Oleh : Nurfatila (Mahasiswa Hukum Ekonomi Syariah UIN Imam Bonjol Padang)
Pengangguran merupakan salah satu masalah sosial dan ekonomi yang dihadapi oleh banyak negara termasuk negara Indonesia. Angka pengangguran yang tinggi masih menjadi persoalan yang harus diselesaikan. Saat ini terdapat fenomena menarik soal pengangguran di Indonesia. Ditemukan fakta tentang sarjana yang sulit mencari pekerjaan.
Persoalan ini banyak diperbincangkan oleh masyarakat publik dan menjadi isu yang hangat, dan tentunya menarik untuk dibahas. Namun apakah persoalan pengangguran ini hanya terkait dengan masalah hubungan antara seseorang dengan pekerjaan saja?
Ternyata kasus pengangguran ini juga bisa dilihat dari sudut pandang kajian sosiologi hukum, misalnya sistem hukum akan berdampak terhadap bagaimana persoalan pengangguran ini diperhatikan dan ditangani oleh masyarakat. Selain itu, sistem hukum juga dapat mencerminkan dan memperkuat norma serta nilai-nilai termasuk persepsi masyarakat terhadap sarjana tapi pengangguran.
Contoh dampak pengangguran sarjana terhadap persepsi masyarakat tentang perguruan tinggi, dapat dilihat bahwasanya masyarakat yang memiliki tingkat pendidikan tinggi memiliki respon positif terhadap adanya perguruan tinggi.
Sebaliknya, masyarakat yang memiliki tingkat pendidikan yang rendah memiliki respon negatif yang menyatakan bahwa jika perguruan tinggi tidak dapat menjamin para lulusan sarjana untuk mendapatkan pekerjaan yang layak, maka timbulah persepsi bahwasanya pendidikan tinggi tidak penting bagi mereka.
Menurut KBBI, pengangguran adalah seseorang yang tidak punya pekerjaan. Dikutip dari Wikipedia pengangguran adalah orang yang tidak bekerja sama sekali, sedang mencari pekerjaan, bekerja kurang dari dua hari selama seminggu, atau seseorang yang sedang berusaha mendapatkan pekerjaan yang layak.
Terkait dengan semakin tingginya angka pengangguran lulusan sarjana dapat dilihat dari pendapat Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan Manusia, Kementrian Komunikasi dan Informasi (kominfo), Dr. Said Mirza Pahlevi menyebutkan “statistik pengangguran lulusan universitas baik jenjang D4, S1, S2, dan S3 kembali meningkat.” Pendapat ini didukung dengan adanya laporan dari Badan Pusat Statistik (BPS) di Survei Angkatan Kerja Nasional (SAKERNAS) pada Agustus 2023 lalu.
“Berdasarkan data BPS pengangguran lulusan universitas naik dari 4,8% tahun 2022, menjadi 5,18% di tahun 2023,” tutur Mirza dalam acara Leading Effective of Gen Al in Higher Education 2024 Southeast Asia Regional High Level Policy Dialogue di Graha Diktiristik lantai 2 Gedung D Jalan Jendral Sudirman Pintu Satu Senayan Jakarta, pada Kamis (25/4/2024).
Adapun faktor pemicu tingginya angka pengangguran dikalangan sarjana antara lain:
Pertama, adanya keterkaitan kerja dengan the power of/orang dalam, sehingga seseorang yang tidak memiliki orang dalam meskipun skillnya bagus akan tertinggal dan kesulitan mencari pekerjaan ketimbang orang yang memiliki the power of.
Kedua, terjadinya kesenjangan yang disebabkan karena jumlah pencari kerja lebih banyak dari pada jumlah lowongan kerja. Artinya, jumlah lulusan perguruan tinggi semakin meningkat setiap tahunnya. Hal ini menyebabkan persaingan untuk mendapatkan pekerjaan menjadi semakin ketat.
