Opini Oleh: Muhammad Intania, SH
(Advokat)
Tepat pendapat / opini dan prediksi penulis atas kondisi keuangan Perusahaan Umum Daerah (Perumda) Tuah Sepakat pada tahun 2024 masih akan mengalami kerugian sebagaimana pernah penulis ulas pada 23 Desember 2024 lalu di media online: https://jurnalminang.id/manajemen-perumda-tuah-sepakat-perlu-dievaluasi-dewan-pengawas-dan-dprd-bicaralah/?amp.
Diketahui bahwa manajemen Perumda Tuah Sepakat sudah merilis rekapitulasi Laporan Keuangan dan Laporan Laba Rugi Tahun 2024 nya melalui link: https://www.canva.com/design/DAF6BBPrT6M/CQku0Ltj0aa9q33Josgnvw/edit?utm_content=DAF6BBPrT6M&utm_campaign=designshare&utm_medium=link2&utm_suorce=sharebutton. Walau laporan tersebut belum laporan final dari hasil auditor independen, setidaknya sudah dapat memberi gambaran perihal kondisi keuangan umum Perumda Tuah Sepakat diakhir tahun 2024.
Jika disimak baik baik, maka posisi keuangan Perumda Tuah Sepakat pada Laporan Laba Rugi Periode 2024 tersebut mengalami KERUGIAN Rp. 990.287.016.- atau rugi mendekati angka 1 milyar rupiah!. Sebuah kerugian yang tidak bisa dianggap angin lalu saja oleh para stake holder terkait, karena kerugian tersebut berasal dari uang Negara yang harus dipertanggung-jawabkan secara profesional.
Makna lainnya adalah bahwa sejak Perumda Tuah Sepakat dipimpin oleh Direktur baru yang dilantik pada 31 Maret 2022 lalu telah membukukan 3 (tiga) kali kerugian yang berturut-turut (hattrick) dengan total kerugian uang negara diperkirakan Rp. 3.872.552.816,- atau sekitar 3,872 milyar rupiah. Sebuah angka kerugian yang fantastis dalam 3 (tiga) tahun berjalan.
Publik yang peduli dengan perjalanan Perumda Tuah Sepakat ini tentu tidak habis pikir dengan kinerja yang ditorehkan Organ Perumda Tuah Sepakat saat ini. Banyak juga yang mempertanyakan kompetensi dari Organ Perumda Tuah Sepakat selama ini dalam mengelola operasional perusahaan BUMD ini.
Sebagaimana disebutkan dalam Pasal 16 ayat (2) Perda No. 6 Tahun 2021 tentang Perusahaan Umum Daerah Tuah Sepakat, yang disebut Organ Perumda Tuah Sepakat terdiri dari Kuasa Pemilik Modal (KPM) dan Dewan Pengawas (Dewas) serta Direksi.
Seharusnya dari hasil auditor independen pada tahun 2024 lalu yang telah mengaudit kinerja perusahaan tahun buku 2023, maka Organ Perumda Tuah Sepakat dapat menjadikan hasil audit tersebut sebagai PEDOMAN dan BAHAN EVALUASI untuk MEMPERBAIKI KINERJA Perumda Tuah Sepakat dari minus menuju positif. Namun apa lacur, laporan tahun buku 2024 tidak menunjukkan hasil yang mengembirakan.
Haruskah keberadaan direksi atau keberadaan Perumda Tuah Sepakat tetap dipertahankan? Lantas apa gunanya ditanda-tangani Kontrak Kinerja bagi Dewan Pengawas (Pasal 34 ayat (5), dan Kontrak Kinerja serta Surat Pernyataan untuk Direksi (Pasal 53 ayat (1) dan (2) Perda No. 6 Tahun 2021 bila tidak mencapai target / kinerjanya buruk?
Apa jadinya jika Organ Perumda Tuah Sepakat diisi oleh orang orang yang tidak kompeten? Tidak punya waktu untuk menjalankan dan mengawasi operasional Perumda serta tidak menjalankan petunjuk yang sudah ditentukan dalam buku suci Perumda Tuah Sepakat, yaitu Perda No. 6 Tahun 2021 itu sendiri?
Padahal jika peduli dengan pergerakan operasional Perumda Tuah Sepakat, Dewas dapat melihat tren cash flow perusahaan dari laporan bulanan wajib Direksi kepada Dewas. Koreksi bisa dilakukan per triwulan sebagaimana juga diwajibkan dalam laporan triwulan Direksi kepada Dewas dan dari Dewas kepada KPM. Finalnya bisa dilihat di laporan tahunan, apakah ada perbaikan atau tidak. Namun jika laporan bulanan dan laporan triwulan hanya sekedar formalitas saja, apalagi jika tidak pernah diadakan pertemuan laporan triwulan, sehingga tidak ada notulen dan rekomendasi Dewas kepada Direksi dan KPM, maka makin parahlah kondisi yang terjadi di tubuh Perumda Tuah Sepakat tersebut.
