Tanah Datar, JurnalMinang.com. Persaingan untuk pilkada Tanah Datar semakin penuh dinamika. Berbagai balon yang tak pernah disebut publik mulai bermunculan. Koalisi antar partai pun mulai berubah dan memunculkan nuansa baru. Tentu kondisi seperti ini memunculkan ‘kuda hitam’ atau calon alternatif yang potensial yang kemunculannya tidak terduga. Sebutlah misalnya Alex Saputra, Irvan Amran, Edi Arman, dll. Jika disimak rekam jejak masing-masing balon tersebut tentu Edi Arman lebih memiliki peluang cukup strategis untuk menjadi calon wakil bupati. Mengapa?
Edi Arman secara legalitas formal adalah ketua DPC partai Gerindra Tanah Datar. Dia pernah menjadi calon bupati pada tahun 2015 yang lalu dan memperoleh suara terbanyak kedua setelah pasangan Irdinansyah Tarmizi dan Zuldafri Darma. Artinya Edi Arman hampir menang ketika itu. Dari sisi kepartaian sepak terjang Edi Arman bisa dibuktikan. Pada pileg tahun lalu Gerindra bisa memperoleh enam kursi di DPRD Tanah Datar dan menjadi pemenang di pileg tersebut.
Jika struktur pimpinan Gerindra dari DPP dan DPD betul betul melihat prestasi seseorang tentu Edi Arman tidak bisa dipandang sebelah mata. Ketika diminta konfirmasi masalah balonbup ini Edi Arman menyebutkan bahwa dia siap untuk menjadi calon wakil bupati jika ada calon bupati yang lebih potensial mau bergandengan denganya. Di sisi lain, meskipun ketua DPD Gerindra Sumbar sudah menyebut berbagai figur untuk balonbup atau balonwabup untuk Tanah Datar tetapi itu belum harga mati. Semuanya tergantung kepada DPP partai.
“Proses pencalonan untuk balonbup ini sangat dinamis” ungkap Edi Arman pada hari Sabtu, 1 Agustus 2020 ketika menyikapi hiruk pikuk dukungan Gerindra untuk siapa. Jujur dia katakan bahwa partai tentu lebih mendahulukan kader terbaiknya namun faktor faktor lain tetap menjadi pertimbangan.
Direktur pusat kajian politik “Studia Politika” berpendapat bahwa sikap Edi Arman mau legowo menjadi balon Wabup dari Gerindra ini perlu dicontoh. Sebab meskipun Gerindra pemenang pileg di Tanah Datar tidak mesti dipaksakan jadi bupati jika memang tidak memungkinkan. Politik itu meskipun ‘abu abu’ tetap saja harus realistis, ada juga matematika nya” jelas alumnus magister ilmu politik universitas Gajah Mada ini. Jangan sampai Gerindra “merentalkan” partainya kepada yang bukan kader meskipun peluang untuk itu terbuka lebar juga. (Red.Jm).