Opini Oleh: M. Intania, S.H. (Advokat)
Menyambut hari ulang tahun kemerdekaan RI ke 80 yang bertemakan “Bersatu Berdaulat, Rakyat Sejahtera, Indonesia Maju”, publik Tanah Datar dikejutkan dengan kebijakan Bupati Tanah Datar yang akan merelokasi kedua kalinya para Pedagang Kaki Lima (PKL) yang berada di Jl. Soetoyo, samping Lapangan Gumarang.
Relokasi kedua kalinya yang akhirnya mendapatkan “perlawanan” / penolakan dari para PKL pada Senin, 11 Agustus 2025 atas “ketidaksiapan” pemerintah daerah dalam menyediakan sarana dan prasarana dasar yang perlukan di lokasi relokasi yang baru. Anehnya Bupati Tanah Datar melalui Satpol PP dan jajaran Pemkab lainnya tetap “memaksakan” agar para PKL pindah pada hari itu juga. Sebuah langkah yang terkesan prematur dan dipaksakan sehingga menjadi viral di dunia maya yang dapat diakses di media online, medsos seperti Tiktok dll.
Mengapa dianggap terkesan prematur dan dipaksakan? Berikut pandangan penulis yang bisa dirangkum untuk diketahui netizen sbb:
- Terungkap saat dialog antara PKL dengan pejabat Pemkab Tanah Datar saat rencana relokasi pada Senin, 11 Agustus 2025, para PKL tidak keberatan untuk dipindahkan (lagi) dengan catatan sarana dan prasarana dasarnya dilengkapi oleh Pemkab Tanah Datar terlebih dahulu. Namun karena tidak cukup dilibatkan dari awal dan tidak didengarkan, maka para PKL kompak untuk menolak pindah.
- Jawaban pejabat Pemkab bahwa sudah disediakan lapak kosong ukuran 2×2 meter2 untuk masing masing pedagang. Tentu saja makin menambah reaksi keberatan PKL karena tidak tampak denah pembagian lokasi serta alur masuk keluar pengunjung. Lagi pula tidak ada simulasi dan tidak memikirkan kondisi dan ukuran gerobak PKL saat ini.
- Disampaikan oleh pejabat bahwa telah disediakan fasilitas listrik dan air serta diakui bahwa fasilitas toilet belum dan akan dilengkapi setelah kepindahan para PKL. Para PKL yang sehari hari berusaha disana, tentu tidak mendapat jaminan berusaha jika pindah (lagi) namun terganggu dengan pembangunan toilet, perbaikan pagar, dll. Tidak jelas juga kepastian kapan fasilitas toilet disediakan Pemkab Tanah Datar.
- Adapun keberatan mendasar adalah perihal lokasi relokasi yang berada di ketinggian, pagar yang ada saat ini tidak aman dan bisa membahayakan pedagang dan pengunjung serta tidak ada denah / skema penempatan slot pedagang yang berhak sehingga bakal menimbulkan keributan di kemudian hari. Dikhawatirkan juga lokasi yang disediakan tidak cukup mengakomodir jumlah seluruh pedagang termasuk arus kelancaran pengunjung masuk keluar dan letak denah parkir.
- Maka wajar para PKL mengadukan nasibnya ke wakil rakyatnya di DPRD Tanah Datar. Diketahui setelah audiensi dan tinjauan ke lapangan pada hari Selasa, 12 Agustus 2025, bahwa benar kondisi relokasi di lapangan tidak/belum layak untuk ditempati. Nah, kenapa harus dipaksakan PKL untuk direlokasi? Wajar kan mereka menolak karena memang sarana dan prasananya belum disiapkan oleh Pemkab Tanah Datar.
“Jadi jangan salahkan para PKL dan dianggap melawan pemerintah, jika pemerintah sendiri tidak/belum memfasilitasi dan asal main suruh PKL untuk pindah. Pakai kekuatan Satpol PP pula dan pengawalan dari APH. Mau diapakan para PKL dimata penguasa?” gumam Wan Labai menerka nerka kebijakan yang dirasa prematur / tidak matang ini.
Ada catatan yang perlu diketahui netizen juga perihal relokasi PKL yang telah menimbulkan “gesekan” ini dari perspektif penulis sbb:
- Sejarahnya para PKL yang menempati ruas Jalan Soetoyo ini adalah para PKL yang awalnya berdagang di ruas jalan utama disamping Lapangan Cindua Mato. Karena Lapangan Cindua Mato sudah selesai direnovasi, maka dialokasikannya para pedagang tersebut ke ruas Jalan Soetoyo saat ini pada Februari 2023.
- Dari perspektif hukum, pemindahan PKL oleh Pemkab Tanah Datar ke ruas Jalan Soetoyo tersebut dipandang sudah cacat / melanggar hukum. Kenapa? UU No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan menegaskan bahwa jalan harus digunakan sesuai peruntukannya. Sekarang Pemkab Tanah Datar itu sendiri yang meminta warganya untuk pindah berjualan ke ruas Jalan Soetoyo. Entahlah!
“Siapa penasehat hukum pimpinan daerah ini? Jadi sebenarnya yang melanggar hukum itu sendiri Pemkab Tanah Datar atau pedagang? Apa sudah ada pengajuan dispensasi oleh Pemkab Tanah Datar kepada Kementerian Perhubungan? Kalau ada, untuk berapa lama? Kenapa publik tidak diberi tahu, kenapa para PKL yang “ditakut-takuti” melanggar peraturan ?” gumam Wan Labai tak habis pikir dengan kebijakan kurang tepat yang dijalankan oleh Bupati Tanah Datar.
