Opini  

Kedaulatan Nagari Diusik, Ninik Mamak Protes Melalui Surat Kebijakan Bupati Tanah Datar

Opini Oleh: Muhammad Intania, SH
(Advokat & Pengamat Sosial Politik)

“Rajo Alim, Rajo Disambah. Rajo Lalim (Zalim), Rajo Disanggah”. Begitulah pepatah Minang menggambarkan perilaku seorang pemimpin dan reaksi rakyat kepada pemimpinnya atas tindak tanduk yang dilakukan pemimpin kepada rakyatnya sendiri.

Ninik Mamak Nagari Pagaruyung yang diwakili oleh Ketua KAN Pagaruyung bereaksi keras kepada Bupati Tanah Datar, Eka Putra, SE, MM c/q Kepala Dinas PUPR Kabupaten Tanah Datar begitu mengetahui lahan SMPN 2 Batusangkar dan SDN 20 Baringin yang berada dalam wilayah Nagari Pagaruyung, Kecamatan Tanjung Emas akan disertifikatkan oleh Pemkab Tanah Datar melalui Nagari Baringin, Kecamatan Lima Kaum.

Tindakan oknum pejabat Pemkab Tanah Datar tersebut sama saja dengan “melegalisasi” diam diam pengurangan wilayah nagari dan wilayah tanah ulayat di Nagari Pagaruyung serta menambahkan secara diam diam ke wilayah Nagari Baringin.

Tentu saja Ninik Mamak Nagari Pagaruyung meradang karena menyangkut HARGA DIRI dan MARWAH NINIK MAMAK selaku penjaga sako dan pusako di nagarinya yang akan dipertanggungjawabkan kepada anak kemenakan dan generasi mendatang. Selain itu, juga menyangkut KEDAULATAN WILAYAH nagarinya yang akan “dicomot diam diam” untuk dialokasikan ke wilayah nagari lain oleh oknum pejabat Pemkab Tanah Datar tanpa melibatkan dan tanpa sepersetujuan stakeholder Nagari Pagaruyung terkait.

Tindakan oknum pejabat Pemkab Tanah Datar tersebut juga dapat dipandang sebagai tindakan melecehkan kewibawaan Ninik Mamak Nagari Pagaruyung yang “indak dibaok sato” dan “ditelikung” dalam mengurusi wilayah nagari dan ulayat nya sendiri serta dipandang tidak menghormati Adat Salingka Nagari yang berlaku di Kenagarian Pagaruyung.

Maka sangat wajar dan patut diapresiasi respon cepat Ninik Mamak Nagari Pagaruyung yang mengirim Surat Keberatan kepada Bupati Tanah Datar, Eka Putra pada hari itu juga, Senin, 22 April 2024 begitu mendengar lahan yang masuk wilayah Nagari Pagaruyung diukur ulang atas permintaan Pemkab Tanah Datar atas dasar dokumen dari Pemerintah Nagari Baringin, padahal diketahui khalayak ramai dan fakta sejarah yang menyatakan bahwa lahan tersebut berada dalam kewenangan ulayat Nagari Pagaruyung, bukan Nagari Baringin!

Surat Keberatan yang dibuat langsung oleh Ketua KAN Pagaruyung itu turut ditanda-tangani oleh Wali Nagari Pagaruyung dan Ketua BPRN Pagaruyung dengan cap stempel masing-masing. Maknanya adalah bahwa hal itu adalah PERKARA SERIUS dimana upaya mensertifikatkan lahan yang berada dalam wilayah Nagari Pagaruyung tapi akan dipindahkan ke wilayah Nagari Baringin oleh oknum pejabat Pemkab Tanah Datar adalah sebuah tindakan yang TIDAK PATUT dan ILLEGAL serta menyinggung MARWAH dan KEDAULATAN stakeholder Nagari Pagaruyung.

Surat Keberatan tersebut juga dapat dimaknai sebagai PERINGATAN KERAS kepada Bupati Eka Putra agar tidak melangkah terlalu jauh karena dapat berpotensi terjadinya konflik ketidakstabilan keamanan dan gejolak ketidakstabilan politik di masa tahun politik menuju Pilkada 2024 ini.

Baca Juga :  Mengenal Kearifan Lokal Pagang Gadai Kelapa di Nagari Limakaum

Juga dapat dimaknai agar Bupati Eka Putra tidak menjadi pemicu konflik horizontal di dalam masyarakatnya sendiri. Jika terjadi, tentu hal ini akan merugikan reputasi dan elektabilitas serta popularitas Bupati Eka Putra yang akan ikut kontestasi Pilkada pada November 2024 nanti.

