partai Golkar dan Sultani dari partai PKS. Menurut beberapa media online yang ikut memberitakan pasangan ini bahwa koalisi ini sudah deal di tingkat kabupaten dan akan diteruskan ke tingkat provinsi dan pusat.
Jika pasangan ini kelak benar benar berjodoh, Pilkada Tanah Datar boleh dikatakan “selesai” tetapi jika: pertama, jika tidak ada rivalitas yang kuat dari pasangan lain dari berbagai aspek. Misalnya, popularitas, elektabilitas dan penguasaan kelompok masa tertentu serta penggunaan media online untuk kampanye. Mengapa?karena pasangan ini memiliki basis keterwakilan dari kalangan “menengah kebawah” serta soliditas kader partai PKS.
Kedua, jika Pilkada nantinya diikuti oleh tiga pasang calon saja maka persaingan akan seru. Kelompok massa tidak terlalu terbelah. Tetapi jika Pilkada diikuti oleh empat pasang calon maka incumbent lebih dominan. Alasannya adalah incumbent sudah memiliki “masa kampanye” yang cukup panjang untuk bertatap muka dengan berbagai lapisan masyarakat. Dan untuk pilkada nanti kesempatan untuk kampanye langsung sudah dibatasi waktunya dan terlalu singkat untuk di manfaatkan.
Ketiga, jika pasangan lain muncul bisa merebut suara Milenial dan kaum perempuan. Dalam teori pemetaan jaringan dan pemetaan masa kelompok Milenial dan perempuan memiliki porsi tersendiri. Mereka memiliki eksistensi diri masing masing dan cenderung menyampaikan aspirasi mereka kepada perwakilan milenal juga. Gambaran pasangan ini tentu ada pada Eka Putra dan Bety Sadiq Pasadigoe. Jika kedua balon ini berpasangan, cerita pilkada Tanah Datar jadi lain. Tetapi jika kedua pasangan ini maju masing masing dengan wakilnya sendiri sendiri, Pilkada Tanah Datar sudah “selesai.”
Keempat, jika Pilkada nanti hanya diikuti oleh dua pasang calon maka Pilkada “hampir usai.” Incumbent lebih unggul dari pesaing yang baru muncul meskipun ada kekuatan finansial yang kuat. Dari hasil penelitian, perilaku pemilih di Tanah Datar tidak terlalu dipengaruhi oleh uang meskipun ada beberapa daerah kecil yang memang bisa diarahkan dengan kekuatan keuangan. Hanya 18 persen perubahan perilaku pemilih bergeser karena uang di Tanah Datar.
Kelima, Dukungan partai penguasa dan “perilaku nakal” penguasa. Kita harus sadar dengan kenyataan bahwa pemenang pileg secara nasional dan Pilpres kemaren adalah partai PDIP. Mereka memiliki kepentingan sampai ke tingkat kabupaten walaupun porsinya berbeda-beda. Meskipun di Tanah Datar partai PDIP memiliki dua kursi di DPRD tetapi mereka memiliki akses komunikasi politik sampai ke pusat. Jika mereka tidak “dibao duduak baiyo” tentu apapun bisa mereka lakukan jika mereka mau memenangkan maupun mengalahkan pasangan tertentu.
Untuk membuktikan kebenaran analisis ini tentu tgl 9 Desember 2020 yang bisa menjawabnya dengan nyata. Namun politik itu juga dipengaruhi oleh opini masa dan isu yang dijual. Siapa yang pintar memanfaatkan media masa dan teknologi informasi serta pintar mengelola isu maka pasangan tersebut akan unggul. Jika partai politik dan pasangan calon tidak ditetapkan juga dalam bulan Juni ini maka semakin sempit waktu untuk berkampanye. (Bersambung).
