Oleh: Irwan Malin Basa (TACB di Kab. Tanah Datar)
Orang yang benar benar mengerti dan faham dengan budaya mereka adalah orang yang meletakkan sesuatu pada tempatnya. Orang tersebut harus tahu apa yang mesti diletakkan di depan, belakang, di kiri dan di kanan. Orang itu harus tahu “pasangan pasangan” benda budaya sehingga tidak sasek latak atau salah pasang.
Fenomena sasek latak atau salah pasang ini sudah sangat banyak terjadi sekarang. Misalnya, pada sebuah foto di atas, saya melihat bahwa sebuah sanduak gulai yang terbuat dari tempurung bertangkai bambu diletakkan di bak air di dalam sebuah kamar mandi. Sanduak tersebut digunakan untuk mengambil air untuk menyiram WC setelah buang air kecil. Ini betul betul salah pasang dan sasek latak.
Dugaan saya, maksud pemilik restoran/cafe menggunakan produk budaya tersebut adalah untuk membuat nilai estetika dan untuk memberi kesan unik kepada pengunjung. Tetapi ini sebenarnya adalah “penghinaan dan pelecehan budaya” Minangkabau. Apalagi kejadian ini di Luak Nan Tuo.
Mungkin sudah banyak pula yang bertanya tanya tentang fenomena ini. Tapi tak tahu harus disampaikan kepada siapa. Yasa…jadikan saja cerita menarik bagi kawan kawan. Atau mungkin saja karena ketidaktahuan juga, mereka menganggap itulah fungsi sanduak Gulai di Minangkabau! Ironis memang.
Mungkin banyak lagi hal hal yang sasek latak maupun salah pasang yang terjadi di lingkungan kita tetapi semestinya kita luruskan sehingga tidak terjadi pelecehan dan penghinaan budaya.
Kejadian seperti dalam foto di atas tidaklah layak disebut sebagai sebuah inovasi. Ini bukan pula seni. Ini murni pelecehan budaya. Tak perlu pula beragam alasan dan argumentasi dikemukakan untuk mencari kebenaran maupun pembenaran terhadap kejadian ini.
Secara Undang undang mulai dari yang tertinggi sampai kepada peraturan yang terendah sekalipun memang tidak ada larangan hukum terhadap pemakaian sanduak gulai untuk diletakkan seperti dalam foto tersebut, tetapi secara budaya, etika dan rasa saling menghargai tentu tidaklah pantas dibuat seperti itu.
Hidup di negara yang multi kultural ini tentu tidak hukum positif saja yang menjadi acuan. Tetapi banyak aturan yang tidak tertulis yang mesti diikuti dan dipatuhi. Orang yang beradat dan berbudaya itu hidupnya teratur dan memiliki alur yang jelas.
Dan, ini pun tidak ada hubungannya dengan kebebasan, demokrasi, HAM dan jargon jargon lainnya. Ini adalah produk budaya sasek latak dan salah pasang. Tak lain dan tak bukan.
Solusinya, kalau sudah tahu fungsinya sanduak gulai untuk mengambil gulai dari kancah, jangan letakkan sanduak itu dalam bejana air di WC untuk menyiram WC setelah pipis. Yaa … “Tobat budaya” lah bagi orang yang membuatnya. (*).