Mengenal Alek Nagari ‘Samarak Padang’

Opini Oleh: Novfita Risma Yenni (Mahasiswa Sastra Minangkabau, FIB Universitas Andalas Padang)

Nagari Tanjung Barulak merupakan Nagari  yang termasuk kedalam wilayah Kecamatan Batipuh, Kabupaten Tanah Datar, Provinsi Sumatera Barat. Nagari Tanjung Barulak memiliki tradisi kebudayaan yang berbeda di setiap nagari tetangganya. Nagari Tanjung Barulak memiliki keyakinan dan kepercayaan terhadap sibunian dan melakukan tradisi atau kebiasaan dari nenek moyang yang dilakukannya pada setiap tahunnya dan lumrah disebut  Samarak Padang.

Samarak Padang adalah kegiatan arak arakan yang dilakukan di nagari Tanjung barulak sebagai kegiatan ritual memanggil makhluk halus atau ghoib di suatu bukit. Orang bunian adalah sejenis makhluk halus yang dipercayai dan diyakini oleh orang Minangkabau di sebagian daerah. Sibunian tinggal di tempat atau daerah perbukitan, hutan, pantai, rumah kosong. Bunian hidup di pedalaman hutan atau bukit yang jauh dari pemukiman warga. Orang bunian dijelaskan oleh orang Siak berbentuk manusia tetapi kecil, ia munculnya tidak sering, orang bunian tersebut sifatnya gaib sehingga hanya dapat dilihat oleh orang-orang tertentu.

Orang bunian tidak bisa dilihat oleh mata orang lain. Orang bunian bisa menyembunyikan manusia yang hilang akal (lupa diri) di daerah perbukitan. Biasanya bila hari menjelang matahari terbenam di pinggir bukit akan tercium sebuah aroma darah, atau aroma masakan. biasanya orang dahulu berfikir kalau bau masakan berarti orang bunian lagi ada acara pernikahan. Orang Bunian memiliki dimensi lain dari yang didiami manusia. Seperti manusia, mereka juga berkeluarga dan memiliki struktur sosialnya.

Samarak Padang dilakukan oleh masyarakat Tanjung Barulak di daerah perbukitan. Sebelum masyarakat ke bukit mereka bersama sama berjalan kaki dan  mengelilingi nagari. Kegiatan tersebut bermaksud mengajak bersama sama masyarakat pergi ke atas bukit dengan membawa peralatan masak dan laki laki membawa sabit dan pisau untuk menyemblih kambing di atas bukit tersebut. Setelah sampai di bukit masyarakat membuat tenda untuk berdoa dan makan bersama di sana. Bagi laki laki bekerja menyemblih kambing dan membersikannya di sungai, dan bagi perempuan memasak bumbu bumbu halus untuk membuat gulai kambing itu.

Baca Juga :  Camat Pariangan Mulkhairi, S.Pd Berikan Motivasi untuk Peserta Workshop Kriya Batik Pariangan

Kemudian arak –arakan bersama dan mengelilingi perbukitan, disertai juga membantai seekor kambing, membawa sesajen, nasi kuning, telur, kepala ayam dan hasil ladang mereka lalu melakukan masak bersama sama, berdoa dan makan bersama di atas bukit. Setelah itu sesajen-sesajen yang sudah disiapkan diletakkan di bawah pohon besar, dan ‘orang siak’ naik ke atas pohon memanggil hantu (leluhur).

Setelah dibacakan doa dan memanggil leluhur itu ‘orang Siak’ membawa darah, batih, daging kambing, rokok, lemang, telur, dan nasi dalam delapan mangkok daun, yang kemudian ditata, dan  membaca mantra dan doa, serta membakar kemenyan di atas pohon besar itu. Di situ orang Siak menyebutkan sedikit mantra dengan “Oiii, japuiklah rasaki ko aa” (oii, jemputlah rezeki ini). Oiii,  Inyiak Rajina, Datuk Rajo Gagau, japuiklah rasaki ko aa (Oii, nenek Rajina, Datuk Rajo Gagau, jemputlah rezeki ini)“.

Cara menentukan sibunian datang ke tempat bukit tersebut bersamaan dengan angin kencang awan hitam  disertai gerimis kecil di daerah perbukitan itu saja. Setelah itu orang Siak kebawah turun dari pohon baru sesajen yang lainnya diletakkan di bawah pohon besar itu. Sesudah sesajen diletakkan masyarakat berdoa bersama dan makan bersama.

Kegiatan Samarak Padang  itu dilakukan satu kali dalam setahun atau dilakukan menjelang Maulid Nabi. Masyarakat setempat melakukan Samarak Padang karena meyakini dan marasa dengan cara itu ternak dan masyarakat setempat merasa aman dan tidak hilang diambil orang bunian. Masyarakat meyakini jika tidak melakukan semarak padang dalam satu kali setahun akan ada orang yang berladang di bukit itu akan hilang, dan dikembalikan dalam dua hari setelah hilang. Orang yang hilang akan mengalami lupa ingatan atau tidak sadar diri. Begitu juga dengan hewan yang dilepas di perbukitan akan hilang dan tidak akan kembali.

Baca Juga :  Transformasi Politik Modern: Antara Kekuatan dan Ancaman

Orang bunian diyakini karena bagi masyarakat setempat ada kejadian orang hilang, ternak yang hilang dan tanaman rusak setiap tahunnya. Maka dari itu semarak Padang dilakukan Setiap tahunnya di nagari Tanjung barulak. Kegiatan Samarak Padang  hanya dilakukan di nagari Tanjung Barulak saja sedangkan di nagari tetangga tidak ada kegiatan/tradisi Semarak Padang ini.

Kegiatan samarak  Padang di nagari Tanjung Barulak ini menimbulkan pro dan kontra, ada sebagian masyarakat yang sangat mempercayai dan ada sebagian masyarakat tidak mempercayai nya. Tetapi mereka hanya menjalankan kewajiban  karena mereka tidak ingin kehilangan budaya atau tradisi semarak padang yang sudah terjaga secara turun temurun dan dijaga oleh para leluhur terdahulu berpuluh-puluh tahun lamanya. Sehingga apa yang mereka lakukan pada setiap upacara-upacara yang menggunakan sesaji tidak lebih hanya basa-basi kebudayaan saja. kurang selaras dengan konsep ketuhanan agama yang mereka peluk.

Memang kenyataan bahwa tidak dilakukan semarak Padang akan berdampak pada  hewan, ladang dan masyarakat yang pergi ke bukit akan hilang. Tetapi kegiatan semarak Padang ini sudah menjadi tradisi atau kewajiban yang dilakukan masyarakat nagari Tanjung Barulak tersebut setiap sekali dalam setahun nya. Kepercayaan terhadap makhluk halus pada dasamya meyakini sepenuhnya keberadaan mereka, karma ia bisa merasakan jud dari kehadiran makhluk halus itu. (*)