Kondisi Ruang Cytotoxic RSUD Ali Hanafiah Batusangkar Tak Kunjung Beroperasi: Tanggung Jawab Siapa?

Opini Oleh: M. Intania, S.H. (Wartawan)

“Minyak habih, samba ndak lamak”. Mungkin itulah petuah Minang yang cocok untuk melukiskan gambaran kondisi ruang cytotoxic di RSUD Batusangkar sampai saat ini. Mengapa demikian?

Tak terasa sudah 6 bulan berlalu sejak adanya pemberitaan di media online Jurnal Minang pada tanggal 8 Mei 2025 perihal adanya 2 (dua) proyek tahun anggaran 2024 di RSUD Ali Hanafiah Batusangkar yaitu pembangunan ruang Cytotoxic dan pembangunan ruang CT Scan yang tidak kunjung beroperasi, padahal proyek tersebut diketahui sudah mulai dikerjakan sejak tanggal 21 Juni 2024 dengan masa penyelesaian selama 120 hari kalender. Dengan demikian seharusnya pada akhir September 2024 proyek tersebut sudah bisa diserahterimakan kepada pihak RSUD Ali Hanafiah untuk kemudian dipergunakan / dioperasikan untuk kepentingan masyarakat Tanah Datar.

Kedua proyek tersebut sempat dikunjungi dan diinspeksi oleh Tim Polres Tanah Datar pada tanggal 8 Mei 2025 dan diperoleh keterangan pada waktu itu bahwa belum dapatnya dioperasikan ruangan tersebut karena belum dipasang peralatan pendukungnya.

Hasil tinjauan penulis diketahui bahwa hingga awal November 2025, bangunan Citotoxic tersebut tidak kunjung dioperasikan juga. Diketahui sudah terpasang alat Air Handling Unit (AHU) senilai Rp. 579.900.000.- melalui mekanisme penunjukan langsung yang dananya berasal dari dana BLUD 2025, namun itu ternyata belum juga memenuhi persyaratan dioperasikannya ruang Cytotoxic tersebut karena belum tiba Cytotoxic Drug Cabinet (CDC) yang merupakan hibah dari Kemenkes RI yang tidak jelas entah kapan CDC tersebut sampai ke Tanah Datar.

Maka menjadi pertanyaan mendasar bagaimana tata kelola dan perencanaan pengadaan alat kesehatan di lingkup RSUD Ali Hanafiah ini. Mengapa sebuah proyek yang sudah direncanakan dari anggaran 2024 tidak kunjung dapat dioperasikan hingga hampir ke akhir tahun 2025? Perencanaan seperti apa itu? Kemana keberadaan Inspektorat dan Dinas Kesehatan serta Bupati Tanah Datar dan Lembaga DPRD terkait akuntabilitas proyek di RSUD yang berdampak kepada terhambatnya hak masyarakat memperoleh manfaat dari proyek dana negara.

Baca Juga :  Alek Pacu Jawi di III Koto Kec. Rambatan Ditutup Secara Resmi Oleh Bupati Tanah Datar

Ada beberapa hal yang perlu disampaikan kepada publik terkait lambatnya operasional proyek pemerintah ini sbb:

1) Sebuah proyek yang tertunda operasionalnya mengindikasikan ada sesuatu yang salah, baik dalam perencanaan, proses atau pelaksanaannya. Sehingga azas manfaat dari proyek tersebut itu pun menjadi terabaikan.

2) Proyek Alkes, selain untuk menambah kualitas dan fasilitas sebuah RSUD, juga dapat memberikan tambahan pendapatan PAD. Dari sisi ekonomi, jika sebuah proyek tertunda operasionalnya, maka otomatis merugikan keuangan daerah juga karena tertunda pemasukan PADnya.

“Maka jangan salahkan kalau angka PAD susah bertambah bila sumbernya mandek. Seperti sumber PAD yang diharapkan dari bisnis Perumda Tuah Sepakat yang mandek karena diduga salah kelola. Kemana peran DPRD selama ini yang cuma tahu nya meminta pemerintah daerah untuk meningkatkan PAD tetapi tidak memberikan solusi” ujar Wan Labai sok merasa bijak.

3) Terasa janggal jika sebuah proyek skala daerah diadakan namun sumber pendanaanya 2 kali di rentang tahun yang berbeda ditambah barang hibah yang tidak jelas kapan datangnya.

3.1). Tgl 2 Juli 2024 s/d 29 Oktober 2024 dilaksanakan pembangunan ruang Cytotoxic dengan pagu dana sekitar 1,2 miliar rupiah bersumber dari dana DAK untuk bangunan ukuran 6×10 meter persegi dan 6 ruangan perawatan bagi penderita kanker serta ruangan untuk mencampur obat kanker.
3.2). Pemasangan peralatan Air Handling Unit (AHU) senilai Rp. 579.900.000.- melalui mekanisme penunjukan langsung berasal dari dana BLUD tahun 2025.
3.3). Sedangkan peralatan Cytotoxic Drug Cabinet (CDC) yang merupakan hibah dari Kemenkes RI yang bersumber dari Dana Program SIHREN yang dijadwalkan sampai di RSUD Ali Hanafiah Batusangkar pada triwulan III Tahun 2025 masih belum diketahui keberadaannya sampai saat ini.
3.4). Maka perlu pendalaman oleh APH untuk menilai kelayakan proyek pembangunan ruang Cytotoxic ukuran 6×10 meter persegi berikut ruangan lainnya itu bernilai sekitar 1,2 miliar, dan apakah layak juga peralatan AHU untuk ruang Cytotoxic Rumah Sakit bernilai 579 jutaan rupiah? Karena dari penelusuran di vendor penyedia AHU seperti Indotrading, harga AHU untuk ruang Cytotoxic di kisaran 93 jutaan rupiah.

