Opini  

Menggagas Museum Danau Singkarak: Sebuah Inovasi untuk Pemda Tanah Datar

Oleh: Irwan Malin Basa

Berbicara masalah inovasi tentu butuh ide ide yang sedikit “gila” karena hanya “kegilaan” lah yang memunculkan inovasi itu. Kalau tidak ada inovasi maka kita hanya akan selalu menjadi follower atau makmum saja. Di tahap awal, ide ide “gila” dan cara berfikir out of the box (diluar konteks dan kebiasaan umum) sering ditertawakan, disepelekan bahkan dicibir. Tetapi ketika ide tersebut terwujud dan berhasil maka pencibir akan ikut ikutan memuji.

Namun untuk kemajuan sebuah daerah kita memang perlu memikirkan sebuah inovasi. Dalam hal pembangunan berbagai infrastruktur pendukung untuk sebuah destinasi wisata di Tanah Datar alangkah bagusnya dilengkapi dengan sebuah “museum danau” Singkarak yang akan mengoleksi ratusan bahkan ribuan benda benda dan pernak pernik lainnya seputar danau Singkarak.

Selama ini yang baru dibangun adalah museum budaya yang mengoleksi berbagai benda budaya. Mengapa kita tidak membuat sebuah museum yang mengoleksi tumbuhan, ikan, peralatan seputar danau yang sudah memberikan kehidupan bagi masyarakat salingka danau?

Tidak hanya itu, danau Singkarak sudah menghasilkan setidaknya dua orang Doktor yaitu 1 orang Doktor yang mengkaji seluk beluk ikan sasau dan 1 orang Doktor di bidang ikan bilih. Itu baru dua spesies yang dikaji. Masih banyak yang belum diketahui seperti siput, lokan, bebatuan, pasir, batu, tumbuhan, peralatan nelayan dsb yang bisa dikaji dan dikoleksi di museum danau Singkarak itu kelak.

Eksistensi sebuah museum tidak hanya sebatas pengoleksi barang, tetapi bisa sebagai sebuah area belajar, berwisata, bernostalgia dan juga sebagai sumber informasi bagi generasi berikutnya. Hari ini, ada 13 nagari yang terletak di pinggir danau Singkarak. Penduduknya memiliki pengalaman dan pengetahuan tersendiri tentang danau.

Baca Juga :  Mengurai "Benang Kusut" Bajak Gratis: Sebuah Analisa Kasus

Ragam atau variasi pengetahuan masing masing komunitas salingka danau itu adalah sebuah kekayaan yang tak ternilai. Jika tidak diwariskan dan dipelihara dengan baik tentu akan hilang ditelan masa. Tak bisa dipungkiri nanti jika suatu saat generasi di salingka danau Singkarak tidak mengenal lagi ikan sasau, bilih, siput, biduak, sampan dan lain sebagainya.

Begitu juga dengan koleksi istilah dan kosa kata seputar danau. Misalnya, kata bangai saja banyak yang tidak tahu. Istilah bangai adalah sebuah peristiwa dimana ikan banyak yang mengapung pada waktu tertentu ketika ada semburan seperti lumpur dari dasar danau. Jika ini terjadi masyarakat berlomba lomba menangkap ikan dengan mudah sehingga stok ikan masyarakat berlimpah.

Apakah kita pernah mengabadikan peristiwa bangai ini dari tahun ke tahun? Apakah kita pernah mendokumentasikan berbagai kehidupan tumbuhan dan binatang mikro di danau Singkarak? Sampai saat ini mungkin belum ada. Toh, kalaupun ada satu atau dua orang saja yang melakukan, tentu hanya menjadi koleksi pribadi yang takkan tersimpan secara baik.

Seiring dengan program geopark Singkarak, maka pembangunan museum danau ini merupakan sebuah langkah strategis bagi Pemda Tanah Datar. Ini adalah sebuah peluang emas untuk penunjang destinasi wisata. Jika kesempatan ini tidak diambil tentu akan ada kompetitor dari kabupaten lain yang akan memanfaatkannya. Atau bisa saja museum danau itu akan dikelola oleh pihak swasta atau lembaga lainnya nanti.

Biarlah gagasan awal ini menjadi pemikiran kita bersama. Bak kata pepatah Minang “Kok manih jan langsuang dilulua, kok paik jan langsuang diluahkan. (*).