Opini Oleh: Muhammad Intania, SH
Ketua ‘SIAP’ Kabupaten Tanah Datar
Aura pesta demokrasi bertajuk Pemilihan Umum 2024 baik berupa pemilihan anggota legislatif (Pileg) maupun pemilihan presiden (Pilpres) sudah mulai terasa saat ini baik di pusat hingga di daerah. Begitu juga halnya di Kabupaten Tanah Datar, Broker politik lokal sudah mulai “manjua galeh” meskipun masih belum masif.
Para calon yang berminat untuk berkompetisi ada yang sudah mulai mengambil ancang ancang untuk menakar peluang diri mereka untuk masuk dalam putaran kompetisi. Ada yang sudah mulai memproklamirkan diri secara terbuka, ada yang masih ‘malu malu” memproklamirkan diri melalui orang dekat dan loyalis / relawan serta “tim sorak” (cheerleader) mereka.
Namun ada juga yang sudah mensosialisasikan diri mereka melalui aneka kegiatan / acara yang mereka fasilitasi ataupun sekedar numpang muka saja. Bahkan ada pula yang sudah menjalin komunikasi dengan beragam partai untuk menjajaki peluang mereka diakomodir melalui partai dan simpul pendukungnya.
Melihat animo partisipasi calon yang ada terlihat antusiasme yang cukup tinggi untuk berkompetisi. Hal ini terbaca dari banyaknya suara suara yang mulai menggaungkan jagoannya masing masing yang bersileweran di dunia medsos baik melalui saluran WA Group, FB, IG, media pemberitaan online maupun saluran lainnya hingga mengunakan alat peraga, dll. Tentunya hal tersebut atas “restu” calon itu sendiri. Jika tidak, tentu sang calon akan membantah melalui klarifikasi mereka masing masing.
Perlu digaris bawahi bahwa pesta demokrasi di Indonesia ini berbiaya tinggi. Jika uang habis, tapi sang calon duduk (dapat kursi), maka usaha meraih kemenangannya dinilai setimpal dengan biaya yang dikeluarkan. Jika gagal, maka uang calon akan hilang tanpa ada asuransi ganti kerugian. Oleh karena itu, mantapkan diri sebelum maju!
Untuk maju berkompetisi, maka para calon sebaiknya perlu melakukan Evaluasi Diri (self evaluation) dan melakukan Penilaian Diri (self assesment). Evaluasi diri bisa dilakukan sendiri dan orang terdekat melalui metode SWOT untuk jujur menilai potensi diri sendiri. Sedangkan penilaian diri dapat dilakukan melalui jasa Konsultan Politik untuk dilakukan survey terhadap diri calon guna mengetahui pemetaan tentang diri calon tersebut secara objektif dan terukur berbasis data di daerah pemilihannya sekaligus menakar potensi kompetitor.
Pemetaan diri calon tersebut diperlukan salah satunya untuk mengetahui potensi kekuatan dan kelemahan calon tersebut. Di daerah mana diri calon tersebut dikenal / tidak dikenal, di sektor komunitas mana dikenal / tidak dikenal, di rentang usia mana calon dikenal / tidak dikenal, dari segi apa calon tersebut dikenal / tidak dikenal, mengenal karakteristik konstituen, dll.
Mengetahui pemetaan diri tersebut adalah salah satu langkah terukur berbasis data yang dapat dipertanggung-jawabkan untuk mengatur strategi dan mengukur diri apakah calon tersebut pada akhirnya memang layak untuk masuk gelanggang kompetisi.
Banyak calon yang hanya mengandalkan kecukupan finansial dan jabatan serta dorongan tim sorak yang memuja muji bahwa sang calon layak untuk maju. Terlena dengan puja puji, sang calon lupa untuk mengukur elektabilitas dan popularitasnya di mata publik serta menganggap enteng kekuatan pesaing dan merasa yakin bahwa sepahit pahit kondisi, toh pada akhirnya “suara” dapat dibeli dengan kekuatan finansial. Jika hal itu dilakukan, maka sejatinya sang calon memasuki gelanggang dengan unsur untung untungan (gambling) sehingga berpotensi menuju kegagalan, bak kata pepatah: pitih banyak tapi indak pandai mambalanjokan / tidak terarah.
Alangkah bijaksananya seorang calon menahan diri untuk maju jika mengetahui bahwa penilaian dirinya (misal: punya nama, punya pengaruh, punya jabatan, punya keuangan yang memadai, dll), ternyata hasil survey justru menunjukkan sang calon tidak diminati publik karena ada faktor X seperti ternyata selama menjabat tidak ada prestasi yang bisa dibanggakan sehingga publik tidak yakin dengan kemampuan sang calon jika diberi amanah nantinya.
Akan tetapi hasil survey juga dapat menjadi cermin untuk instrospeksi agar sang calon dapat memperbaiki kelemahan diri menjadi sebuah kelebihan. Tentu saja peran sinergi tim pendukung, tim pemenangan, tim konsultan / tim strategi, penguasaan media untuk pencitraan (branding), pembentukan opini, menangkal framing jahat, kontra kampanye gelap (black campaign counter), tim penyamaran (under cover team), dll.
Untuk itu, pikir pikir dulu secara matang dan siapkan mental sebelum memutuskan terjun ke gelanggang pesta demokrasi ini.
Jangan sampai terjadi kondisi “minyak habih, samba tak lamak” yang bisa berakibat calon yang gagal pada akhirnya “galak galak surang mancaliak asoy tabang” hehehe.
Agaknya, peribahasa “pikir dahulu pelita hati, sesal kemudian tiada guna” sangat tepat untuk para calon yang akan maju bertarung. (*)