Pencitraan: Bukankah Sudah Basi?

Oleh: Alqouri Muhammad Farhan (Mahasiswa Ilmu Politik Universitas Andalas, Padang)

Memasuki tahun tahun politik, mulai bermunculan para aktor aktor politik yang ingin mencuri simpati masyarakat, apalagi menjelang pemilu bulan Februari tahun 2024 mendatang yang sudah dekat. Beberapa nama besar para bakal calon presiden mulai bermunculan. Tak heran, banyak dari calon tersebut muncul dengan berbagai kegiatan yang bertujuan untuk semata mata mengumpulkan simpati masyarakat.

Lalu bagaimana pandangan masyarakat mengenai beberapa calon yang mulai gencar menampakkan citra nya menjelang pemilu 2024?
Sama sama sudah kita ketahui, pada awal kemunculan presiden Jokowi saat menjabat sebagai Gubernur provinsi DKI jakarta dulu, Jokowi melakukan kampanye nya dengan cara “Blusukan” ke berbagai tempat guna meninjau keadaan dan perkembangan daerah yang menjadi area pemerintahan nya.
Dari kegiatan tersebut, sampai saat sekarang ini, hal yang berkaitan dengan turun melihat masyarakat menjelang tahun pemilu sering disebut dengan “Pencitraan”.

Sebenarnya, sah sah saja jika bakal calon politik menampakkan citra nya kepada masyarakat. Hal ini bertujuan guna mendapatkan rasa simpati dan kepercayaan yang besar dari masyarakat tentang bagaimana program dari calon tersebut .Akan tetapi, seiring berjalannya waktu, pencitraan mulai dianggap sebagai “tipu muslihat” saja dari beberapa calon yang ingin maju di pemilihan umum.

Bagaimana tidak, di masa kampanye, para calon calon (politisi) dengan gencarnya melakukan aksi perbaikan citra di mata masyarakat. Akan tetapi di saat terpilih, semua hanya tinggal kenangan semata. Bahkan kinerja yang awalnya sangat luar biasa tergambar pada saat kampanye, tiba tiba hilang bak ditelan bumi.

Masyarakat seperti diterpa trauma yang luar biasa melihat kegiataan pencitraan ini. Banyak masyarakat hanya termakan janji semata oleh para calon politik. Hingga akhirnya, banyak masyarakat menilai kegiatan pencitraan sudah basi, tidak menjadi tolak ukur lagi bagi masyarakat untuk menentukan pilihannya pada pemilihan umum.

Baca Juga :  Meningkatkan Kesadaran Masyarakat: Kampanye Pentingnya Perlindungan Anak

Pada contoh kasusnya, Anis Baswedan merupakan seorang bakal calon Presiden Republik indonesia tahun 2024 yang diusung oleh partai Nasdem dan koalisinya. Pada Rabu tanggal 14 Juni 2023 lalu, PSSI menggelar pertandingan FIFA Matchday antara Timnas Indonesia menghadapi Timnas Palestina di Stadion Gelora Bung Tomo Surabaya. Terlihat Anies Baswedan muncul di tengah tengah masyarakat di tribun ekonomi. Ya, jelas saja sekelas pejabat yang pernah menjadi gubernur DKI Jakarta dan akan menjadi calon presiden tahun 2024 tiba tiba muncul di tengah tengah masyarakat biasa dalam pertandingan sepak bola.

Banyak masyarakat yang beranggapan bahwa ini adalah salah satu gerakan pencitraan yang dilakukan oleh Anies Baswedan. Apalagi pertandingan ini terjadi di tahun tahun akan masuk tahun politik, masyarakat seolah menilai hal ini dilakukan hanya untuk mengambil hati masyarakat. Seolah olah Anies Baswedan adalah pejabat yang sangat merakyat. Padahal biasanya Anies Baswedan sering kali berada di tribun VIP saat menyaksikan beberapa pertandingan sepak bola.

Lalu muncul pertanyaan masyarakat “Kenapa hal ini dilakukan saat masuk tahun tahun politik?”
Hal ini merupakan salah satu contoh kasus yang sebenarnya masih banyak lagi para calon calon politik terutama calon presiden 2024 banyak melakukan pencitraan pada saat tahun pemilu sudah mulai dekat.

Kalau bukan dengan Pencitraan yang bersih, lalu bagaimana lagi cara agar meraih suara dari masyarakat? Dalam politik, pencitraan itu perlu. Tetapi masyarakat harus selektif menentukan serta menyikapi mana yang pencitraan semu, mana yang real dan mana yang hanya sekedar basa basi.

Yang lebih penting lagi, jangan sampai pencitraan yang dibuat sebaik mungkin itu dilupakan saja setelah sukses terpilih sebagai pemimpin. (*)

Baca Juga :  Good Governance VS DPRD Tanah Datar

Ket. Foto/gambar: diambil dari google