Opini Oleh: M. Intania, S.H. (Wartawan)
Belakangan ini, Kabupaten Tanah Datar seolah tak kunjung habis dilanda bencana. Bukan lagi musibah biasa, melainkan bencana alam luar biasa. Belum selesai recovery pasca bencana nasional banjir bandang Galodo yang melanda Tanah Datar pada tanggal 11 Mei 2024 lalu, sekarang ini masyarakat Tanah Datar disapa dengan bencana baru yaitu gabungan banjir, longsor dan galodo yang mulai terjadi pada Senin, 24 November 2025 di beberapa nagari dan kecamatan di kabupaten Tanah Datar.
Ada apa dengan Luhak Nan Tuo yang katanya menganut prinsip Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah (ABS SBK) ini? Apakah bencana ini sebagai teguran Allah karena kita tidak benar benar berkomitmen menjalankan prinsip ABS SBK secara kaffah? Ataukah prinsip ABS SBK tersebut hanya dijadikan oleh pemegang kepentingan secara hipokrit, dimana prinsip ABS SBK hanya dimuliakan di kata kata atau sebatas retorika, disanjung dalam pertemuan pertemuan, namun dikhianati dalam ketiadaan regulasi yang melemahkan prinsip ABS SBK itu sendiri?
Fenomena hipokrit tersebut juga bisa kita lihat pada saat terjadinya bencana. Pada tahun 2024 yang dikenal juga sebagai tahun politik pemilihan anggota legislatif (Pileg) dan pemilihan kepala daerah (Pilkada), di saat terjadi bencana galodo pada 11 Mei 2024, dapat disaksikan bersama bagaimana para caleg dan cabup serta cawabup bersama sama satgas dan relawan dengan uniform kebesaran dan bendera partai masing-masing tak sungkan sungkan tampil ke tengah lokasi bencana sambil bergotong royong dan menyerahkan donasi.
Namun apa yang terjadi di saat tahun politik telah berlalu dan kemudian terjadi lagi bencana alam pada 24 November 2025, kenapa kehadiran para wakil rakyat terpilih dan para pengurus partai seolah hilang ditelan bumi? Setidaknya diketahui masih minim sekali informasi publik di media sosial adanya wakil rakyat yang turun langsung ke lokasi atau minimnya pengurus / kader partai yang turun ke lokasi bencana. Ada apa? Apakah karena merasa tidak ada kepentingan politik lagi? Apa karena ketiadaan dana pasca belanja politik yang mahal pada tahun lalu? Tentu jawabannya terpulang pada persepsi netizen masing masing.
Sangat disayangkan belum terlihat adanya penggalangan dana dan kader partai partai besar di Tanah Datar untuk menerjunkan relawannya dan membuka posko relawan. Tidakkah tergerak nurani dan emphati tuan tuan dengan kondisi yang dialami oleh saudara saudara kita yang kehilangan nyawa sanak saudara, kehilangan harta benda dan menderita fisik dan batin akibat bencana tersebut? Yang terlihat beberapa hari ini sebagian barulah kehadiran di lokasi bencana sekedar berempati dan diupload di medsos.
Khusus untuk Tanah Datar, sejauh ini baru terbaca adanya bantuan dari seorang anggota DPR RI dari partai Golkar yang disalurkan oleh kader kader partai di daerah. Atau mungkin sudah ada juga wakil rakyat yang memberikan bantuan tapi secara diam diam karena bisa saja anggota DPR RI dan DPRD provinsi sudah mulai ikhlas beramal dalam membantu dan tak ingin diekspos lagi!
Agaknya bencana kali ini dapat menjadi evaluasi buat netizen manakala belum / tidak ada respon cepat tanggap bencana dari para wakil rakyat yang dulu netizen pilih dan belum / tidak ada respon cepat tanggap bencana dari partai partai besar yang punya kantor sekretariat bagus, punya kendaraan ambulance dll namun tidak kelihatan keberadaannya di lokasi bencana.
Semoga dengan ketiadaan sosok para wakil rakyat dan ketiadaan perwakilan partai politik dalam tanggap bencana ini menjadi pelajaran politik berharga bagi masyarakat Tanah Datar. Siapa yang menanam, dialah yang akan menuai. Tuhan tak pernah lupa, hanya manusia yang sering berkhianat. (*)
