Makna Tradisi Managak Batu di Kuburan Serta Manujuah Hari

Oleh: Novfita Risma Yenni (Mahasiswa Sastra Minangkabau FIB Universitas Andalas Padang)

Meninggal dunia merupakan awal perpindahan dari alam dunia sampai ke alam barzah. Roh manusia yang wafat itu akan bangkit saat kiamat kelak. Dalam Islam orang yang meninggal akan dimandikan, dikafani, disholatkan dan dikuburkan. Kita sebagai manusia harus melihat proses proses ini supaya kita sadar akan adanya meninggal itu ada di setiap nyawa yang hidup.

Dalam Alquran Surat Al Takatsur ayat 1-2 bahasa latinnya ayat 1 : Al hakumut takatsur, artinya (bermegah megahan yang telah melalaikan kamu). Ayat ke 2 bahasa latinnya: hatta zurtumul maqabir, artinya (sampai kamu masuk ke dalam kubur) .
Makna dari ke dua ayat tersebut, ahli tafsir berpendapat bahwa bangga dalam berlebih lebihan. Seseorang berusaha memiliki lebih banyak dari yang lain baik harta maupun kedudukan dengan tujuan semata untuk mencapai ketinggian dan kebanggaan, bukan digunakan untuk jalan kebaikan atau untuk membantu orang lain.

Pada ayat ke dua Allah menjelaskan keadaan bermegah megahan di antara manusia atau dengan untuk memiliki lebih banyak akan terus berlanjut ke dalam kubur. Dengan demikian telah menyia nyiakan umur untuk tidak berfaedah baik di dunia maupun di akhirat.
Para ulama berpendapat bahwa berziarah ke kuburan adalah obat penawar yang paling ampuh untuk melunakkan hati, karena berziarah ke kubur manusia kita bisa mengingat bahwa kita akan mati, dengan sendirinya kita takut untuk berbuat yang di larang oleh Allah.

Nabi Muhammad Saw bersabda: “saya pernah melarang kamu berziarah kubur, maka sekarang ziarahi kubur itu. Karena menziarahi kuburan itu akan menjadikan Zuhud dari kemewahan dunia dan mengingat kamu kepada kehidupan akhirat (riwayat Ibnu Majah dari Ibnu Mas’ud).
Tradisi merupakan suatu yang dilakukan sejak lama dan menjadi bagian kehidupan masyarakat, adat turun temurun, generasi ke generasi, yang berasal dari nenek moyang kita dahulu. Tradisi juga termasuk kepercayaan di suatu kampung yang tidak bisa ditinggalkan. Biasanya masyarakat lebih memilih untuk melakukan dan melestarikan tradisi tersebut.

Baca Juga :  Jamaah Yasinan Membludak di Mushola Nurjanah Balimbiang, Bupati Berikan Apresiasi

Nagari Barulak memiliki tradisi atau kebiasaan turun temurun dari dahulunya sampai sekarang melakukan salah satu tradisi manujuah hari. Kegiatan manujuah hari adalah tradisi upacara kematian atau ziarah ke kubur seseorang yang meninggal dunia setelah tujuh hari dimakamkan dan diadakan tradisi seperti managak batu di pemakaman. Managak batu dilaksanakan pada hari ke tujuh setelah mayat dikuburkan. Menujuh hari dilaksanakan dan dihadiri sanak saudara, famili, datuk, wali angku sebagai pemandu berdoa di sana. Manujuah hari ini hanya dilaksanakan oleh kaum laki-laki saja, sedangkan kaum perempuan tuan rumah berada di rumah dan memasak di dapur untuk memasak makanan supaya laki laki setelah selesai kegiatan di pusara mereka datang ke rumah untuk pergi makan bersama dan berdoa bersama nanti nya.

Kegiatan managak batu ini biasanya dilakukan secara bergotong royong serta meletakkan batu nisan dan memberi papan di sepanjang kuburan berbentuk persegi panjang (membentuk pamakaman) dan setelah batu nisan diletakkan selanjutnya menaburi bunga di atas kuburan. Setelah itu dipanjatkan doa bersama yang mana sambah manyabah terhadap orang-orang yang berada di tempat pemakaman. Tuan rumah meminta maaf kepada orang-orang sekitar kalau almarhum ada salah atau hutang yang dibuat nya selama di dunia. Setelah selesai acara, tuan rumah mengajak tamu untuk pergi menaiki rumah dulu untuk makan bersama dan membaca doa bersama untuk almarhum.

Kegiatan managak batu biasanya dilakukan pada pagi hari sesudah sholat subuh. Kegiatan ini sunah bagi laki-laki yang mampu menjalaninya. Biasanya tuan rumah mengundang orang siak (orang alim) dan anak yatim piatu dan dihidangkan makanan. Kegiatan yang dilakukan utama di sana adalah batagak batu nisan, setelah itu baru dilaksanakan acara batagak gala jika almarhum tersebut memiliki gelar pusaka yang ditinggalkannya.
Maksudnya disini, kepada siapa gelar yang ditinggalkannya tersebut akan diwariskan, dan siapa gelar tersebut yang akan menggunakannya lagi. Jika mayat mempunyai gelar atau harta yang akan diwariskan maka itupun harus dilaksanakan pada saat itu juga ditempat tersebut agar semua kaum di kenagarian tersebut tahu dan mengenal secara pasti apa yang seharusnya tersebut.

Baca Juga :  Menhan RI Prabowo Subianto Buka Pacu Kuda Wirabraja Open Race 2023 di Batusangkar

Dalam tradisi tersebut tuan rumah (pihak yang berduka) menyediakan beberapa carano atau piring yang berisikan sirih di dalamnya dan itu diletakan di sekeliling makam tersebut. Bertujuan untuk menampung sedekah yang diberi oleh para peziarah yang datang pada saat itu.
Upacara managak batu tidak hanya dilakukan bagi orang yang bergelar adat tetapi dilakukan kepada semua orang yang meninggal. Setelah upacara menujuh hari kegiatan selanjutnya. Biasanya ada tahlilan, dan tahlilan berlanjut sampai hari ke seratus setiap malam Kamis diadakan tahlilan atau yasinan di rumah yang meninggal. Tahlilan ini tidak diharuskan, namun disesuaikan dengan kehendak tuan rumah. Jika mau melakukan tahlilan sampai hari ke seratus maka akan dilakukan.

Tradisi managak batu bermaksud untuk kita orang yang ditinggalkan agar tradisi ini tetap dilakukan terus menerus dan tidak boleh pudar dan juga managak batu juga bermanfaat bagi semua orang karena bisa menjalin hubungan silaturahmi dimana batagak batu ini dilakukan secara gotong royong.
Berdoa dan melakukan tahlilan dan bersedekah ke orang siak, yatim piatu sesuai kemampuan orang rumah karena sudah mengundang mereka. Tradisi ini merupakan suatu kebiasaan yang dilakukan di daerah nagari Tanjung Barulak. Uniknya, kegiatan hanya dilakukan oleh laki-laki saja dan bagi perempuan yg ikut bagi tuan rumah. Tradisi manujuah hari di kenagarian Tanjung Barulak sudah menjadi kebiasaan yang telah mendarah daging bagi kaum pria disana.