Ketiga, faktor internal dalam diri individu itu sendiri yang malas dan kurang efektif dalam mencari tau informasi padahal di era internet seperti ini mencari lowongan pekerjaan seharusnya menjadi lebih mudah karena banyaknya akses platform yang menawarkan informasi lowongan kerja, namun meskipun demikian banyak sarjana yang tidak memanfaatkan media online yang tersedia untuk mencari lowongan pekerjaan sesuai dengan bidang dan minatnya.
Ke-Empat, terlalu memilih-milih pekerjaan, dimana kebanyakan sarjana bermimpi untuk bekerja di perusahaan-perusahaan besar dengan gaji tinggi dan fasilitas menarik, namun mereka tidak melihat bagaimana realitas yang terjadi pada kondisi pasar kerja yang ada. Lebih parahnya lagi, mereka tidak mau bekerja jika tidak sesuai dengan keinginan dan harapan.
Hal ini menyebabkan mereka menolak atau melewatkan peluang kerja yang ada yang sebenarnya bisa dimanfaatkan terlebih dahulu sebelum mendapatkan pekerjaan yang lebih baik, karena pada prinsipnya dalam hal apapun akan dimulai dari yang kecil dulu, dan berkembang secara bertahap. Mustahil keberhasilan dapat terwujud tanpa ada pelaksanaan tahap demi tahap.
Kelima, kurang efektif dalam membuat CV/Curriculum Vitae merupakan sebuah dokumen penting yang digunakan untuk melamar pekerjaan. Dimana dalam pembuatan CV, seorang calon pekerja harus mampu menunjukkan kualifikasi, pengalaman, prestasi dan kepribadian secara menarik dan profesional. Namun banyak sarjana yang membuat CV secara asal-asalan, tidak rapi, dan tidak sesuai dengan standar perusahaan.
Ke-Enam, belum mengerti betul apa yang diinginkannya, sehingga setelah tamat kuliah banyak sarjana yang belum memiliki gambaran yang jelas tentang apa yang ingin mereka lakukan setelah lulus, ini disebabkan karena kelalaian mereka yang kurang memperhatikan rencana dan strategi yang matang untuk mencapai tujuan karirnya.
Ketujuh, meningkatnya masalah sosial. Sarjana yang menganggur cenderung mengalami frustasi, terkadang karena masalah keluarga, ekonomi sehingga putus kuliah atau bahkan karena pergaulan sehingga mudah terpengaruhi oleh hal-hal negatif seperti narkoba, kekerasan, kriminalitas, radikalisme dll.
Dampak dari pengangguran tidak hanya mempengaruhi individu yang terlibat dalam hubungan pekerjaan, tetapi juga dapat mempengaruhi pandangan masyarakat terhadap sebuah pendidikan.
Beberapa dampak dari pengangguran lulusan perguruan tinggi pada masyarakat antara lain:
Pertama, kurangnya minat masyarakat untuk melanjutkan ketingkat perguruan tinggi, banyaknya pengangguran lulusan perguruan tinggi mengurangi minat masyarakat untuk melanjutkan pendidikan tinggi, mereka lebih memilih melanjutkan sampai ketingkat SMA sederajat, dimana kebanyakan masyarakat memandang kuliah untuk mencari kerja dan tamat SMA juga bisa bisa langsung bekerja.
Kasus pengangguran ini dapat dilihat dari sudut pandang sosiologi hukum dan dikaitkan dengan ruang lingkup serta kajian karakteristiknya. Pada dasarnya ruang lingkup sosiologi hukum adalah pola-pola perilaku dalam masyarakat, yaitu cara-cara masyarakat baik itu bertindak atau berperilaku hingga menghasilkan suatu kebiasaan yang sama dari orang-orang yang hidup bersama dalam masyarakat.
