KASUS UJARAN KEBENCIAN DI INDONESIA SEMAKIN MENGKHAWATIRKAN!

Oleh: Fitri Nur Azizah dan Gerta Prayoga (Mahasiswa Universitas Andalas, Padang)

Data dari Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo RI), menunjukkan bahwa lonjakan konten negatif yang menjadi pemicu ujaran kebencian di platfom media sosial makin meningkat dari tahun ke tahun. Kominfo mencatat bahwa telah lebih dari 1 juta konten negatif telah dilakukan penghapusan dari berbagai media sosial sepanjang tahun 2023.

Konten yang paling banyak ditemukan dari jumlah yang dihapus yaitu konten yang memicu ujaran kebencian di medias sosial seperti SARA (Suku, Agama, Ras, dan Antargolongan), politik, dan personal attack.

Menurut laporan Kominfo ujaran kebencian itu paling rawan terjadi di media sosial yang paling umum digunakan oleh masyarakat Indonesia seperti facebook dengan tingkat ujaran kebencian paling tinggi yaitu mencapai 38,7%, dibawahnya twitter yaitu sekitar 23,2% dan youtube 16,4%.

Penyebabnya yaitu system algoritma yang sering muncul memuat konten viral yang negatif tanpa difilter paling sering muncul dan memicu tindakan ujaran kebencian tersebut. Perusahaan teknologi besar seperti META mengaku telah menghapus konten negative lebih dari 30 juta pada tahun 2023.

Menurut psikolog Dian Pratiwi, M.Psi, ujaran kebencian ini memberikan efek psikologis yang serius bagi korbannya. “Korban bisa mengalami stres, kecemasan, bahkan trauma. Tidak sedikit yang akhirnya menarik diri dari dunia digital dan sosial,” ujar Dian saat dihubungi Harian Digital Nusantara, Jumat (24/5).

Ujaran kebencian ini juga berdampak pada hubungan bermasyarakat yaitu dapat memperlebar jarak antar masyarakat, hubungan berkelompok jadi memburuk, dan juga memicu konflik yang horizontal.

Undang-undang yang mengatur hukuman untuk pelaku ujaran kebencian kebencian di media sosiaitu terdapat di Pasal 27 ayat (3) yang berbunyi: “Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik.”

Baca Juga :  Dosen UIN Mahmud Yunus Batusangkar Lakukan Upaya Peningkatan Literasi Melalui Program INSPIRE

Adapun sanksi nya yaitu berupa pidana penjara paling lama 4 tahun dan/atau denda paling banyak Rp 750.000.000,00 (tujuh ratus lima puluh juta rupiah). kemudian Pasal 28 ayat (2) UU No. 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), yang berbunyi: “Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA).”

Dengan sanksi pidana bagi pelaku yaitu penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).” Selain itu, Pasal 156 dan 156a KUHP juga mengatur tentang ujaran kebencian berbasis SARA dan penodaan agama, yang berbunyi: Pasal 156 “Barang siapa di muka umum menyatakan perasaan permusuhan, kebencian, atau penghinaan terhadap satu atau beberapa golongan rakyat Indonesia, dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 4.500.000,00.”

Pasal 156a KUHP “Dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya 5 (lima) tahun barangsiapa dengan sengaja di muka umum mengeluarkan perasaan atau melakukan perbuatan: a. yang bersifat permusuhan, penyalahgunaan atau penodaan terhadap suatu agama yang dianut di indonesia b. dengan maksud agar orang tidak menganut agama apapun juga yang bersendikan Ketuhanan Yang Maha Esa.”

Upaya yang dilakukan oleh pemerintah Bersama masyarakat dalam menekan angka ujaran kebencian yaitu dengan terus melakukan kampanye anti-hoaks. Tindakan lain yang dilakukan sepert menyelenggarakan edukasi melalui media online ke berbagai kalangan. Kominfo juga mengharapkan partisipasi seluruh warga untuk melaporkan semua konten yang merujuk pada hal negatif melalui situs aduankonten.id.

Banyak kasus yang yang ramai diperbincangkan di kalangan masyarakat tentang ujaran kebencian di media sosial ini, yang paling popular yaitu kasus Jozeph Paul Zhang. Kasus yang melakukan penistaan Agama, yang ia lakukan di kanal YouTube. Video tersebut memicu kemarahan masyarakat dan atas tindakannya ini Jozeph Paul Zhang dijerat UU ITE dan KUHP pada 2021 lalu.

Baca Juga :  Mahasiswa KKN Unand 2024 di Nagari Salimpauang Gelar Sosialisasi dan Praktek POC dan Pestisida Nabati

Di kalangan selebritis juga terdapat beberapa artis yang kerap menjadi korban dari ujaran kebencian di media sosial yang berupa body shaming dan cyberbullying di Instagram dan Twitter. Contoh artis yang menjadi korban seperti Nagita Slavina, Ayu ting ting, Lesti kejora, Riski billar, Baim wong, Jerinx SID, Inul Daratista, dan lain lain.

Di kalangan para mahasiswa pun begitu, banyak terjadi kasus ujaran kebencian di sosial media, terutama di kampus kampus besar di Indonesia. Hal ini bisa terjadi karena prilaku prilaku yang mereka lakukan di sosial media, mahasiswa yang notabene nya Gen Z tentunya memiliki peran dan andil besar dalam media sosial, namun tidak semua mahasiswa yang bisa menggunakan media sosial dengan baik dan benar.

Terkadang malah mereka sendiri yang terjerumus kedalam hal hal negatif sosial media, termasuk kasus ujaran kebencian ini. Salah satu mahasiswa unand mengatakan bahwa “kasus ujaran kebencian yang sering terjadi di Indonesia disebabkan oleh sikap negatif seperti menghina dan cacian, itu berasal dari lingkungan sekitar mereka, pengaruh dari pergaulan yang tidak sehat menjadi salah satu faktor terjadinya kasus ujaran kebencian ini” ujar mahasiswa tersebut.

Namun peran pemerintah juga diperlukan karena, pemerintahlah yang menjadi penolong para korban kasus ujaran ini, bukan mala sebaliknya menjadi tameng bagi para pelaku ujaran kebencian. Pemerintah harus lebih peduli dan tau bagaimana cara agar kasus yang seperti ini tidak terjadi lagi kedepan nya, dengan meningkatkan hukum dan undang undang terkait ujaran kebencian, setidaknya memberikan sedikit rasa aman bagi masyarakat dalam bermedia sosial.

Tindakan ujaran kebencian ini diharapkan untuk segera dihentikan, karena tindakan ini tidak sedikit memakan korban. Dengan kerjasama pemerintah, warga serta pihak pihak yang terkait, diharapkan kasus ujaran kebencian ini bisa berkurang sehingga menciptakan aman dalam bermedia sosial. (*)

Baca Juga :  UIN Mahmud Yunus Batusangkar Kembali Kukuhkan Dua Orang Profesor

Sumber gambar: Hikmah online. Diakses dari google free access