Lembaga Sensor Film RI Hadir Di Tanah Datar Sosialisasikan Gerakan Sensor Mandiri

Tanah Datar, Jurnal Minang. Lembaga Sensor Film (LSF) Republik Indonesia hadir di Kabupaten Tanah Datar dalam rangka sosialisasi gerakan nasional budaya sensor mandiri di Kabupaten dengan tema memajukan budaya menonton sesuai usia.

Gerakan nasional budaya sensor mandiri ini adalah upaya Lembaga Sensor Film dalam menekankan pentingnya penyensoran film untuk melindungi anak-anak dari konten yang tidak sesuai.

Ketua Lembaga Sensor Film, Dr. Naswardi. M.M.,M.E mengatakan, sosialisasi tersebut dilakukan di seluruh Indonesia dan menyasar ke sekolah-sekolah dan perguruan tinggi.

“Hingga saat ini sudah ada sekitar 121 sekolah tempat yang dikunjungi LSF untuk meningkatkan literasi tontonan sesuai usia,” kata dia.

Naswardi menyebut sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2014 tentang Lembaga Sensor Film, ada empat klasifikasi usia penonton untuk film. Keempatnya adalah semua umur di atas 13 tahun, di atas 17 tahun, dan di atas 21 tahun.

Putra asli Tanah Datar tersebut juga menyebut bahwa dia juga siap untuk menjembatani pemerintah daerah dan bersedia hadir bila seandainya dibutuhkan dalam meningkatkan budaya di Tanah Datar ini.

Sebelumnya, Pjs Bupati yang diwakili Kepala Dinas Komunikasi dan Informatika Tanah Datar Yusrizal, menyampaikan ucapan
terimakasih dan apresiasi kepada lembaga sensor film indonesia yang telah memprakarsai terselenggaranya acara sosialisasi budaya sensor film mandiri ini di Tanah Datar.

“Tentunya ini sebuah kesempatan berharga bagi kabupaten tanah datar, untuk mendapat informasi berkaitan dengan sensor film, dan tayangan yang lebih edukatif dan mencerdaskan masyarakat,” kata Yusrizal.

Yusrizal menilai, tema yang dipilih
oleh lembaga sensor film indonesia dalam kegiatan sosialisasi tersebut merupakan tema yang sangat relevan dan sangat penting untuk diketahui oleh seluruh masyarakat.

Baca Juga :  Bupati Ikut Tim Ramadhan yang Akan Mengunjungi Simawang dan Koto Panjang

“Karena kemajuan teknologi informasi, maupun makin berkembangnya industri perfilman di Indonesia, membuat masyarakat harus cerdas dalam memilah tontonan,” kata dia.

Lebih lanjut dikatakan Yusrizal, mengutip dari berbagai sumber data yang didapatkan dari 41.000 an judul film, baru 2,8 persen yang telah disensor oleh LSF.

“Ini tentu menjadi perhatian serius,
mengingat banyaknya film yang beredar dan potensi risiko yang ada. Belum lagi dari tayangan film itu, terdapat berbagai adegan yang tidak sesuai dengan karakter dan budaya bangsa,” kata dia. (Kasdi Ray/Red.Jm)