Penulis mencoba mengamati kenapa Pemkab Tanah Datar begitu ngotot untuk mensertifikatkan lahan SMPN 2 Batusangkar dan SDN 20 Baringin tersebut pada tahun 2024 ini dengan analisa sebagai berikut:

  1. Beralasan menjalankan amanat Pemerintah Pusat bahwa semua lahan sekolah jika ingin dapat dana DAK / DAU maka harus memiliki sertifikat (status lahan clean and clear). Maksud dan tujuannya bagus, namun cara yang ditempuh salah / illegal.
  2. Jika ke 2 sekolah tersebut sudah dianggarkan dalam APBD 2024 dan akan mendapatkan proyek DAK / DAU atau proyek lainnya, maka proyek proyek tersebut TERANCAM GAGAL karena status lahan belum clean and clear. Sedangkan alokasi anggaran di tentukan by name by address, jika gagal, maka tidak dapat dialokasikan ke tempat lain, dan akan jadi temuan oleh BPK serta DPRD Tanah Datar.
  3. Jika proyek gagal, tentu reputasi Bupati Eka Putra dipertaruhkan dimata rakyat akibat kecerobohan tim nya sendiri.
  4. Juga sebagai dokumen resmi untuk menghadapi gugatan PMH di PN Batusangkar karena secara hukum Pemkab Tanah Datar tidak bisa mengklaim lahan tersebut milik Pemkab / dalam penguasaan pihak Pemkab Tanah Datar. Pihak Pemkab hanya di beri Hak Pakai saja dan Hak Pakai tersebut sudah DICABUT !

Sekarang pihak Pemkab Tanah Datar berada dalam posisi dilematis. Sudahlah bersengketa dengan pemilik lahan, eh secara ceroboh membuat Ninik Mamak Pagaruyung meradang karena tanah dalam wilayah Nagari Pagaruyung “dicomot” diam diam oleh oknum pajabat Pemkab Tanah Datar untuk dipindahkan ke wilayah Nagari lain secara sepihak.

Maka bertambahlah elemen-elemen masyarakat yang TIDAK BERSIMPATI kepada sepak terjang Pemkab Tanah Datar dibawah kepemimpinan Bupati Eka Putra. Padahal diketahui bersama bahwa kedudukan Ninik Mamak sangat terhormat dalam tatanan kehidupan bermasyarakat di Luhak Nan Tuo, eh bisa bisa nya “dilecehkan” oleh oknum pejabat Pemkab Tanah Datar. Tentu saja Bupati Eka Putra sebagai pemimpin tertinggi daerah harus bertanggung jawab atas tindakan bawahannya.

“Kan dek itu lah, dek egois menutup pintu negosiasi dengan pihak lain, akibatnya menjadi ceroboh dan bertindak tidak patut. Cubo lah tiru gaya kepemimpinan mantan bupati 2 periode Bpk. Shadiq Pasadigue dan mendiang bupati Alm. Irdinansyah Tarmizi. Banyak banyaklah menerima masukan dari beragam pihak, bukan dari 1 sumber saja. Dan jangan suka mengkotak kotakkan orang lain.” gumam Wan Labai menyimak gaya kepemimpinan Bupati Eka Putra seraya menghisap kretek merahnya.

Sikap Pemkab Tanah Datar yang membuat Ninik Mamak Nagari Pagaruyung ini turun tangan sebenarnya tidak perlu terjadi bilamana Bupati Eka Putra arif dan bijaksana sebelum mengeluarkan sebuah keputusan / instruksi. Mampu mendalami sumber masalah dan mampu memfilter potensi masalah.

Baca Juga :  Ada Apa Dibalik Kisruh Pemilihan Anggota BPRN Pangian 2023-2029?

Jika tidak tahu sejarah dan tidak disodorkan dokumen dokumen terkait secara lengkap oleh bawahan untuk dipahami bupati, serta tidak diberi saran dan pendapat akuntabel dari para “pembantu” bupati, maka Bupati Eka Putra akan kesulitan menentukan keputusan terbaik. Bisa bisa instruksi yang diberikan menjadi salah dan blunder bagi Bupati Eka Putra itu sendiri. Bisa jadi seperti yang terjadi saat ini!.

Manakala Bupati Eka Putra meng”amin”kan langkah bawahannya untuk mencomot lahan wilayah Nagari Pagaruyung dimasukkan ke Nagari Baringin secara melawan hukum, maka tindakan tersebut dapat dikategorikan sebagai tindakan penyalahgunaan wewenang jabatan (abuse of power), baik itu berupa melampaui wewenang, mencampuradukkan wewenang, ataupun bertindak sewenang-wenang sebagaimana termuat dalam UU No. 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan. Bukan tidak mungkin terjadi ada dugaan tindak pidana kejahatan jabatan.

Penulis sudah memberi kesempatan untuk klarifikasi dan meminta keterangan kepada Bupati Eka Putra dan Kadis PUPR serta Kabag Hukum Pemkab Tanah Datar perihal Surat Keberatan dari KAN Pagaruyung ini dan dampak politis yang bisa timbul jika seandainya Bupati Eka Putra ingin membenturkan masyarakat hukum adat Pagaruyung VS Baringin, namun sampai artikel ini dirilis media Jurnal Minang, ketiga pejabat tersebut memilih untuk bungkam.

“Bagaimana mau menjadi pejabat publik yang berintegritas tinggi kalau terlihat alergi untuk memberikan keterangan kepada publik?” tanya Wan Labai memaknai ketiga pejabat tersebut yang kompak bungkam karena isu sensitif ini.