Jangan sampai ada pernyataan bernada ancaman kepada para PKL bahwa mereka bisa dipidanakan karena melanggar peraturan tentang ketentraman dan ketertiban umum, atau ada instruksi bernada ancaman yang melarang para anak sekolah untuk berbelanja di ruas Jalan Soetoyo.
Adanya dugaan mempolitisir sekolah dan anak sekolah untuk tidak berbelanja di area Jl. Soetoyo adalah bentuk tindak boikot yang tidak jantan. Hal itu akan menambah makin panas situasi dan akan mengurangi rasa hormat publik kepada kebijakan yang diambil serta dapat menciptakan “perlawanan” yang bisa merugikan reputasi Bupati dan Pemkab Tanah Datar.
Bukankah pada awalnya Pemkab Tanah Datar yang menyediakan ruas Jalan Soetoyo tersebut kepada para PKL, sudah tahu hal itu melanggar UU, maka sudah seharusnya Pemkab Tanah Datar menyediakan ruang usaha yang layak yang tidak menyalahi aturan. Bukan dengan cara “memaksa” para PKL untuk pindah dengan kondisi seadanya! PKL juga punya harga diri dan patut dihargai sebagaimana layaknya warga negara lain.
Selain itu, dari peristiwa penolakan relokasi PKL tersebut, ada catatan lain untuk jadi atensi netizen tentang sikap dan metode pimpinan di Pemkab Tanah Datar dalam menanggani isu tersebut sbb:
- Bupati Tanah Datar tidak berani menemui semua PKL yang notabene warganya sendiri yang berjualan sekitar radius 200an meter dari kediaman Bupati.
- Bupati hanya mau menerima perwakilan PKL di kediamannya secara tertutup. Kabarnya, tidak boleh ada HP, Alat perekam, kamera dll. Hal ini mengindikasikan ketidakterbukaan mengambil kebijakan dan sepertinya ada “sesuatu yang ditutupi”. Apapun kesepakatan yang diambil dalam kondisi tertekan / “dikondisikan”, maka bisa batal demi hukum!
- Wartawan tidak boleh hadir. Hal ini mengindikasikan juga kekhawatiran / “kepanikan” pejabat Pemkab Tanah Datar tentang pers dan keterbukaan informasi publik.
Tanda kepanikan itu semakin nyata dengan tidak dipublikasikannya peristiwa kedatangan massa PKL tersebut ke Indo Jalito. Biasanya IG resmi Pemkab Tanah Datar di IG @prokopim_tanahdatar dan akun IG Bupati @eka.putra.official rutin memposting kegiatan Bupati. Kenapa untuk peristiwa itu tidak ada?
Baca baik baik UU Pers. Mana yang ruang publik, mana yang ruang tertutup, mana yang boleh diliput, mana yang tidak. Pelarangan awak media meliput tanpa dasar hukum yang jelas, menginsyaratkan adanya “kepanikan” dan ketidakdewasaan dalam menjalankan Keterbukaaan Informasi Publik. Jangan hanya retorika kosong belaka.
SOLUSI
Tanpa bermaksud mengajari Pimpinan di Pemkab Tanah Datar dan dalam mengambil kebijakan, maka perlu adanya solusi yang menyejukkan dan transparan serta komunikatif sbb:
- Para PKL sudah bersedia direlokasi ulang asal relokasinya layak. Standar kelayakan yang diminta mereka juga wajar wajar saja, maka manfaatkan kondisi ini dengan menyediakan anggaran yang memadai dan segera dikerjakan. Kecuali kalau Pemkab tidak punya anggaran dengan alasan efisiensi.
- Bupati & Pemkab harus bisa menjalin komunikasi yang sehat dengan para PKL. Sampaikan rencana kerja yang transparan seperti membuat skema plot lapak pedagang, denah area berjualan sehingga tahu dimana pintu masuk, dimana pintu keluar, dimana lokasi toilet, dimana lokasi makan makan dll, sehingga nyaman bagi pedagang dan pengunjung. Kalau perlu sekali sekali mampir lah Pak Bupati mencicipi lapak kuliner seraya menjalin komunikasi.
- Informatif kepada awak media. Pelit memberikan informasi akan berdampak negatif kepada personality Bupati dan berdampak negatif kepada tingkat kepercayaan publik.
- Jelaskan strategi kerja Bupati dan Pemkab Tanah Datar dalam menegakkan peraturan, khususnya tentang Ketertiban Umum. Jelaskan kapan menangani isu ketertiban umum mematuhi UU di ruas Jalan Soetoyo, kapan menanggani isu di ruas Jalan Pasar Serikat, kapan menangani isu di ruas Jalan Jati, kapan menangani isu tempat lain seperti di Lembah Anai dll. Sehingga warga terkait bisa merencanakan untuk pindah / mengatur bisnisnya secara terencana dan tidak dianggap menetapkan kebijakan secara dadakan.
- Siapapun jangan egois, babana surang! Terbukalah menerima masukan / kritikan. Pilihlah opsi mana yang terbaik dari segala opsi yang masuk.
Semoga buah pikiran penulis kali ini bisa mencerahkan netizen Luhak Nan Tuo baik yang berada di selingkar Tanah Datar maupun di perantauan. (*)
