Oleh: Hasrat Setyaningsih (Mahasiswa Ilmu Politik, FISIP Universitas Andalas)
Apa yang anda bayangkan tentang generasi Z, i-gen, generasi influencer? Mendengar namanya saja sudah terasa sulit untuk dilafalkan. Ya, inilah sebutan bagi kaum generasi bangsa yang lahir pada tahun 1997 hingga 2012. Sebutan yang diberikan untuk generasi ini bukan hanya penamaan semata, Gen Z juga dikenal dengan generasi yang sudah lekat dengan perkembangan teknologi dan kaya akan informasi.
Menurut Corey Seemiller dan Meghan Grace (2018) dalam bukunya Generation Z: A Century in the Making, Gen Z adalah generasi yang sangat beragam dan global serta dibentuk oleh perubahan sosial dan teknologi. Banyak para ahli berpendapat bahwa generasi ini akan menjadi kekuatan dominan dalam membentuk masyarakat dan ekonomi masa depan, dikarenakan Gen Z dipercaya memiliki potensi yang besar untuk menciptakan perubahan positif lewat perkembangan teknologi dan komitmen terhadap isu-isu sosial.
Dengan apa yang telah menjadi nasib Gen Z yang lahir di tengah pesatnya laju perkembangan teknologi dan informasi membuat generasi ini lebih maju secara signifikan dibanding generasi sebelumnya. Selain itu, Gen Z juga dinilai lebih mandiri dan mampu untuk beradaptasi dengan perubahan global saat ini. Ini membantu negara kita untuk bisa lebih maju dalam pembaruan sistem demokrasi kearah yang lebih baik.
Media sosial menjadi bukti nyata dari perkembangan teknologi saat ini. Menurut Van Djick dan Poell (2013) media sosial memilik empat elemen logika dasar yaitu popularitas, keterhubungan, datafikasi dan kemampuan program. Empat elemen ini mampu menjadi arus informasi dan memegang kendali utama dalam sistem politik sebuah negara saat ini. Negara sebagai regulasi perlu menegakkan kebijakan mengenai pemanfataan informasi di media massa untuk meningkatkan partisipasi masyarakat khususnya Gen Z dalam sistem politik.
Penelitian telah menunjukkan bahwa teknologi digital seperti sosial media memberikan pengaruh tersendiri terhadap partisipasi politik masyarakat. Mengingat sebagian besar pemakai media sosial adalah dari kalangan Gen Z, perlu adanya sosialisasi dari pemerintah agar generasi ini dapat berpartisipasi dalam perpolitikan dengan cara yang benar.
Robert Dahl (1971) menyatakan bahwa partisipasi politik melibatkan “keterlibatan warga dalam proses pembuatan keputusan politik yang memengaruhi mereka.” Pendidikan politik perlu ditanamkan agar nilai-nilai dari demokrasi tidak hilang ditelan perkembangan teknologi yang secara tidak sadar mulai menghapus nilai dari demokrasi itu sendiri.
Kelompok peneliti dari Program Studi Hubungan Internasional, Universitas Slamet Riyadi mencoba untuk menerapkan sosialisasi ini dengan pengabdian terkhusus kepada Gen Z yang menjadi objek pengamatan. Dalam jurnalnya yang berjudul “Penguatan Nilai Demokrasi Melalui Peran Gen Z Indonesia dalam Media Online” ditemukan bahwa permasalahan ditemukan pada perilaku Gen Z dalam partisipasi politiknya yang instrumental dan informatif dibanding strategis.
Penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Putri Yolanda, H., & Halim (2020) dalam jurnal ini memberikan hasil mengenai perilaku Gen Z yang aktivitasnya cenderung hanya melihat atau membaca saja, sementara mereka tidak banyak terlibat dalam aktivitas menyimpan informasi dan melibatkan orang lain, seperti dalam komunitas gerakan politik di media online.
Selain itu penelitian Saifuddin (2011) juga menunjukkan adanya potensi masuknya paham radikal dengan sasaran Gen Z melalui literatur maupun kegiatan ekstrakurikuler. Kelompok mahasiswa menjadi sasaran agen radikalisme dengan indoktrinasi ideologis, ini menjadi masalah serius bagi pemerintah dalam menjaga nilai-nilai demokrasi pada Gen Z, maraknya penyebaran informasi palsu di media sosial menjadi momok menyeramkan bagi pemerintah yang mana pada kondisi ini media sosial memiliki kekuatan besar dalam mempengaruhi opini publik dan eksistensi demokrasi itu sendiri.
Keterlibatan masyarakat khususnya Gen Z menjadi perhatian pemerintah dalam sosialisasi pendidikan politik. Usia yang masih tergolong produktif membuat pendidikan politik yang akan disosialisasikan mungkin akan sedikit mudah dengan memanfaatkan teknologi yang ada. Di dalam jurnalnya, penulis melakukan pengabdian sebagai hasil akhir penelitiannya dengan mengadakan sosialisasi penanaman nilai demokrasi kepada Gen Z lewat media sosial. Seperti penggunaan media online dengan aplikasi zoom untuk memberikan sosialisasi secara daring oleh pembicara elit-elit politik, ini juga mempermudah Gen Z dari berbagai daerah untuk dapat ikut serta dalam sosialisasi.
Praktek dari Gen Z terhadap demokrasi bisa dilihat dari partisipasi mereka dalam memilih. Gen Z perlu untuk memahami apa politik itu dan bagaimana sistem nya berjalan dengan baik untuk menyejahterakan masyarakat, ini sesuai dengan sistem politik Indonesia yaitu demokrasi. Seperti yang dikemukakan Harold Lasswell (1936) yang mendefenisikan partisipasi politik sebagai "siapa yang mendapat apa, kapan, dan bagaimana dalam politik”.
Perlu adanya demokratisasi bagi negara Indonesia di tengah-tengah kemajuan teknologi, sehingga keberadaan teknologi tidak semata-mata hanya modernisasi mode belaka namun juga dengan perilaku demokrasi yang semakin baik dalam penguatan sistem politik Indonesia. Perilaku memilih ini tentu harus didasari dengan nilai-nilai demokrasi yang kuat, sebab suara generasi muda sangat berpengaruh terhadap masa depan negara ini.
Sebagai generasi muda kita perlu berhati-hati dengan berbagai macam informasi yang muncul, biasakan membaca sebelum menelan informasi yang ada dan bijak dalam memilah informasi. Jangan mau diperalat dengan teknologi, namun kitalah yang membuat inovasi dari teknologi untuk memajukan kesejahteraan bangsa dan negara ke arah yang lebih baik.
(*)