Opini Oleh: M. Intania, SH (Advokat / Konsultan Hukum)
Sistim hukum Indonesia mulai mengenal dan menerapkan konsep JUSTICE COLLABORATOR (JC) secara resmi sejak diberlakukannya Undang Undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban, yang kemudian diubah dengan UU Nomor 31 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban.
Secara spesifik, peran JC diperkuat melalui Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) Nomor 4 Tahun 2011. SEMA ini memberi pedoman kepada hakim dalam memberikan keringanan hukuman kepada pelaku tindak pidana yang bekerja sama dengan penegak hukum (justice collaborator) untuk membongkar kejahatan yang lebih besar.
Pengertian Justice Collaborator menurut SEMA adalah “Pelaku tindak pidana tertentu yang BUKAN PELAKU UTAMA, yang mengakui kejahatannya dan bersedia menjadi saksi dalam proses peradilan untuk membongkar dan mengungkap kejahatan yang lebih besar.”
Jadi, syarat syarat utama menjadi Justice Collaborator (JC) adalah:
- Bukan Pelaku Utama
• Pelaku yang berperan kecil atau tidak dominan dalam tindak pidana.
• Peran utamanya bukan sebagai otak atau pengendali kejahatan. - Mengakui Perbuatan
• Pelaku harus mengakui kejahatannya sendiri, menyesali, dan beritikad baik membantu proses hukum. - Memberikan keterangan penting, relevan dan signifikan untuk: mengungkap pelaku utama, mengurai jaringan kejahatan, dan membongkar skema korupsi, narkoba, terorisme, dll.
- Ada Ancaman Nyata
• Ada ancaman serius terhadap keselamatan pelaku (dan keluarganya) karena memberikan keterangan tersebut. - Bersedia Bekerja Sama dengan Penegak Hukum
- Pernyataan Resmi
• Ada permohonan tertulis dari pelaku atau kuasa hukumnya kepada penyidik / jaksa / hakim untuk dijadikan JC.
Adapun manfaat menjadi Justice Collaborator adalah sebagai berikut:
- KERINGANAN HUKUMAN
• Pelaku bisa dijatuhi hukuman yang lebih ringan oleh hakim.
• Ini diakui dalam SEMA No. 4 Tahun 2011, bahwa JC layak diberi penghargaan hukum berupa pengurangan pidana. - PERLINDUNGAN DARI ANCAMAN,
JC berhak mendapat perlindungan dari LPSK (Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban), termasuk perlindungan fisik, Identitas dirahasiakan, relokasi jika dibutuhkan. - REHABILITASI NAMA BAIK
Pelaku yang kooperatif dan membantu membongkar kejahatan besar bisa memperoleh pengakuan publik, bahkan dukungan moral dan hukum karena dianggap berani dan berkontribusi positif pada keadilan. - PELUANG PEMBEBASAN BERSYARAT LEBIH CEPAT
Dengan keringanan hukuman dan penilaian positif dari aparat hukum, JC bisa lebih cepat memperoleh hak hak narapidana, seperti Remisi, Pembebasan Bersyarat (PB) dan Cuti Menjelang Bebas (CMB). - DIANGGAP BERTANGGUNG JAWAB DAN BERITIKAD BAIK
Menjadi JC sekaligus telah menunjukkan bahwa pelaku: mengakui kesalahan, tidak melindungi pelaku utama, berniat membantu negara memberantas kejahatan (terutama korupsi, narkotika, terorisme, dll)
Adapun contoh pelaku yang mengajukan JC diantaranya adalah:
- Bharada E dalam kasus pembunuhan yang hanya divonis 1 tahun 6 bulan, jauh lebih ringan dibanding pelaku utama Ferdy Sambo yang divonis seumur hidup dan istrinya Putri Candrawathi divonis 10 tahun, Kuat Ma’ruf divonis 10 tahun dan Ricky Rizal divonis 8 tahun.
Saat ini Bharada E telah bebas dan masih dalam perlindungan LPSK dan menjalani kehidupan baru.
2) Aldita Dyah Ayu Wahyuni (Mantan Bendahara KONI Pusat) dalam kasus korupsi dana hibah Kemenpora KONI tahun 2018. Aldita Dyah bersedia bekerjasama dengan KPK dan membongkar peran Menpora Imam Nahrawi.
Aldita Dyah divonis 2 tahun penjara dan denda Rp. 200 juta. Sedangkan Imam Nahrowi (atasan yang terlibat) divonis 7 tahun penjara dan denda Rp. 400 juta.
Kesimpulannya, negara masih memberi penghargaan kepada pelaku pidana berupa peluang keringanan hukuman pidana dan juga memberikan perlindungan melalui LPSK kepada para pelaku pidana yang mengakui kesalahan dan bersedia membantu APH dalam membongkar kasus tindak pidana.
Peluang menjadi JC ini jauh lebih baik daripada dianggap negara telah berkomplot / berkolusi dengan pelaku kejahatan lainnya dan dianggap telah turut melindungi pelaku kejahatan lain / dianggap turut menikmati hasil kejahatan / dianggap turut memperkaya orang lain. (*)
