Opini Oleh: Ahmad Rizal Caniago (Akademisi & Peneliti)
Membaca berbagai tulisan Muhammad Intania di kolom opini media online Jurnal Minang memberikan nuansa tersendiri bagi saya pribadi, meskipun saya berdomisili di perantauan. Dari seluruh tulisannya, jika saya porsentasekan, lebih banyak yang bersifat “ke kiri kirian” daripada “ke kanan kananan” dalam menilai Bupati Tanah Datar, Eka Putra, yang berpasangan dengan Richi Aprian. Tapi sekali lagi, ini pendapat pribadi saya.
Mengapa demikian? Karena tulisan tulisan Muhammad Intania lebih banyak mengkritik daripada memberi pujian. Namun itu adalah hal yang biasa dalam perpolitikan. Presiden saja dikritik habis habisan oleh Rocky Gerung. Tetapi, bagaimanapun juga, show must go on.
Hal positif yang bisa saya nilai dari tulisan Muhammad Intania adalah bahwa tulisan tersebut berbasis data. Jika tidak berbasis data, tentu sudah ada laporan polisi atau minimal hak jawab terhadap Muhammad Intania tersebut. Mungkin saja Eka-Richi bisa sedikit bersabar tetapi pendukungnya atau orang sekelilingnya yang merasa kebakaran jenggot. Sebagai respon atau reaksi, tentu Muhammad Intania dicap dengan berbagai stempel negatif pula. Sekali lagi, itu biasa.
Saya memaknai tulisan tulisan Muhammad Intania tersebut adalah sebuah upaya untuk menguji “daya tahan” Eka-Richi sebagai pasangan kepala daerah di Tanah Datar (bupati dan wakil Bupati). Jika mereka bisa memaknai tulisan itu sebagai masukan yang bergizi, kerjakanlah. Jika memaknainya secara negatif atau bahkan dianggap toksin, lawanlah dengan fakta. Tunjukkan pada masyarakat bahwa Eka-Richi tidak begitu.
Mengapa saya selalu membawa nama Eka-Richi? Ya, karena mereka adalah pasangan yang menang Pilkada secara sah. Tak mungkin kemenangan itu karena usaha sendiri atau individu. Masing masing mereka tentu punya kelebihan dan kekurangan. Jika ada yang merasa lebih hebat diantara salah satunya, itu hanyalah perasaan ego saja. Tak elok menganggap ‘saya’ lebih hebat dari ‘anda’. Saya dan anda adalah ‘kita’.
Meskipun tulisan yang dibuat Muhammad Intania berbasis data, belum tentu semua orang sependapat dengannya. Data bisa dimaknai dari berbagai perspektif. Jika perspektif berbeda, opini dan kesimpulan berbeda pula. Misalnya, Jika Muhammad Intania memaknai dengan perspektif hukum dan politik, akan berbeda opininya jika data itu dipandang dari perspektif ekonomi dan budaya.
Hal yang perlu kita biasakan adalah membaca sebuah tulisan sampai selesai. Jangan hanya membaca judul, lalu tarik kesimpulan. Muhammad Intania bisa saja tidak tepat opininya, tetapi bantahlah dengan opini. Jangan dibantah dengan emosi dan caci maki. Kalau tidak mengerti, makanya sering sering ikut diskusi.
Buat Eka Putra dan Richi Aprian, saya cukup salut dengan sikap beliau terhadap “serangan serangan” dari berbagai pihak. Tak ada kisruh media yang dibuat oleh Bupati dan wakil Bupati, kecuali hanya kisruh dari “abdi dalem” alias orang dekat mereka yang menggantungkan kepentingan tertentu ataupun hanya berharap sesuap nasi dari penguasa.
Pak Eka Putra dan Richi Aprian, teruslah berbuat yang terbaik untuk Tanah Datar. Waktu masih ada. Kalaupun ada kerikil penghalang, lalui saja. Jika sebuah keputusan sudah dibuat, jalankan saja meskipun ada pihak tertentu yang tidak puas. Sebab, tak satupun manusia yang bisa memuaskan semua pihak.
Di manapun dan siapapun yang menjadi kepala daerah, pasti ada beragam “Intania Intania” lainnya. Semoga Eka -Richi memiliki daya tahan terhadap seluruh tantangan dan tekanan. Jika periodenya nanti sudah habis, apakah masih akan dilanjutkan atau tidak, itu adalah urusan nanti. Jangan sampai terjadi apa yang dikiaskan oleh lagu Zalmon, alun jaleh biduak ka karam, manga nakodo alah baganti.