Baca Juga :  Polri Kerahkan Mobil Dapur Umum, Logistik, Kapal hingga Perahu Karet Bantu Korban Banjir NTT

4) Keterlambatan dioperasikannya fasilitas pengobatan kanker, tentu saja merugikan daerah dan masyarakat. Alih alih Tanah Datar bakal punya fasilitas pengobatan kanker sehingga masyarakatnya tidak perlu berobat ke luar kota dan fasilitas RSUD Ali Hanafiah bertambah lengkap, keterlambatan ini malah mencoreng citra profesionalisme manajemen RSUD dan juga mengganggu citra Dinas Kesehatan dan pemerintah daerah Tanah Datar.

“Padahal peresmian fasilitas pengobatan kanker ini bakal jadi kebangganan masyarakat Tanah Datar dan tentu saja bakal menambah PAD yang dapat jadi kebanggaan Bupati Tanah Datar untuk meresmikannya” gumam Wan Labai mencermati tata kelola dan kemampuan koordinasi lintas sektoral pejabat Tanah Datar.

Makanya perlu dilakukan monitoring dan evaluasi (monev) secara konsisten dan pengawasan yang bertanggungjawab dari Lembaga DPRD juga. Bukankah katanya bupati Eka Putra punya link ke pusat? Cobalah bantu dan buktikan networkingnya agar peralatan CDC hibah dari Kemenkes RI dapat dipercepat kedatangannya. Jangan pula hal ini dijadikan alat pencitraan semu karena memang sudah kewajiban kepala daerah untuk melakukannya!

Perlu dicermati bersama bahwa sebuah proyek yang bermasalah itu biasanya rentan dengan potensi korupsi, baik itu korupsi keuangan negara, korupsi waktu dan tertundanya azas manfaat, maupun korupsi gratifikasi, dll. Apalagi jika proyek tersebut diadakan menjelang Pilkada, ada potensi kepentingan terselubung di baliknya.

Maka kembali penulis menyuarakan pentingnya keterbukaan informasi publik dan pentingnya pemerintah melibatkan peran aktif masyarakat untuk mengawal jalannya penerapan roda pemerintahan yang baik (good governance) dan pemerintahan yang bersih (clean government) sebagaimana diamanatkan dalam UU No. 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme serta peraturan turunan lainnya.

Baca Juga :  Mengenal Heatwave dan Dampaknya

Jika ada pejabat daerah baik itu kepala OPD, kepala daerah atau pimpinan DPRD yang alergi dengan peran serta masyarakat dan alergi dengan keterbukaan informasi publik, maka patut diduga ada kepentingan terselubung di dalamnya yang bisa jadi mereka turut serta di dalamnya.

Dan kita ketahui bersama bahwa pejabat daerah sudah dipanggil KPK RI ke Jakarta untuk pernyataan sikap atas komitmen pemberantasan korupsi di daerah. Selanjutnya pejabat KPK RI telah hadir di Gedung Indo Jalito Batusangkar pada tanggal 4 November 2025 untuk menghadiri Rapat Koordinasi Pencegahan Korupsi Kabupaten Tanah Datar.

Pejabat KPK RI juga mendengarkan komitmen Bupati Tanah Datar, Eka Putra dan Ketua DPRD Tanah Datar, Anton Yondra yang mendukung pelaksanaan pencegahan korupsi di Tanah Datar dan juga mendukung pelaksanaan efisiensi anggaran.

Nah, semoga pelaksanaan proyek proyek daerah seperti di RSUD Ali Hanafiah dan di Perumda Tuah Sepakat serta di OPD lainnya bebas dari unsur korupsi, kolusi dan nepotisme serta benar benar dibuktikan realisasi efisiensinya.

Dan semoga komitmen pencegahan dan pemberantasan korupsi, kolusi dan nepotisme di Tanah Datar bukan sekedar jargon kosong belaka.

“Semoga komitmen pencegahan dan pemberantasan KKN itu bukan sekedar dimuliakan dalam kata-kata, diagungkan di hadapan pejabat pusat, namun dikhianati dalam kebijakan dan realita” gumam Wan Labai mentutup tulisan ini.

Akankah bentuk komitmen tersebut dituangkan dalam bentuk Peraturan Daerah (Perda) atau dalam bentuk Peraturan Bupati (Perbup)? Atau malah nanti ada contoh oknum pejabat daerah yang bakal berurusan dengan aparat penegak hukum terkait KKN? Biarlah waktu yang membuktikan! (*)