Oleh: Ahmad Rizal Caniago (Akademisi dan Peneliti)
Pakar hukum Tatanegara yang sedang naik daun di pentas nasional Dr.Feri Amsari sering berpendapat di beberapa Chanel YouTube dan TV nasional bahwa demokrasi kita sedang dirusak. Salah satu tanda nya adalah tercipta nya kotak kosong melawan satu pasangan calon pada pilkada sejak beberapa tahun belakangan ini. Padahal tidak ada logikanya kotak kosong tersebut. Dia tidak punya visi dan misi. Hanya benda mati tapi disediakan juga untuk dipilih. Dan anehnya ada pula yang menang. Hahaha.
Sepertinya calon tunggal lawan kotak kosong ini akan terjadi pula di Pilkada kabupaten Dharmasraya tahun 2024 ini. Mengapa demikian?
Dari informasi yang dihimpun dari berbagai sumber di Dharmasraya bahwa KPU Dharmasraya telah menerima berkas pendaftaran Bakal Pasangan Calon Bupati dan Wakil Bupati Kabupaten Dharmasraya Tahun 2024 ini yaitu
Annisa Suci Ramadhani dan Leli Arni pada Rabu (28/8/2024) sekitar pukul 14.48 WIB yang diantar langsung oleh Ketua dan Sekretaris Partai Pengusung yang perolehan suara sah nya 93,66 % terdiri dari:
- GOLKAR : 18,68 %
- PDIP : 18,48 %
- PAN : 12,63 %
- GERINDRA : 11,57 %
- PKB : 11,09 %
- DEMOKRAT 6,98 %
- PKS : 5,69%
- PPP : 4,45 %
- HANURA : 4,09 %
Artinya, total suara partai yang sah berdasarkan pileg bulan Februari yang lalu sebanyak 137.701 suara. Sedangkan suara koalisi yang dihimpun pasangan dua wanita tersebut sudah berjumlah 128.985 suara. Sisa suara yang belum digunakan hanya sebanyak 8.716 suara. Untuk mendaftar sebagai calon yang baru maka dibutuhkan 13.771 suara.
Secara aturan dan matematika politik tentu tidak ada lagi peluang bagi pasangan lain untuk mendaftar sebagai kompetitor. Sudah bisa dipastikan pilkada di Dharmasraya melawan kotak kosong.
Tapi, hari ini adalah hari terakhir untuk mendaftar. Sebagai penyelenggara pemilu, KPU Dharmasraya berkewajiban buka kantor sampai deadline pendaftaran ditutup pada Kamis, 29 Agustus 2024 pukul 23.59 WIB.
Apa Penyebabnya?
Ada beberapa penyebab pilkada dengan calon tunggal sehingga melawan kotak kosong, yaitu: pertama, ambisi kelompok tertentu untuk memenangkan pilkada dengan berbagai cara termasuk mengkondisikan seluruh partai. Isu demokrasi hanyalah pemanis bibir saja atau lips service belaka.
Kedua, elit partai politik sudah tersandera sehingga mereka patuh kepada “pengendali” politik. Siapa pengendali nya? Tentu penguasa! Sebab, membuat 9 partai sepakat tentu bukan pekerjaan gampang. Dibutuhkan orang yang punya kekuasaan kuat dan diiringi modal atau kapital yang kuat pula.
Ketiga, karena biaya untuk meraih kursi partai politik atau gabungan suara non parlemen pun sangat mahal. Untuk mendapatkan satu lembar surat dukungan dari partai politik dan form B1KWK dibutuhkan jalan panjang dan berliku. Pada tahap ini bakal calon sudah diospek. Mereka harus siap mental, siap kapital, korban tenaga, korban pikiran dan korban perasaan.
Keempat, kurangnya kesiapan tokoh dan kader parpol yang serius untuk menjadi calon bupati dan wakil bupati. Partai lebih baik “merentalkan” dukungan mereka kepada calon yang benar-benar siap meskipun bukan kader partai.
Siapa yang diuntungkan? Tentu di setiap pilkada yang akan diuntungkan adalah calon yang memiliki modal dan memiliki dukungan penguasa yang akan beruntung. Masyarakat badarai hanya akan menjadi pengembira saja. Ikut berpesta demokrasi, tapi selalu menjadi korban pesta tersebut.
Jika terbukti sampai batas akhir pendaftaran nanti tidak ada yang bisa mendaftar lagi, tentu pilkada di Dharmasraya akan melawan kotak kosong. Tentu dapat diartikan bahwa demokrasi di daerah yang masyarakat nya heterogen seperti Dharmasraya tersebut sudah sekarat.
Jika masyarakat dan elit politik di Dharmasraya kecewa dengan kondisi seperti itu, akankah kotak kosong bisa menang di Dharmasraya seperti halnya pernah terjadi di Pilkada Makasar dimana kotak kosong memenangkan kompetisi?