Oleh: Monica Milda Fitriani
(Jurusan sastra Minangkabau, Universitas Andalas, Padang)
Sumatera Barat memiliki banyak sumber daya alam, buktinya saja saat penulis hendak pergi ke Solok, di sepanjang jalanan menuju kabupaten Solok terlihat hamparan hutan, pepohonan yang lebat, udara yang sejuk dan disuguhi dengan pemandangan alam yang sangat indah. Pepatah ini selalu membuat penulis bertanya-tanya. Mengapa alam yang menjadi guru?
Alam mengajarkan pada kehidupan dan alam juga menyediakan semua apa yang dibutuhkan oleh penghuninya. Alam itu sebagai pedoman dan pengalaman juga merupakan guru bagi kita. Jika pengalaman yang dirasakan baik maka itu harus di lakukan, begitupun sebaliknya jika pengalaman itu buruk cukup jadikan itu sebagai sebuah pelajaran. Jangan diulangi lagi. Cukup ambil hikmah di balik pengalaman itu.
Dulu untuk memenuhi kebutuhan pangan manusia bercocok tanam dan beternak agar bisa memenuhi kebutuhan hidupnya. Mereka belajar itu semua dari alam. Mereka memperhatikan alam di sekitarnya bagaimana cara tumbuhan bertahan hidup dan bagaimana cara hewan bertahan hidup. Kemudian mereka coba untuk bercocok tanam dan beternak. Begitu pun saat gunung api meletus semua hewan akan turun dari gunung, hewan itu menjauhi gunung karena gunung dalam keadan bahaya. Manusia tetap memperhatikan itu dan menandai peristiwa seperti itu tandanya akan datang bencana.
Dan hebatnya lagi orang Minang selalu membuat perumpamaan seperti pepatah, pribahasa dan tambo itu selalu bersumber dari alam untuk mengekspresikan atau mengungkapkan apa yang sedang dipikirkannya. Melalui peristiwa yang terjadi di alam, memandangi langit dan memperhatikan hewan dan tumbuhan bisa tercipta sebuah ungkapan yang mana ungkapan itulah yang dijadikan sebagai simbol pedoman. Contoh: dima bumi di pijak disinan langik di junjuang (dimana bumi di pijak disanalah langit di junjung). pepatah ini diperuntukkan bagi orang yang pergi merantau. Pepatah ini menjelaskan bahwa saat merantau ke negara orang yang belum pernah sama sekali didatangi. maka harus bisa cepat dalam beradaptasi dengang baik mengikuti aturan yang berlaku di daerah rantau itu.
Prinsip merantau dahulu, jangan pulang sebelum mendapatkan kesuksesan di tempat orang. Adapun rantau itu dilakukan untuk memperbaiki perekonomian mereka di kampung. Merantau juga merupakan pengalaman yang berharga. Setiap orang yang pergi merantau ketika ditanya untuk apa pergi merantau jauh-jauh ke negara orang? Jawabannya tentu untuk mencari pengalaman bagaimana cara orang bekerja apakah ada peluang untuk kita bisa berkerja dan berdagang disana.
Dima titiak palito, di baliak telong nan batali, dima asa niniak kito, di ateh gunuang marapi (di mana titik pelita, di atas telong yang bertali, dimana asal nenek kita, di atas gunung merapi). Pepatah ini menggambarkan nenek moyang orang Minangkabau berasal dari gunuang Marapi. Tidak semua masyarakat Minangkabau bisa memahami alam. Mereka harus membutuhkan kepekaan terhadap alam. Jika melihat ada yang berbeda dengan alam, itu menandakan akan terjadi sesuatu. Contohnya saja saat akan terjadi gempa pasti ada pertanda-pertanda yang dilihatkan oleh alam. Saat penulis masih kecil neneknya pernah berkata jika suasana alam terasa hening, panas dan cuaca berubah-ubah tanpa disadari itu adalah pertanda akan terjadinya gempa.
Tapi itu semua kembali kepada diri sendiri. Sebagian ada yang percaya dengan mitos ini dan sebagian lagi tidak percaya. Pada intinya pertanda apapun yang terjadi tetap lah harus berhati-hati dan selalu berserah diri kepada Allah swt. Bencana apapun yang terjadi di waktu apa dan dalam ke adaan apapun itu kehendak Allah SWT. Kita tidak bisa menebak kapan akan terjadi bencana. Ketika Allah telah mengatakan kun fayakun (terjadilah) maka itu akan terjadi, dan tak satu orang pun yang bisa menghindar. Saat memandang langit dan saat berada di pantai terkadang selalu terbesit di pikiran penulis bagaimana indahnya ciptaan Allah SWT. Selalu bersyukur atas apa yang di berikan Allah kepada umatnya. Saat berada di pantai melihat semua pemandangan yang ada di sana membuat pikiran kita tenang untuk sejenak . terkadang saat kita telah selesai mengerjakan satu pekerjaan yang berat kita itu butuh refreshing. Menghirup udara segar yang ada di pantai mendengarkan deburan ombak itu adalah cara untuk menenangkan diri. Keesokan harinya setelah pergi ke pantai kita lebih bersemangat untuk melanjutkan beraktifitas seperti biasanya.
Tidak hanya itu saja, ukiran rumah gadang dan ukiran yang terdapat pada suntiang itu dibuat dengan bentuk flora dan fauna. Contoh di dalam ukiran rumah gadang ada namanya itiak pulang patang (itik pulang petang). Motif ini menggambarkan bentuk satu barisan itik yang lurus hendak pulang ke kandangnya. Saat melihat bebek yang pulang berbaris dengan teratur itu melambangkan bagaimana mendidik sifat antri yang bisa diterapkan oleh masyarakat. Masing-masing ukiran rumah gadang itu memiliki makna tersendiri dan itu semua melambangkan kehidupan manusia. Bebek berjalan tanpa ada bebek yang mendahului jalan bebek yang di depannya.
Suntiang ialah perhiasan kepala yang dipergunakan oleh pengantin wanita di Minangkabau. Pengantin wanita dalam bahasa Minangkabau adalah anak daro sementara pengantin laki-laki disebut marapulai. Adapun motif yang ada di suntiang tersebut adalah bentuk gambar bunga, gambar daun dan burung merak.
Dari mulia pepatah, pantun sampai ukiran rumah gadang dan suntiang itu semua berasal dari alam, maka disini dapat disimpulkan bahwa alam sebagai pedoman bagi kehidupan masyarakat Minangkabau. Maka alam dilambangkan sebagai guru, guru mengajarkan kita membaca, menulis serta memberikan ilmu pengetahuan kepada kita membentuk karakter anak bangsa yang akan menjadi penerus pemimpin negara ini.
Begitu pun juga dengan alam. Alam takambang manjadi guru (alam terbentang mejadi pedoman dan sumber ilmu bagi manusia). Untuk itu jaga alam yang ada di sekitar dan jangan biarkan siapa pun merusak lingkungan. Jika lingkungan rusak polusi udara yang membuat manusia susah beraktifitas serta menyebabkan sesak nafas, pandangan kabur, hutan gundul yang mengakibatkan longsor dan membuang sampah sembarangan mengakibatkan banjir. Jika alam sudah rusak maka itu semua akan berdampak kepada manusia. Sehingga muncul banyak bencana. (*)