Oleh: Muhammad Miftahul Fikri
(Mahasiswa Departemen Antropologi Sosial FISIP Universitas Andalas & Anggota SURI)
Pada tgl 29 Agustus hingga 29 September 2024, Lembaga Surau Intellectual for Conservation (SURI) akan menyelenggarakan sebuah pameran batik yang istimewa di Minangkabau Corner, Perpustakaan Universitas Andalas Padang. Pameran ini, yang diberi judul “Pameran Batik Sunyi,” akan menampilkan 100 potong kain batik hasil kreasi empat puluh orang Teman Tuli yang sebelumnya telah dilatih oleh SURI.
Pelatihan ini diselenggarakan dalam dua tahap yaitu di Canting Buana Kreatif, dengan melibatkan dua puluh orang Teman Tuli pada tahap pertama yang dilaksanakan pada 23-26 Mei 2024, dan dua puluh orang lainnya pada tahap kedua yang berlangsung pada 21-24 Juni 2024.
Pameran ini bukan sekadar perhelatan seni, melainkan sebuah gerakan inklusif yang bertujuan untuk membuka peluang sosial dan ekonomi bagi individu dengan difabel rungu, atau yang lebih dikenal sebagai Teman Tuli, dalam masyarakat kita.
Kegiatan ini berusaha untuk menggabungkan warisan budaya yang kaya dengan inklusi sosial, dengan cara memanfaatkan iluminasi manuskrip Minangkabau sebagai sumber inspirasi dalam pembuatan batik. Melalui upaya ini, kita tidak hanya dapat melestarikan warisan budaya yang berharga, tetapi juga menciptakan dampak positif yang signifikan bagi kualitas hidup Teman Tuli, sekaligus mendorong pertumbuhan ekonomi lokal.
Minimnya jumlah pembatik di Ranah Minang telah menjadi masalah yang lama dihadapi. Ketika satu UMKM mendapatkan pesanan batik dalam jumlah besar, produksi sering kali harus dialihkan ke perajin di wilayah Jawa.
Kondisi ini tentu tidak menguntungkan bagi perkembangan ekosistem industri batik di Sumatera Barat. Pemerintah daerah, baik di tingkat provinsi maupun kabupaten/kota, sering kali menyelenggarakan pelatihan membatik untuk mengatasi masalah ini. Namun, hanya sedikit dari peserta pelatihan yang mampu bertahan dan memiliki ketekunan dalam mencanting, sebuah keterampilan yang membutuhkan dedikasi dan kesabaran yang luar biasa.
Dalam konteks ini, pengalaman Canting Buana Kreatif di Padang Panjang, yang dipimpin oleh Widdiyanti, menawarkan pelajaran berharga. Di sini, tiga dari karyawan Canting Buana Kreatif adalah Teman Tuli, dan mereka telah bekerja dengan dedikasi selama lebih dari satu dekade, sejak tahun 2012. Dibandingkan dengan Teman Dengar, Teman Tuli ini menunjukkan keterampilan, ketekunan, dan ketabahan yang luar biasa dalam membatik.
Menurut Widdiyanti, produk batik tulis yang dihasilkan oleh Teman Tuli tersebut berkualitas tinggi dan telah dipakai oleh pejabat, baik di tingkat lokal maupun nasional. Mereka tidak hanya terampil dan teliti, tetapi juga menunjukkan konsistensi serta karakteristik unik dalam proses kreatif mereka.
Berangkat dari fenomena ini, Lembaga SURI mengajukan program pelatihan ini ke Program Dana Indonesiana. Pelaksanaan program ini direncanakan akan bermitra dengan Canting Buana Kreatif, yang memiliki pengalaman luas dalam mengembangkan potensi Teman Tuli di dunia membatik. Selain itu, Canting Buana Kreatif juga telah lama menjadi pusat pelatihan dan magang bagi murid-murid sekolah kejuruan dari berbagai daerah di Sumatera Barat, menjadikannya mitra yang ideal untuk program ini.
Program yang diusulkan oleh SURI ini juga bertujuan untuk memberikan warna baru dalam Program Dana Indonesiana dengan menanamkan semangat inklusi yang difabel friendly. Empat puluh orang Teman Tuli akan dioptimalkan potensinya dalam membatik, dengan menggunakan motif yang dikembangkan dari iluminasi manuskrip Minangkabau. Penting untuk dicatat bahwa produk yang dihasilkan dari pelatihan ini tidak hanya akan dipamerkan, tetapi juga dikomersialisasikan, memberikan peluang ekonomi yang nyata bagi para peserta.
Pameran Batik Sunyi ini merupakan sebuah simbol dari upaya kolektif untuk merangkul inklusi sosial melalui pelestarian budaya. Melalui pameran ini, kita diajak untuk melihat bahwa keterbatasan fisik bukanlah halangan untuk berkarya dan berkontribusi pada masyarakat. Sebaliknya, dengan memberikan dukungan yang tepat, individu dengan difabel rungu dapat menjadi aset berharga dalam upaya pelestarian budaya dan pengembangan ekonomi lokal.
Di tengah tantangan minimnya jumlah pembatik di Ranah Minang, pameran ini juga memberikan harapan baru bagi kebangkitan industri batik di Sumatera Barat. Dengan melibatkan Teman Tuli dalam proses kreatif ini, kita tidak hanya memperkaya khasanah batik dengan motif yang unik dan bernilai budaya tinggi, tetapi juga membuka jalan bagi inklusi yang lebih luas dalam sektor ekonomi kreatif.
Pameran ini adalah cermin dari betapa kayanya budaya kita dan bagaimana inklusi sosial dapat memperkuat dan memperkaya warisan tersebut. Melalui “Pameran Batik Sunyi,” kita belajar bahwa setiap individu, terlepas dari keterbatasan fisik, memiliki potensi untuk berkontribusi secara signifikan terhadap pelestarian budaya dan pembangunan ekonomi. Dengan memanfaatkan keunikan dan keahlian Teman Tuli, kita dapat menciptakan karya seni yang tidak hanya indah secara visual tetapi juga penuh makna.
Pada akhirnya, pameran ini adalah sebuah panggilan bagi kita semua untuk menghargai, mendukung, dan merayakan keberagaman dalam segala bentuknya. Inklusi sosial bukanlah sekadar slogan, tetapi sebuah komitmen nyata untuk memberdayakan setiap individu agar dapat berpartisipasi penuh dalam masyarakat. Dengan demikian, “Pameran Batik Sunyi” tidak hanya menjadi sebuah perayaan seni dan budaya, tetapi juga sebuah pernyataan kuat tentang pentingnya inklusi dan pemberdayaan dalam menciptakan masyarakat yang lebih adil dan sejahtera. (*)