Oleh: Irwan Malin Basa
Randang dikenal sebagai salah satu masakan tradisional Minangkabau yang sangat terkenal. Randang terbuat dari daging sebagai bahan utama dan dimasak dengan berbagai jenis bumbu yang terbuat dari rempah rempah.
Randang disajikan atau dimakan dengan nasi. Ada juga yang memakan randang dengan silamak, lamang dan bahan makanan lainnya. Serba serbi makanan untuk “pemakan” rendang ini tergantung di daerah masing masing.
Yang menarik untuk dibahas bukan saja variasi rendang atau kapan rendang disajikan. Tetapi yang menarik dibahas apakah randang itu sebuah proses memasak, bahan masakan randang, ataukah produk jadi setelah dimasak?
Kalau kita bahas secara etimologi, kata randang itu adalah kata benda. Ada yang menduga dari bahasa Tamil, India. Ada juga yang menyebutnya dari bahasa Portugis. Entah mana yang benar, Wallahu alam. Namun dalam buku buku tentang keminangkabauan yang pernah ditulis oleh beberapa ahli Barat, kata randang pertama kali ada dalam literatur sekitar tahun 1860 an.
Sedangkan marandang adalah kata kerja. Artinya, proses yang dilakukan untuk membuat randang. Marandang berarti membuat atau memasak rendang.
Produk akhir dari randang itu tentu sebuah masakan yang berbahan daging bercampur bumbu bumbu yang siap untuk dimakan setelah melalui proses parandangan.
Jadi, apakah randang itu proses, materi atau produk? Saya berpendapat bahwa randang daging adalah makanan yang sudah jadi, bukan proses. Sebab proses marandang tidak hanya pada randang daging, tetapi ada marandang kacang, marandang maco, dan sebagainya.
Kini sudah banyak yang mengkaji randang dengan berbagai perspektif. Akibatnya, muncul pula berbagai kesimpulan tentang rendang.
(bersambung).