Opini Oleh: Ahmad Rizal Chaniago (Peneliti dan Akademisi)
Sebenarnya isu isu siapa yang akan menjadi calon bupati dan wakil bupati Tanah Datar untuk periode 2024-2029 sudah merebak jauh sebelum pileg 2024 yang lalu. Namun setelah pileg tgl 14 Februari, dan sudah ada gambaran perolehan kursi partai di DPRD Tanah Datar, berbagai tulisan di medsos maupun di media online semakin menghangat meskipun baru sebatas pendapat atau opini pribadi maupun pendapat kelompok kecil saja.
Tak bisa dipungkiri, persoalan kurang harmonisnya antara bupati dengan wakil bupati merupakan isu yang kurang sedap sebab mereka maju adalah sepasang calon pada th 2020 yang lalu dengan jargon Era Baru. Dulu, berbagai progul ditawarkan. Ada yang sudah dieksekusi dan ada pula yang mati suri. Harus difahami, mereka satu paket!
Namun seiring perjalanan waktu, janji janji dan program Era Baru sepertinya baru sebatas seremonial belaka. Progul belum menyentuh hajat hidup orang banyak! Meriah di media sosial, melangit di berita, penuh penghargaan, tetapi belum membumi karena masyarakat masih lapar dan serba kurang fasilitas. Buktinya?
Misalnya, Progul Satu nagari satu even. Progul ini setelah beberapa kali dilaksanakan hanya seperti acara kumpul kumpul warga nagari saja. Artinya, tidak ada follow up untuk tingkat berikutnya. Apa yang salah? Tentu konsep dan perencanaan yang tidak matang!
Bajak gratis? Ya, sudah dilaksanakan setidaknya untuk “palapeh tanyo” masyarakat. Ketika ditanya, Lai Ado bajak gratis? Lai! Efektivitasnya? Wallahu alam. Pernahkah ada diukur efektivitas bajak gratis dan manfaatnya terhadap kesejahteraan petani?
Yang lebih parah, semua jalan menuju Batusangkar kondisinya memprihatinkan. Penuh lobang. Banyak genangan air, bahkan ada yang ditanami pohon pisang oleh masyarakat di lobang jalan tersebut. Itu adalah cara masyarakat menyindir bupatinya! Terkait kondisi jalan tersebut, sudah muncul sebuah jargon baru, ketika anda melewati jalan yang banyak lobangnya, itu pertanda anda sudah di Tanah Datar.
Jawaban dan penjelasan bupati terkait jalan yang parah ini adalah bahwa jalan tersebut adalah jalan provinsi dan jalan nasional. Itu adalah tanggung jawab provinsi dan pusat. Namun masyarakat tidak bisa menerima jawaban seperti itu. Masyarakat berpendapat, mengapa tidak diurus ke provinsi atau ke pusat oleh Bupati? Berarti Anda gagal! Ya sudah, diganti saja.
Untuk perubahan Tanah Datar yang lebih baik, tentu perlu figur yang benar benar sanggup menjawab kebutuhan masyarakat Tanah Datar. Tak perlu orang dari pusat, dari rantau atau dari mana saja. Yang penting adalah mereka mampu membuat perubahan. Tak mesti pula dari partai politik, dari independen pun bisa.
Semua persoalan yang masih menumpuk di Tanah Datar sekarang ini, tentu tidak sepatutnya pula dibebankan kepada bupati saja. Ingat, mereka satu paket. Persoalan Richi Aprian sebagai Wabup tidak diajak serta oleh Eka Putra sebagai Bupati, itu persoalan internal mereka. Kalau gagal, berarti gagal satu paket.
Untuk apa melanjutkan kegagalan? Tidak usahlah membela diri dengan berbagai alasan yang dicari cari. Lebih terhormat agar tidak ikut lagi. Legowo saja.
Kini, tidak mesti Eka Putra, tidak mesti Richi Aprian. Masih banyak putra putri terbaik Tanah Datar yang memiliki kompetensi untuk memperbaiki daerah ini. Insya Allah, sedang digodok. Tunggu saja kemunculannya.
Jadi, untuk apa dicarikan lawan tanding orang yang tidak sukses? Biarkan saja mereka tenggelam sendirinya. Bak kata Genghis Khan seorang panglima perang Mongol yang terkenal, musuh yang lemah adalah musuh yang sudah kalah sebelum bertempur, mati sebelum ditusuk, menyerah sebelum terperangkap.
Kesimpulannya, ini adalah momen untuk calon calon yang lain!