Suara Generasi Muda Pada Pilkada 2024: Tantangan Terhadap Birokrasi dan Partisipasi Politik

Oleh: Fauzan
(Mahasiswa ilmu politik universitas Andalas)

Pilkada adalah proses pemilihan Kepala Daerah memalui proses pemungutan suara yang dilakukan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil. Pemilihan kepala daerah di Indonesia adalah dilakukan secara langsung oleh penduduk daerah administratif lokal yang memenuhi syarat calon.

Pemilihan kepala daerah dilakukan satu paket bersama dengan wakil kepala daerah. Generasi muda (Gen Z) yang mencapai batas usia 17 tahun keatas, terdaftar sebagai pemilih merupakan hak dan kewajiban sebagai seorang warga negara Indonesia.

Menurut Kuncoro Bayu Prasetyo, Noviani Achmad Putri, Didi Pramono dalam penelitiannya yang diterbitkan pada tahun 2022 di jurnal Pendidikan Politik, Generasi Muda Melalui Gerakan Voluntarisme Komunitas Milenial menyatakan, “Generasi Z di Indonesia menunjukkan minat yang meningkat dalam hal partisipasi politik melalui media sosial dan gerakan-gerakan aktivis daring.”

Generasi muda memiliki peran penting dalam Menyokong keberhasilan Pilkada, untuk pertama kalinya Generasi muda mendominasi sebagai Daftar Pemilih Pilkada. Karena banyaknya pemilih dari generasi muda, sehingga ada dari kontestan Pilkada yang memperebutkan suara dari generasi muda,

Mereka bahkan berjanji untuk memperjuangkan gagasan serta kepentingan generasi muda. Keterlibatan generasi muda dalam pilkada adalah sebagai wujud masa depan, yang memiliki potensi untuk membawa perubahan yang positif bagi setiap daerah di Indonesia. Generasi muda acap kali di gembar-gemborkan sebagai generasi yang melek teknologi, kritis dalam berpikir, dan inovatif. Generasi muda, mudah berbaur dengan semua kalangan, tidak memberi sekat kepada dirinya, berani berbicara dan berani berbuat.

Sehingga generasi muda dianggap sebagai pemilih yang jujur, adil, dan pemilih yang bersih. Pilkada seringkali memicu berbagai macam perspektif dan menimbulkan kegaduhan, ujaran kebencian, berita Hoax yang acap kali tersebar di berbagai macam platform media sosial. Keterlibatan generasi muda dalam pilkada diharapkan untuk meminimalisir hal-hal negatif, seperti hoax dan juga propaganda di media sosial yang dapat memecah belah berbagai pihak, yang berdampak buruk bagi pesta demokrasi Pemilu 2024.

Baca Juga :  Suherman "Ditawarkan" Saja, Yang "Dijual" Nanti Tetap Richi Aprian?

Generasi muda tidak hanya berperan sebagai Pemilih tetapi juga melibatkan dirinya sebagai bagian penyelenggaraan pilkada, mulai dari tingkat tempat pemungutan suara (TPS), Menjadi seorang penyelenggara Pilkada artinya siap untuk menjadi bagian dari integral dari proses demokratisasi. Menjadi tim pemenangan kandidat pilkada nantinya.

Generasi muda cenderung lebih peduli terhadap isu isu sosial, lingkungan dan juga pendidikan. Generasi muda ingin adanya perubahan positif bagi masyarakat Indonesia, Generasi muda juga aktif dalam mempertahankan hak suara. Suara generasi muda sangat penting dalam pilkada karena mereka adalah kelompok yang paling banyak terpengaruh oleh kebijakan pemerintah.

Selain itu, generasi muda juga memiliki pandangan yang berbeda tentang isu-isu penting yang mempengaruhi negara kita. Oleh karena itu, sangat penting bagi generasi muda untuk menggunakan hak suara mereka dan memastikan bahwa suara mereka didengar dalam pilkada.Generasi muda berharap agar pilkada 2024 menjadi pilkada yang adil, demokratis, dan transparansi. Hingga banyaknya suara generasi muda sebanding dengan apa yang di impikan oleh para generasi muda, Pemimpin yang bertanggung jawab terhadap Rakyatnya.

Birokrasi dan partisipasi politik merupakan dua faktor penting dalam negara demokrasi. Birokrasi bertanggung jawab untuk mengarahkan roda pemerintahan dan melaksanakan kebijakan publik, sedangkan partisipasi politik adalah hak dan kewajiban warga negara untuk berpartisipasi dalam pengambilan keputusan politik.

Kurangnya akuntabilitas dan transparansi birokrasi: Birokrasi sering kali dipandang tidak akuntabel dan transparan dalam menjalankan tugasnya. Hal ini dapat memicu sikap apatis masyarakat dan ketidakpercayaan terhadap pemerintah.Kurangnya informasi publik dan mekanisme partisipasi masyarakat dalam pengambilan keputusan birokrasi.Budaya birokrasi yang paternalistik dan top-down sehingga menghambat partisipasi masyarakat.

Lemahnya partisipasi politik masyarakat: Rendahnya literasi politik dan kesadaran umum akan hak dan tanggung jawab mereka dalam politik.Kurangnya pendidikan politik dan pengetahuan politik yang berkualitas.Lemahnya organisasi masyarakat sipil dan kurangnya keterwakilan kelompok marginal dalam proses politik.

Baca Juga :  Evaluasi Kasus Narkotika di Polres Tanah Datar pada Semester I th 2021

Intervensi politik dalam birokrasi: Proses rekrutmen, promosi dan pengalihan campur tangan politik dapat melemahkan profesionalisme dan ketidakberpihakan birokrasi.Penyalahgunaan birokrasi untuk kepentingan politik tertentu dapat menyebabkan korupsi dan nepotisme.Lemahnya implementasi undang-undang dan peraturan. Hubungan antara politik dan birokrasi.

Untuk mengatasi tantangan ini, mengandalkan hubungan sinergis antara birokrasi dan partisipasi politik yang pada akhirnya dapat memperkuat demokrasi dan meningkatkan kualitas pemerintahan.(*)