Opini Oleh: Muhammad Intania, SH
(Advokat & Pengamat Sosial Politik)
Terkait dengan maraknya pemasangan alat peraga calon Pilwana, Pileg DPRD Kabupaten dan Pileg DPRD Provinsi, serta Pileg DPR RI dan DPD RI, baik berupa spanduk, baliho, poster, stiker dan sejenisnya yang dipasang serampangan di wilayah hukum Pemerintah Kabupaten Tanah Datar sehingga menjadi viral di dunia maya beberapa hari ini dan juga menjadi bahan obrolan di kedai kedai dan tempat umum lainnya. Untuk itu Satuan Polisi Pamong Praja dan Pemadam Kebakaran (Satpol PP & PK) Kabupaten Tanah Datar sigap bereaksi dengan mengeluarkan Surat Pemberitahuan kepada Pengurus Partai se Kabupaten Tanah Datar.
Kepala Satpol PP & PK Kabupaten Tanah, Harfian Fikri, S. Sos telah menandatangani dan mengeluarkan Surat Pemberitahuan kepada para Pengurus Parpol se Kabupaten Tanah Datar pada tanggal 02 Agustus 2023 yang pada intinya menyampaikan bahwa pemasangan alat peraga baik itu untuk tujuan komersial maupun non komersial (termasuk alat peraga kampanye) di media tiang listrik / telepon, tiang lalin, pohon, pagar, dinding bangunan , trotoar, taman, dll sebagaimana tercantum dalam Pasal 21 ayat (1) huruf ©, Peraturan Daerah Nomor 4 Tahun 2023 tentang Trantibum adalah dilarang dan jika ada yang melakukan dapat diklasifikasi sebagai sebuah tindakan PELANGGARAN.
“Nah semoga joleh bagi sanak kito di salingka Luhak Nan Tuo dan di perantauan bahwa tindakan pemasangan alat peraga yang serampangan, termasuk alat peraga kampanye yang melanggar Perda No. 4 Tahun 2023 tentang Trantibum adalah sebuah pelanggaran. Sehingga tidak ada alasan pembenaran bahwa kita belum kampanye lah, pihak terkait saja tidak peduli lah, itu tugas Satpol PP untuk menurunkan lah, kan peraturan dibuat untuk dilanggar lah” ujar Wan Labai mengenang tingkah polah tim sukses yang tidak tahu / tidak peduli hukum.
Maka sangat naif jika ada tim sukses salah satu calon yang akan pasang badan membela diri tuannya untuk merubah sebuah pelanggaran menjadi sebuah pembenaran. Apalagi tim sukses yang betul betul mengandalkan sesuap nasi dari proyek pemasangan tersebut.
Pelanggaran yang dilakukan Calon dan Tim Suksesnya sejatinya akan memperburuk citra sang calon dan citra timsesnya sendiri di mata publik sehingga berpotensi akan kehilangan simpati publik. Padahal tujuan alat peraga adalah untuk memperkenalkan / mensosialisasikan sang calon untuk dapat citra yang baik. Alih alih dapat citra baik, malah jadi blunder menjadi citra buruk.
“Pohon itu makhluk hidup, kalau dipaku tentu akan merasakan kesakitan dan hanya bisa berdo’a kepada Sang Penciptanya agar si pelaku diberi hidayah. Kalau sang pohon saja berani disakiti, maka bukan tak mungkin sang calon akan menyakiti perasaan pemilihnya juga nanti” ujar Wan Labai menasehati.
Selain melanggar Perda, pemasangan yang serampangan juga menganggu estetika jalan dan kota. Walau dipandang remeh hanya sebatas pelanggaran dan tidak ada sanksi / hukuman yang tegas, sejatinya si pelanggar sudah mendapat sanksi berat berupa Sanksi Moral dari publik Tanah Datar. Akibatnya sang calon dan timnya akan mendapat stigma negatif dan tidak akan tertarik / tidak bersimpati untuk memilih sang calon tersebut.
“Paling kalo ado timses yang datang ke rumah penduduk untuk sosialisasi sambil meninggalkan alat peraga baju kaos tipis atau “gratifikasi” bentuk lain, akan di iyo iyo kan sajo nyo. Hadiah atau gratifikasi diterima, tapi indak ka dipiliah do” gumam Wan Labai sambil tersenyum simpul menghisap kretek merahnya.
