Sekilas Jejak Ulama Tarekat Syatariyah di Pariangan (Bagian II)

Batusangkar, jurnalminang.com. Pada bagian I tulisan ini yang sudah dimuat pada tgl 28 April 2020 sudah dijelaskan secara ringkas tentang Ahmad Dt.Panghulu Sati. Pada bagian II ini akan dibahas tentang kitab-kitab di surau Tarekat Syatariyah Pariangan termasuk ciri khas pengobatan dalam tarekat Syatariyah.

Ahmad Dt.Panghulu Sati banyak mewariskan kitab-kitab kuno untuk dipelajari. Kitab tersebut masih tersusun rapi di surau namun ada juga yang sudah lapuk dimakan usia. Untung saja pada th 2008 pernah dilakukan digitalisasi naskah kuno di surau tarekat Syatariyah tersebut berkat bantuan program EAP dari British Library London bekerjasama dengan Universitas Andalas Padang. Hasilnya sudah terdokumentasi secara digital 42 manuskrip kuno di surau tersebut sehingga bisa disimpan dengan baik dan dibaca oleh banyak orang. Kitab tersebut diantaranya: alfakakiyah Abi maksyar alkabir, tajul muluk, kitab maulid, kamus bahasa Arab kuno bergambar, kitab tasawuf, kitab fiqh, kitab pengobatan, kitab adat serta kitab kitab yang berisikan kearifan dan teknologi lokal. Kitab itu ditulis tangan diatas kertas Eropa dan kertas lainnya. Yang paling menarik dari koleksi kitab surau tarekat Syattariyah ini adalah ditemukan nya salah satu jenis kertas tertua di dunia yaitu kertas yang berlogo gajah dan bertuliskan Bengal Paper Mills Company. Sampai saat ini belum ada data kapan dan dimana kertas tersebut diproduksi. Dalam katalog kertas dunia pun belum ditemui sejarah kertas tersebut.

Di sisi pengobatan, aliran tarekat Syatariyah terkenal dengan pengobatan ‘batuntuang’ yaitu mengeluarkan racun dalam tubuh manusia melalui media tempat tembakau dan asap kemenyan. Pengobatan lain seperti sakit perut, penyakit kulit serta berbagai penyakit lainnya juga terkenal handal oleh Ahmad Dt.Panghulu Sati. Pengobatan melalui zikir juga dilakukan termasuk memagari secara mistik harta pusaka seperti sawah, kebun, rumah dan lain sebagainya.

Baca Juga :  UIN Batusangkar Gelar Temu Alumni Lintas Angkatan, Buya Mahyuzil Terpilih Sebagai Ketum

Dari segi kearifan lokal, Ahmad Dt.Panghulu Satu juga menjalankan tatacara bertani tradisional yang digariskan oleh nenek moyang orang Minangkabau. Dalam menanam padi misalnya, ada ritual tersendiri mulai dari menabur benih, menanam padi, panen padi dan lain-lain. Semua tatacara kearifan lokal tersebut tertuang dalam naskah kuno yang ada di surau tarekat Syatariyah Parak Laweh Pariangan.

Bagi akademisi, ilmuan dan peneliti yang ingin mengkaji lebih dalam tentang semua naskah tersebut bisa datang ke Pariangan. Pewaris surau dan penyimpan naskah tersebut sangat terbuka untuk akses penelitian dan pengkajian sejarah serta nilai kearifan lokal yang ada di surau tarekat Syatariyah tersebut. Sudah ratusan peneliti yang melakukan kajian disana dan menghasilkan banyak makalah dan artikel naik secars nasional maupun internasional. (IMB).