Oleh: Rahmi Eka Putri, M.Pd.
(Mahasiswi Program Doktor Ilmu Keguruan Bahasa Universitas Negeri Padang)
“Kami Poetra dan Poetri Indonesia Mengakoe Bertoempah Darah jang Satoe, Tanah Indonesia.
Kami Poetra dan Poetri Indonesia Mengakoe Berbangsa jang Satoe, Bangsa Indonesia.
Kami Poetra dan Poetri Indonesia Mendjoendjoeng Bahasa Persatoean, Bahasa Indonesia.”
Inilah isi Sumpah Pemuda yang dikumandangkan pada Kongres Pemuda kedua pada 28 Oktober 1928. Inilah landasan mengapa setiap bulan Oktober diperingati sebagai bulan Bahasa dan Sastra Indonesia. Betapa pentingnya memiliki bahasa persatuan yang menyatukan seluruh rakyat Indonesia sudah disadari oleh para pendiri bangsa.
Para pendiri bangsa menyadari betapa keberagaman bangsa Indonesia perlu disatukan dalam satu wadah Bahasa. Menurut Summer Institute of Linguistics, Indonesia memiliki 719 bahasa daerah dan 707 diantaranya masih aktif dituturkan. Bisa dibayangkan bagaimana jadinya masyarakat Indonesia yang sangat heterogen bila tanpa bahasa pemersatu bahasa Indonesia.
Masyarakat Minangkabau akan sangat susah berkomunikasi dengan masyarakat Sunda tanpa bahasa Indonesia. Orang Bali tidak akan memahami apa yang disampaikan oleh orang Kalimantan. Film-film yang dibuat oleh orang Jawa tidak akan difahami oleh anak-anak Papua.
Begitu juga jualan onlineshop, orang Sulawesi tidak akan pernah dibeli oleh orang Aceh. Ceramah-ceramah ustadz Abdul Somad tidak akan dimengerti oleh masyarakat di Nusa Tenggara. Pidato Presiden Jokowi tidak akan difahami oleh masyarakat Nias. Jadi terlihat betapa pentingnya bahasa Indonesia, yang artinya memperingatinya juga hal yang sangat penting.
Sayangnya, kesadaran memperingati bulan Bahasa menjadi jauh berkurang pada era-era sekarang, terkhususnya generasi muda. Peringatan hari Valentine menjadi jauh lebih meriah bahkan hallowen yang dulu-dulunya jarang diperingati di negeri ini sekarang sepertinya lebih terkenal ketimbang bulan Bahasa. Peringatan bulan Bahasa hanya diperingati oleh sebagian kecil masyarakat, para peneliti bahasa, linguist, guru bahasa dan instansi pendidikan. Seyogyanya peringatan bulan Bahasa bisa disejajarkan dengan peringatan hari Pancasila atau bahkan Hari Kemerdekaan, mengingat betapa pentingnya peran bahasa Indonesia.
Saya ingat ketika masa Sekolah Menengah Atas dulu eforia bulan Bahasa sudah mulai terasa ketika memasuki bulan Oktober. Banyak agenda-agenda dan perlombaan-perlombaan yang diadakan di Sekolah. Siswa dan guru semua terlibat dalam kegiatan ini. Bahkan perlombaan-perlombaan tersebut mengundang siswa dari sekolah lain. Semoga sekarang masih begitu.
Beberapa tahun yang lalu pemerintah kuat gaungnya ingin menjadikan bahasa Indonesia sebagai salah satu bahasa Internasional semoga sekarang juga masih. Tetapi satu yang perlu diingat bahwa menjaga eksistensi bahasa Indonesia di dalam negeri juga penting. Generasi-generasi milenial sekarang tidak jarang terdengar dari mulut mereka campuran bahasa Indonesia dan Asing yang biasa disebut sebagai bahasa anak Jaksel dan tidak jarang pula penggunaan bahasa yang tidak tepat sesuai kaidah bahasa seperti kata bang yang berubah menjadi ngab, kata yuk yang sering diucapkan kuy, dan banyak lainnya. Penting untuk disadari bahwa hal-hal diatas dapat merusak bahasa Indonesia itu sendiri dan perlu menjadi perhatian khusus bagi kita bersama.
Berdasarkan hal tersebut, pembelajaran bahasa menjadi salah satu persoalan yang mesti terus diperhatikan dan dikembangkan khususnya pada institusi Pendidikan Tinggi. Prodi-prodi terkait pembelajaran Bahasa mesti terus digalakkan dan dijaga keberlangsungannya tidak hanya di jenjang under graduate (S1) tetapi juga graduate (S2) dan Post Graduate (S3). Program Studi Ilmu Keguruan Bahasa seperti di Universitas Malang (jenjang S2) dan Universitas Negeri Padang (S3) mesti mendapat sokongan penuh dari pihak kampus maupun Kementerian. Prodi-prodi serupa juga mestinya mendapat kesempatan agar dibuka di kampus-kampus lainnya. Harapannya dengan semakin berkembangnya prodi-prodi terkait dengan pembelajaran bahasa, maka semakin bertambah pula orang-orang yang peduli dengan bahasa, peneliti bahasa, pendidik bahasa, penggiat bahasa, dan penikmat bahasa.
Semoga Oktober sekarang ini menjadi pemantik kita bersama agar kembali mengingat betapa pentingnya bahasa Indonesia. Para pemangku jabatan juga semakin menyadari pentingnya meningkatkan dan membuka prodi-prodi terkait bahasa dan Pembelajaran Bahasa. Kami Poetra dan Poetri Indonesia Mendjoendjoeng Bahasa Persatoean, Bahasa Indonesia. (*)