Tanah Datar, Jurnal Minang. Com. News & Web TV. Tanah Datar dikenal sebagai Luak Nan Tuo yang merupakan pusek jalo pumpunan ikan. Daerah ini dipenuhi oleh peninggalan sejarah dan budaya yang melimpah. Namun sampai saat ini belum ada Dinas Kebudayaan di Tanah Datar. Tapi tidak adapun Dinas Kebudayaan upaya untuk mendokumentasikan tinggalan kebudayaan masih tetap lanjut. Salah satunya dokumentasi Makam Medan Bapaneh Gunung di Nagari Tanjung Alam, Kec. Tanjung Baru.
Situs ini terletak di jorong Gunung. Lokasinya cukup dekat dari pinggir jalan kampung. Lebih kurang 20 M. Jalan ke lokasi situs ini cukup baik. Busa dilalui kendaraan roda empat dan roda dua. Situs ini sudah dipugar oleh BPCB Sumbar. Lokasinya sudah dipagar besi dan tembok yang cukup rapi.
Di lokasi situs ini ada kuburan batu dan nisan nisan batu besar. Ada nisan yang besar, kecil, dan ada yang tipis maupun tebal. Arah kuburan belum tertata rapi. Ads yang mengarah ke Utara Selatan dan ada pula yang mengarah ke Timur dan Barat. Diperkirakan makam ini sudah ada sebelum Islam masuk ke Minangkabau dan dilanjutkan sampai Islam masuk. Rerumputan di lokasi situs ini cukup terawat. Beberapa stone chair berjejer indah di sisi Utara dan Timur.
Menurut pak Pen, warga setempat yang kami temui di lokasi, situs ini berada di tanah ulayat suku Piliang Laweh. Penghulunya adalah Datuak Kudun Nan Diateh. Menurut informasi yang dihimpun di lapangan bahwa yang berkubur disana yang paling besar nisannya adalah Datuak Naro Bosa. Luas situs ini sekitar 22 M X 15 M. Di kiri kanan situs adalah ladang penduduk.
Dahulunya makam ini digunakan untuk berbagai kepentingan ritual adat dan agama. Salah satunya adalah untuk berdoa tolak bala. Jika wabah penyakit berjangkit di dalam kampung maka masyarakat akan melakukan doa tolak bala di situs ini. Selain itu, lokasi situs ini juga digunakan untuk berdoa minta hujan turun. Jika kemarau panjang melanda, maka masyarakat akan berdoa bersama sama di situs ini sambil membawa nasi dan memotong kambing di lokasi tersebut.
Ritual budaya dan agama adalah dua hal yang umum dilakukan oleh masyarakat Minangkabau sejak dahulu. Tentu keberadaan situs ini merupakan sebuah saksi sejarah yang tidak bisa diabaikan begitu saja. Peradaban Minangkabau di daerah ini tentu mengalami pasang surut pula. Kalau dahulunya arah makam belum beraturan, tapi setelah Islam masuk, arah makam ditertibkan yaitu menghadap ke kiblat dan berbujur lurus dari Utara ke Selatan.
Masih banyak misteri yang tersimpan di situs ini untuk diteliti oleh para sejarawan, arkeolog, budayawan dan berbagai disiplin ilmu lainnya. Semoga saja para sarjana kita bisa menjawab misteri tersebut sehingga tabur gelap sejarah Minangkabau bisa terbuka. (Red.Jm).