Opini  

Jaminan Kesehatan Publik Tanah Datar: Hak Dasar Publik Yang Diabaikan?

IMG 20230111 173759
IMG 20230111 173759

Opini Oleh: Muhammad Intania, SH
Sekretaris LBH Pusako

Setelah kami mengulas tentang Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS), maka sesuai janji, kini saatnya kami mengulas tentang Jaminan Kesehatan Masyarakat Daerah (Jamkesda) Kabupaten Tanah Datar.

Jamkesda adalah program jaminan bantuan pembayaran biaya pelayanan kesehatan yang diberikan Pemerintah Daerah kepada masyarakat daerah.

Pemerintah Daerah / Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Tanah Datar menyerahkan pengelolaan dana Jamkesda Kab. Tanah Datar kepada BPJS Kesehatan dengan dasar hukum sebagai berikut:

  1. UU No. 24 Tahun 2011 tentang BPJS dan Peraturan Pelaksananya,
  2. Peraturan Presiden No. 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan,
  3. Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 52 Tahun 2015 tentang Pedoman Penyusunan APBD Tahun 2016.

Anehnya, Sekretariat Daerah Pemkab Tanah Datar tidak menyertakan Peraturan Daerah (Perda) tentang Jaminan Kesehatan Daerah. Apa memang tidak pernah ada Perda tersebut yang harus dibuat oleh Pemkab TD bersama DPRD TD?

Jika memang tidak ada, pantas saja ketika penulis menanyakan tentang Jamkesda ini kepada Bupati Eka Putra, SE, MM yang merupakan kader Demokrat, kepada Pimpinan DPRD yaitu Rony Mulyadi, SE Dt. Bungsu dari fraksi Gerindra, dan Anton Yondra, SE, MM dari fraksi Golkar serta Saidani, SP dari fraksi PKS sepertinya kompak tidak menjawab pertanyaan penulis. Ada apa ini? Apakah mereka tidak tahu? Atau tidak paham? Ya sudah lah, nilai saja sendiri oleh publik buat pertimbangan pileg dan pilkada tahun 2024 nanti.

Menurut data yang diberikan kepada penulis, rekapitulasi penyaluran dana Jamkesda Tanah Datar kepada BPJS Kesehatan periode 2019, 2020 dan 2021 mengalami kenaikan dari tahun ke tahun. Tahun 2019 diserahkan 17,3 milyar rupiah, tahun 2020 diserahkan 21,3 milyar rupiah, dan tahun 2021 meningkat menjadi 24 milyar rupiah lebih.

Baca Juga :  Plus Minus "Perseteruan" Eka Putra VS Richi Aprian: Siapa Salah dan Benar?

Jumlah peserta Kartu Indonesia Sehat (KIS) Kabupaten Tanah Datar yang menerima manfaat dari Jamkesda Tanah Datar juga meningkat dari tahun ke tahun. Tahun 2019 peserta KIS adalah 62.092 orang, tahun 2020 peserta KIS adalah 65.055 orang, dan tahun 2021 jumlah peserta KIS adalah 65.836.

Menurut analisa penulis, baru hanya sampai disitulah kemampuan anggaran Pemkab Tanah Datar untuk melayani penduduknya yang seharusnya layak untuk mendapatkan layanan jaminan kesehatan, sebab dari tulisan penulis sebelumnya terdata ada 179.433 orang yang masuk dalam data DTKS tahun 2021. Artinya masih banyak warga Tanah Datar yang belum mendapatkan layanan jaminan kesehatan dari Pemkab Tanah Datar.

Padahal menurut seorang pemerhati sosial politik Tanah Datar dan menurut Undang undang, kesehatan dan pendidikan adalah hak dasar publik yang harus dan wajib ditangani oleh pemerintah, sama halnya hak untuk hidup, hak untuk berpendapat dan hak untuk mendapat informasi publik serta hak untuk memperoleh perlindungan hukum yang harus dijamin oleh Negara.

Sebagai perbandingan, kita lihat misalnya Kota Padang Panjang, Kab. Pasaman dan kota Pariaman untuk hak dasar kesehatan dan pendidikan setingkat SMA sudah dipenuhi dan disubsidi pemerintah kab / kota setempat sehingga masyarakatnya mendapat gratis biaya pendidikan sampai tingkat SMA dan gratis berobat. Bagaimana dengan Kab. Tanah Datar?

“Sepertinya Tanah Datar lebih mementingkan hal hal seremonial untuk menggiring opini publik agar pemerintah terkesan populer di tengah masyarakat sehingga publik terlena dan atensi publik dialihkan dari hak hak dasarnya. Apo indak ado masyarakat yang merasa takicuah di nan tarang salamo iko?” ujar Wan Labai mainok inok sambia maisok rokok daun anau nyo.

Lihat dan pahami tabel diatas bahwa Kabupaten Tanah Datar berada pada peringkat ke 13 dari 19 Kab/Kota di Provinsi Sumbar dalam hal Pencapaian Cakupan Kepesertaan Universal Health Coverage (UHC) JKN-KIS. Jauh dibawah capaian yang telah dilakukan oleh Kab. Pasaman, Kota Padang Panjang dan Kota Solok, bahkan dari Kab. Kepulauan Mentawai sekalipun, hehehe.

Baca Juga :  Makna Falsafah "Alam Takambang Jadi Guru" di Minangkabau

Kunci untuk mengatasi persoalan dasar tersebut adalah GOODWILL pemerintah dalam mengelola pemerintahannya secara profesional dan bertanggung jawab. Seberapa besar pemerintah bisa mengalokasikan APBDnya untuk sektor sektor dasar tersebut khususnya sektor kesehatan dan pendidikan, baru mikirin ke sektor lain seperti belanja pegawai, operasional dan investasi. Sehingga pada periode waktu tertentu pemerintah Tanah Datar bisa keluar dari zona defisit menuju pemerintah yang surplus. Itu baru keren, om!

Kalau hanya mengurus dan melayani publik cenderung ke hal hal seremonial seperti peresmian ini dan itu, menghadiri undangan ini dan itu, sudahi lah itu. Publik butuh pemerintah itu menegakkan pondasi yang kokoh untuk menuju kesejahteraan rakyat yang berdasarkan ABS SBK yang sebenar benarnya. Untuk itu perlu program jangka pendek, menengah, dan jangka panjang yang sinergi dan bertahap serta terukur yang perlu dipublikasikan ke publik agar mendapat dukungan publik. Nantinya pemerintah akan dinilai sebagai pemerintah yang berprestasi, bukan pemerintah seremoni.

Tahun 2023 diprediksi banyak orang sebagai tahun yang sulit dan suhu politik akan meningkat. Pemkab TD harus punya persiapan dalam hal penanggulangan bencana, pemilihan Wali Nagari, persiapan pileg dan pilkada. Belum lagi jika ada yang terlibat kasus hukum yang akan menyita energi dan dapat merusak reputasi serta menurunkan elektabilitas publik seperti kasus KONI, kasus KWARCAB, dll yang masih berstatus on progress, belum lagi dugaan skandal tingkat nasional yang masih pending hingga saat ini.

Ayolah fokus pada pemenuhan hak dasar publik, jangan diciderai kepercayaan publik, atau beresiko kehilangan kepercayaan publik. (*)

Penulis: Muhammad Intania, SH