Begini contoh kompetensi sederhana dalam menganalisa laporan laba rugi bisa dilihat di tabel diatas. Untuk bisnis kuliner, idealnya Harga Pokok Penjualan (HPP) berkisar 30-50 % dari pendapatan. Kalau bisa menjaga HPP dibawah 40%, sisanya bisa buat biaya operasional, marketing dan keuntungan. Faktanya, justru HPP nya melebihi pendapatan itu sendiri!
Hasil audit tahun buku 2023 sudah menunjukkan bahwa HPP unit bisnis Ahyam Batusangkar dan Ahyam Payakumbuh lebih dari 100% diatas pendapatan. Harusnya jadi atensi Dewas dan KPM untuk menginstruksikan Direksi agar menekan HPP sambil menambah pendapatan. Faktanya kinerja tahun 2024 memang tumbuh pendapatan secara positif, tapi diiringi dengan HPP yang makin meningkat juga. Sama aja bohong!
Perhatikan juga kondisi di unit bisnis Media, pendapatannya hanya 17 jutaan rupiah di tahun 2023 dan menurun menjadi hanya 16 jutaan rupiah saja di tahun 2024, sementara persentase HPPnya gila gilaan. Secara teori, jika tidak ada perbaikan ke tren positif menuju profit, maka unit bisnis seperti ini sudah HARUS DITUTUP. Lantas kenapa masih dipertahankan? Sementara terbaca juga di unit bisnis Media ada Beban Kerugian Aset sebanyak 30 jutaan rupiah, hampir 2 (dua) kali lipat dari pendapatan Media. Kenapa rugi asetnya? Apa asetnya rusak? Kenapa rusak? Apa karena barangnya tidak bagus / beli bekas (second) atau karena salah mengoperasikannya? Itu tugas Dewas untuk mendalami. Mau dibawa kemana Perumda Tuah Sepakat ini? Entahlah!
Karena menyangkut pertanggung-jawaban keuangan Negara, dimana DPRD Tanah Datar telah turut menyetujui penyertaan modal dari dana APBD kepada Perumda Tuah Sepakat, maka DPRD punya tanggung-jawab moral mengambil langkah strategis agar 3 (tiga) kali kerugian milyaran ini tidak bertambah bengkak di tahun 2025 ini.
Dengan kondisi sudah 3 kali kerugian beruntun tersebut, haruskah DPRD menyetujui pemberian suntikan modal lagi untuk tahun 2025?
DPRD Tanah Datar harus mengambil langkah strategis dan taktis di tengah kondisi pengetatan keuangan daerah di tahun 2025 ini. Jika DPRD terkesan “basilengah / basipakak”, maka publik bisa menilai dan semakin menambah keyakinan publik akan adanya kompromi politik dalam tubuh DPRD Tanah Datar yang dianggap tega mengorbankan kepentingan Negara dan kepentingan masyarakat banyak. Atau jangan jangan terpaksa “basipakak” karena memang tak punya kompetensi menganalisa? Entahlah!
Bisa jadi kerugian keuangan Negara ini menjadi atensi pihak Kejaksaan pula dalam menjalankan tugasnya menyelamatkan keuangan Negara agar tidak semakin bocor. Jika Kejaksaan mengambil langkah tegas dan pihak DPRD terkesan cuek, maka alamat reputasi / citra baik lembaga DPRD semakin merosot dimata publik.
Dari sudut pandang hukum, dokumen hasil audit bisa dijadikan petunjuk awal adanya dugaan tindak pidana, dan bisa dijadikan sebagai alat bukti dalam menindaklanjuti suatu kasus, apakah itu nanti masuk kategori pidana korupsi, pidana kelalaian yang menyebabkan kerugian Negara, atau pidana karena kesengajaan sehingga terjadinya kerugian Negara, atau masuk kategori lainnya seperti penyalahgunaan wewenang atau penggelapan, dll. Semua itu baru bisa ditemukan dan ditentukan dalam proses penyelidikan. Tinggal pendalaman kasus untuk mencari / melengkapi alat bukti tambahan untuk kemudian menentukan sikap apakah kerugian yang terjadi masuk kategori pidana atau tidak.
Berhubung masih di triwulan I (satu) tahun 2025, semoga Organ Perumda Tuah Sepakat dapat berbenah dan menetapkan strategi menuju kinerja yang terukur dan akuntabel, serta anggota DPRD menunjukkan kepeduliannya dan menjalankan fungsi nya secara profesional dan aparat penegak hukum seperti Kepolisian dan Kejaksaan juga dapat bersinergi menjalankan tugasnya untuk penegakkan hukum dan menyelamatkan uang Negara tanpa ada upaya perintangan / intervensi dari pihak lain.
Yang tidak kalah pentingnya adalah konsistensi dari publik untuk terus melakukan kontrol sosial dan mengawal para wakil rakyatnya serta para penegak hukum dalam melaksanakan fungsi dan tugasnya masing masing secara profesional, transparan, informatif dan akuntabel. (*)