Reportase Kuliner lokal Oleh: Irwan Malin Basa. TACB di Kab. Tanah Datar/Dosen IAIN Batusangkar
Tgl 28 November 2021 yang lalu, ketika saya menghadiri acara peresmian Sasaran Silek Junguik Sati di Nagari Batu Taba, saya diperkenalkan dengan sebuah kuliner tradisional khas nagari Batu Taba yaitu randang pensi. Ini pertama kali saya mengenal namanya. Ya…randang pensi.
Setelah dicoba beberapa sendok saja, rasanya memang enak dan aromanya khas dengan bumbu bumbu lokal yang sudah diwarisi secara turun temurun. Bahannya adalah pensi yang diambil dari danau Singkarak. Kemudian ada pula santan kelapa, pala, merica hitam, cabe, garam, dan aneka bumbu lainnya. Biasa juga dicampur dengan nangka dan ada juga dengan kacang.
Kini, karena keunikan bahan, proses serta begitu mentradisinya randang pensi ini, kami ingin mengusulkan randang pensi menjadi Warisan Budaya Tak Benda Indonesia (WBTbI) milik Tanah Datar pada tahun 2022. Alasannya, kita tak ingin kecolongan dengan klaim klaim dari daerah atau negara lain bahwa milik kita, mereka yang mematenkan.
Sebuah contoh kasus yang paling baru adalah bagaimana Negara Malaysia berhasil mencatatkan ke UNESCO bahwa kain songket adalah milik mereka. Ditetapkan tanggal 15 Desember 2021 melalui sidang penetapan di UNESCO. Itulah fakta yang tak bisa dipungkiri.
Namun, kita kadang kadang telat mikir dan lelet dalam aksi. Kepedulian terhadap perlindungan kebudayaan pun kurang. Belum banyak pejabat yang melek budaya. Sangat jarang Anggota parlemen yang konsen dengan budaya sehingga anggaran jarang dialokasikan untuk itu. Ketika ada klaim dari negara lain, kita berteriak. Bersitegang urat leher. Saling caci maki.
Sebagai masyarakat Tanah Datar, tentu kita ingin mengusulkan randang pensi ini menjadi WBTBI milik Tanah Datar. Kuncinya, keseriusan, komitmen, kejujuran, atensi, dukungan serta fasilitas dari pihak terkait. Jika ada kebutuhan dana, tenaga dan waktu untuk perlindungan dan pelestarian kebudayaan, jangan semua pihak lengah.
Karena uniknya randang pensi ini, saya dan Kawan kawan berkomitmen mengajukan nya untuk ditetapkan menjadi Warisan Budaya Tak Benda Indonesia tahun 2022. Belum pernah saya temukan kuliner seperti ini meskipun ada persamaan dan perbedaan dengan randang lokan dari Pesisir Selatan. Pensi dan lokan adalah dua jenis siput yang berbeda.
Saya yakin, masyarakat Batu Taba khususnya, dan masyarakat Minang umumnya tidak rela jika randang pensi ini dibiarkan begitu saja. Hidup segan mati tak mau. Padahal kuliner ini punya potensi ekonomi. Apa yang sudah ditradisikan oleh leluhur kita semestinya kita jaga dari kepunahan.
Insyaallah, masyarakat Batu Taba akan melihat sertifikat WBTBI untuk randang pensi tahun depan. Tentu upaya ini membutuhkan dukungan dari semua pihak. Selama ini masyarakat Batu Taba sangat antusias dengan pelestarian dan pengembangan budaya yang ada. Ini adalah sebuah modal dasar dimana masyarakat memiliki rasa kepedulian yang tinggi.
Asalkan usaha meraih WBTBI randang pensi ini tercapai, bak kata petuah Minang, Dima tumbuah, disinan disiangi. Tak kayu janjang dikapiang. Semoga. (*)