Dengan demikian, dapatlah dirumuskan bahwa sosiologi hukum merupakan suatu cabang ilmu pengetahuan yang menganalisis bagaimana jalannya suatu hukum dalam masyarakat, dan juga meneliti mengapa manusia patuh pada hukum dan mengapa dia gagal untuk menaati hukum, serta faktor-faktor sosial lain yang mempengaruhi hukum.
Sangat jelas bahwa kasus pengangguran dapat dilihat dari sudut pandang sosiologi hukum. Dimana kajian sosiologi hukum mengatur sikap dan tingkah laku dalam kehidupan masyarakat yang merupakan tindakan hukum dan memiliki akibat hukum. Hukum menegaskan pentingnya pendidikan, ketentuan ini terdapat di dalam undang-undang No. 12 Tahun 2012 tentang pendidikan tinggi.
Akibat hukum yang timbul adalah persepsi masyarakat tentang lulusan perguruan tinggi yang akan mencetuskan banyak pengangguran.
Untuk itu bagaimanakah Sosiologi hukum dapat membantu memberikan pemahaman masyarakat terhadap kasus pengngguran dan mengambil langkah-langkah untuk mengatasi persepsi masyarakat yang memandang perguruan tinggi tidak penting menurut sebagian orang.
Beberapa hal yang dapat dilakukan dengan bantuan sosiologi hukum antara lain: Pertama, dengan memahami tujuan perguruan tinggi yang lebih luas, bahwasanya perguruan tinggi tidak semata-mata untuk mendapatkan pekerjaan, tetapi juga untuk mengembangkan diri dan memberikan kontribusi kepada masyarakat.
Kedua, dengan mengadakan kampanye informasi dan melakukan sosialisasi di lingkungan masyarakat dan juga lembaga-lembaga pendidikan, bertujuan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat tentang pentingnya pendidikan, melalui kampanye informasi dan sosialisasi ini diharapkan dapat menekankan nilai pendidikan sebagai investasi masa depan, dengan demikian masyarakat dapat lebih memahami manfaat pendidikan dan berpatisipasi dalam upaya-upaya mengatasi hambatan ekonomi.
Kajian sosiologi hukum memandang peristiwa pengangguran sebagai masalah sosial yang kompleks dan berdampak pada tindakan kriminal.
Dalam sosiologi hukum, pengangguran di anggap sebagai akibat ketidak setaraan dalam kesempatan kerja dan lapangan pekerjaan yang tidak merata, hal ini dapat menyebabkan lulusan perguruan tinggi yang tidak berkesempatan untuk mendapatkan pekerjaan menjadi pengangguran dan mencari jalan lain untuk memenuhi kebutuhannya, yang dapat berdampak pada tindakan kriminal.
Kemudian hukum sebagai alat untuk mengubah masyarakat atau sebagi sosial kontrol.
Melihat adanya perubahan- perubahan yang terjadi dalam masyarkat pasti akan muncul nilai-nilai baru. Misalnya, dengan semakin berkembangnya teknologi dan semua serba melalui media sosial maka akan muncul nilai-nilai baru.
Pada awalnya media sosial digunakan untuk mempermudah aktivitas dan sebagai media untuk mencari informasi, sekarang seiring dengan perkembangan zaman media dapat menjadi alat untuk menghasilkan uang. Artinya, seseorang lulusan sarjana dapat bekerja dan mengembangkan ilmu yang didapatkan selama perkuliahan.
Misalnya dengan menjadi jurnalis, dan seorang sarjana juga dapat mengembangkan bisnis sendiri yang berfokus pada pemasaran media sosial, dapat menawarkan jasa pemasaran media sosial kepada berbagai perusahaan dan meningkatkan pendapatan tanpa harus mencari pekerjaan di perusahaan mengingat sulitnya mendapatkan pekerjaan saat ini.
Jadi, dengan bantuan sosiologi hukum, kita dapat memahami kasus pengangguran lulusan sarjana dan mengambil langkah-langkah untuk mencegah dan menangani kasus pengangguran lulusan sarjana. (*)
Ket Foto: gambar diambil dari google free access