Hasil pantauan penulis di lapangan khususnya di sepanjang jalan utama Batusangkar – Padang Panjang dan jalan utama Batusangkar – Ombilin, pelanggaran dengan cara mengikat dan memaku poster calon di pohon pohon sepanjang jalan dilakukan oleh calon Anggota DPR RI, calon anggota DPRD Provinsi dan calon anggota DPRD Kabupaten Tanah Datar.
Perlu diingatkan kepada publik khususnya para calon dan timses masing masing bahwa saat ini telah terjadi pergeseran metode kampanye. Saat ini metode kampanye lewat media sosial adalah teknik dan metode yang ampuh mengalahkan metode kampanye konvensional seperti tatap muka, kampanye umum di tengah masyarakat, memberi cinderamata alat peraga kampanye (baju kaos, kalender, sarung, mukena, dll) ataupun memberikan bantuan fasilitas alsintan, rehab bangunan, dll. Semua metode kampanye konvensional tersebut di atas tidak akan maksimal efeknya tanpa kehadiran media sosial dan publikasi melalui media online.
Belum lagi peran media online yang berintegritas mempublikasikan fakta fakta yang terjadi di lapangan. Jika dipublikasikan fakta yang tidak baik akibat pelanggaran yang dilakukan sang calon dan timsesnya, maka itu tidak bisa dipandang sebagai upaya mendiskreditkan sang calon dan timsesnya. Sejatinya publikasi itu adalah cerminan yang dibuat oleh mereka sendiri. Kok mereka yang marah dengan perbuatan yang mereka lakukan sendiri? Harusnya mereka marah dong pada diri sendiri. Jadi jangaan cari kambing hitam kepada media yang mempublikasikan, hehehe. Bak cando kiasan, Buruk Muka, Cermin Dibelah.
Jadi, menurut hemat penulis, Calon dan Timses masing masing jangan lagi melakukan pelanggaran pelanggaran. Sejatinya pelanggaran yang dilakukan itu berdampak kepada etika / moral. Jika Calon dan Timsesnya beretika / bermoral tinggi, maka akan menjaga sikap, tutur kata, bereaksi positif dan santun kepada siapa saja. Dengan beretika tinggi, maka sejatinya sudah membangun citra baik buat mereka sendiri.
Justru calon dan timsesnya jangan sampai terpancing seolah olah ingin menunjukkan harga diri dan merasa berkuasa / jagoan dengan cara menyerang pihak lain baik secara verbal maupun fisik, berkata kasar atau berbuat kasar kepada pihak lain, merusak alat peraga kampanye calon lain, menyebarkan berita propaganda hitam pihak lain, dll. Sejatinya sikap negatif tersebut akan tercatat di benak publik dan akan menandai untuk tidak akan mau lagi memilih calon dan mendukung tim ses yang kasar. Justru publik akan lebih bersimpati kepada calon yang dizolimi. Bukan yang pura pura merasa dizolimi, hehehe.
Penulis mengutip sebuah kalimat dari Alvin Toffler, seorang Penulis dan Futurolog yang mengatakan bahwa “siapa orang yang menguasai informasi, maka akan menguasai dunia.”
Dan teori Alvin Toffler ini relevan diimplementasikan di Pilwana, Pileg dan Pilkada dan Pemilu. Berkaca saja dengan apa yang telah diterapkan oleh Timses Jokowi yang menguasai informasi lintas sektoral dan mendistribusikannya lewat media (yang juga sudah dikuasai).
Sehingga kutipan Alvin Toffler akan menjadi sangat relevan di bidang pemenangan calon bahwa siapa yang menguasai informasi dan menguasai media, maka berpotensi tinggi memenangkan pikiran publik untuk memilih calon yang di branding secara konsisten.
Bagi Pol PP, Bawaslu dan pihak terkait lainnya yang memiliki tugas sebagai penegak peraturan, laksanakan tugas Anda sebaik baiknya. Jangan pandang bulu. Meskipun ada gambar atau baliho caleg yang memakai “beking” bupati, gubernur, presiden, pejabat negara, kalau memang melanggar peraturan, bongkar saja.
Jangan sampai ada opini publik bahwa partai penguasa boleh memasang atribut dimana saja. Toh, bagi calon yang suka memasang foto kepala daerah untuk penguat eksistensinya, belum tentu akan memiliki efek suara yang signifikan karena penguasa tersebut belum tentu disukai oleh semua orang!(*)