Opini oleh: Aziz Lendra (Mahasiswa Jurusan Ilmu Politik Universitas Andalas Padang)
Memasuki masa Pilkada 2024 yang sudah dekat, konflik politik semakin jelas terlihat terjadi kalangan masyarakat, Terutama polarisasi politik. Polarisasi politik merupakan fenomena yang terjadi di Indonesia. Polarisasi politik ditandai dengan adanya perbedaan pendapat antara kelompok-kelompok politik, sehingga sulit untuk mencapai kesepahaman.
Polarisasi politik ini berdampak negatif bagi masyarakat karena dapat meningkatkan konflik sosial, bisa juga menurunkan kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah, dan terhambatnya pembangunan dikarenakan ada perpecahan antara kelompok-kelompok politik tersebut.
Penyebab polarisasi politik ini biasanya sering terjadi Karena perbedaan ideologi antara kelompok nasionalis dan kelompok agama, sehingga sulit untuk mencapai kesepakatan. Polaritas politik juga terjadi karena adanya perbedaan kepentingan seperti perbedaan kepentingan antara kelompok pengusaha dan kelompok buruh. Dan ada juga kelompok yang memiliki perbedaan dari cara pandang sehingga dapat menyebabkan polaritas politik seperti perbedaan cara pandang antara kelompok yang pro-pemerintah dan kelompok yang anti pemerintah.
Polarisasi politik ini tentu akan membawa dampak yang buruk kerena terbelahnya masyarakat menjadi dua bagian yang besar bahkan bisa lebih. Dampak polarisasi politik ini dapat merusak institusi demokrasi di Indonesia dengan menghambat proses pembuatan kebijakan dan memperkuat posisi pihak-pihak tertentu.
Hal ini dapat memicu timbulnya kekecewaan masyarakat karna merasa dirugikan. Dampak polarisasi ini juga dapat merusak institusi kepresidenan yang dapat berdampak karena terdorongnya kandidat yang ektrim. Hal tersebut dapat menggagalkan institusi kepresidenan untuk mewakili kepentingan masyarakat secara luas dan lebih mementingkan agenda pribadi.
Adanya polaritas politik ini dapat membentuk sikap masyarakat terhadap isu kebijakan luar negri. Padahal polarisasi politik dapat membuat masyarakat tidak mendukung kebijakan luar negri yang dibuat berdasarkan kepentingan nasional. Terhambatnya pembagunan juga termasuk dampak polarisasi politik karena masyarakat tidak dapat focus terhadap pembagunan yang ada, tetapi lebih fokus pada konflik politik yang ada.
Namun, dalam politik di Indonesia, polarisasi merupakan fenomena yang populer berkembang di tingkat massa, ketimbang elite politik. Kecenderungan non-ideologis politik kepartaian Indonesia membuat elite politik bisa bermanuver ke segala arah. Umumnya mereka bergerombolan ke koalisi yang kuat atau cenderung berkuasa. Misalnya, tidak lama setelah Bapak Jokowi memenangkan kursi presiden pada pilpres 2014, Partai Golkar, Partai Amanat Nasional dan Partai Pembangunan mengubah haluan koalisi menjadi pendukung Jokowi, yang membuat mereka memperoleh kursi di kabinet.
Namun, perubahan koalisi ini tidak bisa seluruhnya diikuti oleh pendukungnya. Komentar dan perdebatan politik baik di kalangan mulut ke mulut masyarakat maupun media sosial memperlihatkan sangat jelas polarisasi politik terus berlangsung. Hingga para pendukung dari masing-masing koalisi tetap mempertahankan sikap antagonisme pada diri mereka.
Namun, dari sekian banyak dampak negatif dari pilarisasi politik ada juga dampak positif dari polarisasi politik. Dampaknya yaitu banyak masyarakat yang tertarik dan menjadi lebih sadar akan politik, ingin tahu tentang kandidat dan kebijakan yang mereka suarakan kepada masyarakat, dan berpartisipasi dalam melakukan kampanye untuk kandidat yang mereka dukung. Para pemilih juga menjadi lebih aktif mengawasi kinerja pemerintah. Positifnya polarisasi telah melibatkan masyarakat yang awalnya tidak peduli dan tidak terlibat dalam politik menjadi lebih aktif dan lebih memperhatikan politik di Indonesia ini.
Upaya pencegahan dampak negatif dari pilarisasi politik pemerintah perlu melakukan upaya seperti meningkatkan pendidikan politik untuk pemahaman masyarakat tentang politik, sehingga masyarakat dapat lebih bersikap rasional dalam menghadapi perbedaan pendapat. Media massa juga perlu lebih objektif tanpa memberikan berita-berita yang provokatif yang membuat masyarakat terpecah belah. Masyarakat juga harus lebih pintar dalam menyaring berita dan harus melihat berita tersebut asalnya muasalnya darimana, sehingga nantinya tidak mudah terpancing atau terlibat dalam berita-berita yang hoax.
Polarisasi politik tidak boleh dipandang sebelah mata oleh pemerintah maupun masyarakat. Apalagi kita sudah memasuki bulan-bulan pilkada yang mana berita-berita tentang kandidat calon pemimpin daerah sudah banyak muncul. Kita semua harus berpikir kritis dalam melihat berita-berita yang mengandung sifat provokasi dan juga berita-berita hoax yang dapat memecah belah pihak-pihak masyarakat.
Kita sebagai pemilih harus lebih cerdas dalam melihat kandidat calon pemimpin daerah di daerah kita masing-masing. Pilihlah pemimpin yang menurut kita bagus dan baik dimata kita, dan jangan memprovokasikan calon pemimpin yang tidak kita pilih. Karna itu juga dapat polarisasi politik.
Negara Indonesia adalah Negara yang memiliki bermacam-macam perbedaan seperti perbedaan suku, agama, ras, etnis dan lainnya. Perbedaan memang tidak bisa dihindari di Indonesia. Namun hal ini bukan menjadi suatu hal untuk kita tidak dapat bersatu, pilihlah pemimpin daerah yang menurut kita bagus. Dan siapapun yang terpilih nantinya, masyarakat dapat hidup damai dan bersatu tanpa terpecah belah, dan hidup berdampingan secara harmonis. (*)
Sumber gambar: The Columnist. Diakses dari google free access