Oleh: Ariza Aprilia Fitri
(Departemen Ilmu Politik Universitas Andalas)
Sebelum merenungkan peran media massa dalam memerangi korupsi di birokrasi politik, penting bagi kita untuk memahami esensi dari istilah “birokrasi politik” itu sendiri. Birokrasi menurut menurut Max Weber (1947: 328) merupakan suatu organisasi besar yang memiliki otoritas legal rasional, legitimasi, ada pembagian kerja dan bersifat imperasional.
Birokrasi politik mengacu pada struktur hierarkis dan sistematis yang ada di dalam pemerintahan, di mana keputusan-keputusan politik dan administratif dibuat dan dilaksanakan. Birokrasi politik ini seringkali menjadi latar belakang terjadinya praktik korupsi. Birokrasi politik meliputi berbagai lembaga dan badan pemerintah yang terlibat dalam pembuatan kebijakan, pelayanan publik, dan pengelolaan sumber daya negara.
Struktur birokrasi politik ini mencakup kementerian, departemen, badan, dan lembaga-lembaga lain yang bertanggung jawab atas berbagai bidang, mulai dari ekonomi, pendidikan, kesehatan, hingga infrastruktur.
Dalam birokrasi politik, kekuasaan dan akses terhadap sumber daya seringkali menjadi alat untuk mencapai kepentingan politik dan ekonomi tertentu. Praktik nepotisme, kolusi, dan penyalahgunaan wewenang dapat merajalela di dalam struktur birokrasi politik, yang pada akhirnya membuka celah bagi tindakan korupsi. Korupsi dalam birokrasi politik telah menjadi momok yang menghantui masyarakat di berbagai negara, termasuk Indonesia.
Dalam upaya memerangi korupsi, peran media massa memiliki dampak yang sangat signifikan. Media massa bukan hanya menjadi pengawas yang memperlihatkan tindakan korupsi, tetapi juga memiliki kekuatan untuk menggugah kesadaran masyarakat dan memperjuangkan transparansi serta akuntabilitas di dalam birokrasi politik.
Menurut Ahmad Rahman (2019) peran media massa dalam membentuk opini publik merupakan kekuatan yang dapat mendorong reformasi dan perubahan kebijakan anti-korupsi. Namun, untuk mencapai hal ini, media harus bebas dari intervensi politik dan ekonomi.
Salah satu peran utama media massa dalam memerangi korupsi adalah sebagai penyelidik dan penyampai informasi. Melalui jurnalisme investigatif, media massa memiliki kemampuan untuk mengungkap skandal korupsi yang terjadi di lingkungan birokrasi politik. Liputan mendalam dan berimbang dapat mengungkap praktik korupsi, serta memperlihatkan siapa pelaku, modus operandi, dan dampaknya terhadap masyarakat.
Dengan demikian, media massa memberikan tekanan moral dan politik kepada pihak berwenang untuk bertindak. Tak hanya itu, media massa juga berperan sebagai pembentuk opini publik. Melalui liputan yang konsisten dan berkesinambungan tentang kasus-kasus korupsi, media massa dapat meningkatkan kesadaran masyarakat akan bahaya korupsi bagi pembangunan dan kesejahteraan negara.
Opini publik yang terbentuk melalui pemberitaan media massa dapat menjadi kekuatan untuk menuntut pertanggungjawaban dari para pejabat yang terlibat dalam tindakan korupsi.
Meskipun memiliki peran yang sangat penting, media massa juga dihadapkan pada berbagai tantangan dalam memerangi korupsi di birokrasi politik. Tantangan tersebut antara lain adalah tekanan dari pihak-pihak yang terlibat dalam praktik korupsi, pembatasan kebebasan pers, dan keterbatasan sumber daya.
Oleh karena itu, dukungan dari masyarakat dan pemerintah dalam menjaga kebebasan dan independensi media massa sangatlah penting. Secara keseluruhan, peran media massa dalam memerangi korupsi di birokrasi politik tidak dapat dipandang remeh.
Dengan menjalankan fungsi pengawasan, pembentukan opini publik, dan mendorong transparansi serta akuntabilitas, media massa menjadi salah satu pilar utama dalam upaya menciptakan pemerintahan yang bersih dan berintegritas. Oleh karena itu, perlindungan dan dukungan terhadap kebebasan media massa perlu terus diperjuangkan demi terwujudnya masyarakat yang adil dan beradab. (*)