Tradisi Makan Bajamba di Bendang, Rambatan

Oleh: Mukhlisah Syahidah, Monica Angelia dan Khofifah Rizki Oktavia

(Mahasiswa TBI IAIN Batusangkar)

Setiap daerah di Minangkabau memiliki berbagai ragam tradisi yang sudah diwarisi semenjak turun temurun. Tradisi tersebut dilakukan pada momen tertentu. Misalnya, pada acara menyambut bulan Ramadhan, acara panen, upacara atau tradisi ketika kematian, tradisi turun mandi dan lain sebagainya.

Salah satu tradisi yang menarik untuk disimak adalah tradisi makan bajamba pada hari terakhir puasa Ramadhan. Sebagaimana lazimnya bahwa bulan Ramadhan adalah bulan suci yang sangat ditunggu tunggu kedatangannya, begitupun akhir dari Ramadhan tersebut. Kita sebagai umat muslim tentu akan bersedih jika berpisah dengan bulan suci yang pada bulan ini Allah memberikan banyak kesempatan dalam beribadah dan ampunan untuk para hambanya.

Tradisi “makan bajamba di hari terakhir puaso” adalah tradisi babuko basamo antar warga di hari terakhir Ramadhan. Tradisi ini sudah lama dilakukan masyarakat Bendang, Rambatan sejak bertahun tahun  yang lalu. Tradisi ini dilakukan di salah satu surau di Bendang bernama surau Darul Muttaqin. Tradisi ini bukan sekedar kumpul kumpul antar warga, namun tradisi ini mengandung nilai agama, budaya dan nilai sosial di dalamnya.

Tadisi “makan bajamba di terakhir puaso” bertujuan untuk menunjukkan rasa syukur kepada Allah. SWT karena telah diberikan kesempatan menjalani bulan Ramadhan dengan sehat dan baik, serta tradisi ini bertujuan untuk meningkatkan silaturrahmi dan kebersamaan antar warga masyarakat sekitar.

Pada malam sebelum diadakannya tradisi ini, tetua adat, datuak serta warga melakukan musyawarah untuk menyukseskan tradisi ini di surau. Di dalam musyawarah  ditetapkan pembagian kerja bahwa  para induak induak (kaum perempuan) akan memasak masakan yang akan dihidangkan serta membawa segala peralatan yang dirasa perlu. Sedangkan para apak apak (kaum pria) akan fokus kepada tempat dan waktu penyelenggaraan tradisi ini.

Baca Juga :  Nagari Pasia Laweh Terdampak Galodo, Sebagian Sawah Ditutupi Lumpur dan Batu

Pada pagi hari hingga siang, kaum ibu sudah mulai memasak. Hidangan khas tradisi ini adalah rendang baik itu rendang daging, rendang ayam, rendang telur dan rendang belut. Proses pembuatan rendang dilakukan secara tradisional yaitu menggunakan tungku api yang berbahan bakar kayu. Penggunaan tungku bertujuan menjaga keotentikan rasa yang dihasilkan agar lebih nikmat dan lezat jika dibandingkan menggunakan kompor. Masakan yang dihidangkan tak sekedar rendang namun ada jenis lain seperti ikan teri macho (ikan kecil), telur goreng, sambalado Tanak dan ayam goreng. Hal yang tak boleh dilewatkan yaitu hidangan takjil. Kaum ibu biasanya akan membuat es teller, es tebak, es durian dan aneka ragam minuman lainnya.

Pada pukul 5 sore, para bapak bapak akan mulai membentangkan lapiak (tikar) di halaman surau dibantu oleh remaja surau Darul Muttaqin. Para remaja akan menyapu dan membersihkan tempat dimana makanan akan dihidangkan dan berkumpul. Pukul 5.30 sore, para kaum ibu datang membawa jamba mereka ke surau.

Mereka memiliki beragam cara untuk membawa jamba mereka, ada yang dijujung di kepala dan ada yang dijinjing saja. Pada umumnya dalam jamba tersebut berisi nasi, rendang dan aneka jenis masakan lainnya. Kaum perempuan mengantarkan jamba tersebut ke surau bersama sama. Penyusunan hidangan dan piring piring dilakukan oleh kaum ibu pula. Hidangan diletakkan di tengah majelis.

Mendekati waktu maghrib para tetua adat, datuak, ustadz serta warga berkumpul mengelilingi hidangan yang telah disusun. Takjil diletakkan paling dekat dengan tempat duduk. Tujuannya agar memudahkan warga untuk mengambil takjil. Seusai melepas dahaga dengan minuman yang manis, mereka akan shalat maghrib berjamaah di surau. 

Usai shalat maghrib berjamaah di surau,dilanjutkan makan basamo antar mereka. Saat makan bersama ini duduk antara kaum laki laki dipisahkan dengan perempuan. Bapak bapak duduk di lantai yang lebih tinggi sedikit dari pada tempat perempuan duduk. Sama halnya dengan memulai makan, para bapak bapak akan memulai makan terlebih dahulu baru dilanjutkan oleh perempuan.

Baca Juga :  Grand Final Uda Uni Duta Wisata Sumbar 2022 Akan Digelar di Tanah Datar

Saat makan, hidangan semuanya terletak di tengah sehingga terdapat banyak variasi masakan yang bisa kita pilih serta nikmati. Mereka menikmati makanan tersebut bersama sama. 

Seusai makan bersama, ustadz memberikan nasihat dan ceramah pendek. Kemudian dilanjutkan dengan petatah petitih dari tetua adat, ucapan terima kasih dari pengelola surau Darul Muttaqin. Terakhir dilanjutkan do’a bersama. Doa yang biasa dilantunkan yaitu doa keselamatan dan doa rasa syukur karena telah diberikan kesehatan dalam melewati bulan Ramadhan.

Selepas makan bersama dan berdoa, para emak emak akan membersihkan segala tempat yang digunakan untuk makan bersama serta peralatan lainnya dan mereka akan kembali ke rumah masing masing untuk mempersiapkan shalat isya dan tarawih secara berjamaah. (Ed/Red.Jm).