Padahal persoalan sengketa lahan ini tidak perlu melebar kemana mana sehingga berpotensi terjadi konflik horizontal dan konflik agraria antar masyarakat adat, bilamana Bupati Eka Putra bisa menyimak dan memahami dengan arif dan bijaksana tawaran dari Advokat pihak Pemilik Lahan.

Sebelumnya Advokat dari Pemilik Lahan pada bulan September 2023 sudah bertemu 4 mata dengan Bupati Eka Putra di Gedung Indo Jalito dan sudah menyampaikan solusi terbaik untuk menghindari sengketa agraria. Tawaran tersebut semata mata murni untuk menghindari sengketa ke jalur litigasi (pengadilan) karena akan berdampak politis tidak baik bagi karir Bupati Eka Putra nantinya. Sayangnya tawaran tersebut dipandang berbeda oleh pihak lingkaran Bupati Eka Putra, hehehe.

Tawaran tersebut berupa memberi keleluasaan kepada Bupati Eka Putra untuk ambil lahan sekolah SDN 20 Baringin dan SMPN 2 Batusangkar dengan cara DIHIBAHKAN kepada Pemkab Tanah Datar TANPA GANTI RUGI, cukup dengan cara membantu klien Advokat untuk disertifikatkan tanah tanah klien lainnya. Jadi, BUKAN meminta Pemkab mensertifikatkan lahan SD dan SMP serta lahan lainnya atas nama klien, kemudian baru diserahkan kepada Pemkab!.

Tawaran kedua berupa opsi tukar guling. Kedua tawaran tersebut di tolak Bupati Eka Putra yang menawarkan bahwa akan menyelesaikan masalah sengketa lahan tersebut di tahun 2024 begitu terpilih jadi Bupati Tanah Datar kedua kalinya. Sebuah tawaran yang jelas jelas Advokat tolak karena tidak terukur!

Baca Juga :  Lockdown Dalam Konteks Budaya Minangkabau

“Hehehe hal sederhana ini saja diartikan berbeda, gimana tidak makin kompleks masalah tersebut. Padahal peran Advokat tersebut adalah sebagai fasilitator, eh malah dianggap sebagai penghalang. Ya sudah lah, hadapi aja kondisi sekarang ini. Mana udah masuk tahun politik!” ujar Wan Labai yang miris melihat pola pikir orang lain tentang peran mulia seorang Advokat.

Seandainya tawaran Advokat itu diterima Pemkab Tanah Datar, maka Pemkab sangat diuntungkan karena tidak keluar duit (kalaupun keluar duit hanya sebatas biaya pengurusan sertifikat untuk klien dan untuk Pemkab itu sendiri) serta untuk acara seremonial penanda-tanganan MOU. Selain itu Pemkab punya dasar peralihan hak yang jelas dan sah, dan otomatis Pemkab dapat “durian runtuh” dengan pertambahan nilai asset lahan sekolah tersebut secara sah.

Jika harga tanah di dalam kota Batusangkar setara Rp. 3 juta / meter dan luas lahan sekitar 5.660 meter/segi, maka Pemkab Tanah Datar akan mendapat nilai asset tanah sekitar Rp. 16,98 miliar sehingga akan melonjak nilai asset Pemkab di LKPJ Bupati dan otomatis akan merubah postur APBD lebih baik. Kalau itu terjadi, itu baru prestasi seorang Bupati Eka Putra!

Sayangnya kesempatan emas itu seperti di sia-sia kan oleh Bupati Eka Putra. Padahal jika bisa direalisasikan, maka otomatis akan bersinar reputasi Bupati Eka Putra karena dianggap bisa menyelesaikan PR yang ditinggalkan Bupati Bupati sebelumnya dengan cara musyawarah untuk mufakat (non litigasi) berkat kerjasama apik dengan Advokat dan keluarga besar klien, hehehe.

Advokat tentu saja menolak dengan tegas tawaran untuk menyelesaikan sengketa lahan tersebut pada tahun 2024 jika menang Pilkada kembali. Alasan logisnya sederhana saja, iya kalau terpilih, kalau tidak terpilih bagaimana? Jaminan tertulisnya apa? Sementara waktu berjalan hampir 1 tahun tanpa kepastian, hehehe. Yang sekarang aja masih banyak janji politik yang belum dipenuhi!.

Padahal jika ada MoU antara Klien dengan Bupati Eka Putra pada akhir tahun 2023 lalu, dimana Klien bersedia menghibahkan lahan kepada Pemkab tanpa Ganti Rugi, dan Pemkab bersedia membantu mensertifikatkan lahan milik klien lainnya, maka pamor Bupati Eka Putra semakin cemerlang dan makin membuat mulus untuk maju pada periode kedua. Tapi… ya sudahlah! Nasi sudah menjadi bubur!

Maka tidak salah Salam Perubahan disuarakan masyarakat Tanah Datar untuk mendapatkan pemimpin yang lebih kompeten, lebih independen, tidak mengkotak kotakan berdasarkan isu warna partai, isu ego kedaerahan, dll, dapat merangkul semua kalangan, lebih santun, lebih beretika dan lebih professional serta lebih menghargai ninik mamak, alim ulama dan cerdik pandai.

— sekian —