Oleh: Novi Budiman, M.Si
Direktur Pusat Kajian Politik Studia Politika
Gonjang ganjing koalisi untuk pilkada Tanah Datar semakin menarik untuk disimak. Betapa tidak, setiap waktu ada saja perubahan-perubahan yang terjadi baik pasangan balon maupun partai koalisi. Kini, partai Hanura mulai “bermanuver.” Tanpa angin dan badai, tiba-tiba muncul surat tugas dari DPP Hanura untuk melakukan konsolidasi pemenangan pilkada antara Zuldafri Darma dengan Basri Latief. Surat itu sudah bertebaran di berbagai medsos dan sudah menjadi konsumsi publik. Dalam ilmu politik ini bisa disebut “manuver politik.”
Istilah ‘politik’ paling awal yang menjadi rujukan ilmuan adalah yang dilontarkan oleh Aristoteles (384 – 322 SM). Dia menyebut kata politea dalam bahasa Yunani yang berasal dari dua suku kata yaitu polis dan tea. Kata polis artinya ‘kota’ atau ‘negara’. Sedangkan kata tea artinya ‘urusan’. Dapat diperjelas bahwa arti ‘politik’ menurut Aristoteles adalah urusan sekelompok masyarakat yang ingin mencapai tujuan tertentu untuk kepentingan mereka. Dalam hal ini kelompok yang dimaksud disini adalah partai Hanura dan kelompok-kelompok lainnya. Mereka memiliki kepentingan politik yang mungkin sama atau ‘disamakan.’
Sementara itu istilah ‘manuver’ adalah sebuah tindakan yang dilakukan untuk mencapai tujuan dan biasanya dilakukan secara cepat dalam kondisi dan waktu tertentu. Kini “manuver” Hanura–disadari atau tidak– sudah membuat sebuah situasi dan pemaknaan baru bagi politisi yang akan bersaing. Kaitan “manuver” politik Hanura ini tentu dengan kemesraan Golkar dan PKS yang sudah mendeklarasikan koalisi partai dan balon masing-masing. Kini, kemesraan itu mungkin sedikit terganggu atau setidaknya membuat masing-masing partai bertanya tanya tentang apa dan bagaimana “manuver” ini.
Dalam situasi politik yang sangat dinamis semuanya bisa terjadi karena secara umum koalisi partai dan balon untuk pilkada Tanah Datar baru sampai di tingkat provinsi. Nantinya DPP partai masing-masing yang akan menetapkan siapa berpasangan dengan siapa. Koalisi partaipun ditetapkan oleh DPP partai karena politik tak pernah lepas dari kepentingan. Namun “manuver” politik Hanura ini bisa berhasil karena beberapa faktor.
Pertama, faktor power dan daya dorong. Jika power untuk bermanuver ini benar-benar kuat dan daya dorong dari berbagai kelompok lain sangat kuat tentu koalisi berpeluang untuk berhasil. Kedua, faktor hasil survey. Jika menurut survey koalisi tersebut bagus tentu akan menjadi pertimbangan tersendiri sebab survey yang benar-benar dilakukan secara ilmiah dengan metodologi yang tepat adalah cerminan tingkat keberhasilan pertarungan nantinya. Ketiga, faktor simbiosis mutualisme politik. Artinya, sejauh mana Golkar dan Hanura bisa saling menguntungkan. Siapa mendapatkan apa?
Dalam ilmu politik istilah first come first serve (siapa yang datang duluan akan mendapatkan tempat duluan) tidak berlaku. Secepat apapun kita mengawali star belum tentu kita akan mencapai garis finis. Bahkan sering terjadi yang sampai ke finis nanti adalah yang mendapatkan tempat belakangan. Itulah politik. Karena waktu untuk mendaftar ke KPU masih ada tentu masih banyak peluang peluang koalisi yang bisa dibangun. Tidak ada kata pasti dalam politik kecuali KPU sudah menutup pendaftaran balon.
Hari ini ada manuver politik dari Hanura dan besok entah siapa lagi. Jika pasangan yang sudah sepakat tidak “kuat iman” dalam menyikapi manuver manuver tentu akan berpaling dan memulai babak baru lagi. Bak kata pepatah Minang “Baharago Jo awak, bajua Bali Jo urang lain.”