TANAH DATAR, 17 Oktober 2023
Semula terbersit rasa optimis kepada lembaga perwakilan rakyat bernama DPRD Tanah Datar dalam memfasilitasi dan menyelesaikan potensi konflik agraria yang bisa beimbas kepada dunia pendidikan di Tanah Datar dan memfasilitasi penyelesaian masalah kapitasi yang bila tidak ditangani dengan serius akan berdampak kepada berkurangnya salah satu fasilitas layanan kesehatan kepada peserta BPJS Kesehatan di Tanah Datar, dengan diterimanya Kuasa Hukum, M. Intania, SH bersama para Klien untuk melaksanakan audiensi dan dengar pendapat dengan Pimpinan DPRD Tanah Datar pada Rabu, 20 September 2023.
Akan tetapi rasa optimis tersebut perlahan sirna karena hingga Senin, 16 Oktober 2023 TIDAK ADA jawaban resmi dari pimpinan lembaga yang terhormat ini kepada Kuasa Hukum 2 orang klien tersebut sehingga Kuasa Hukum terpaksa mengirimkan Somasi & Penegasan kepada Pimpinan DPRD Tanah Datar pada hari itu juga.
Somasi dan Penegasan kepada Pimpinan DPRD Tanah Datar tersebut diserahkan langsung oleh Kuasa Hukum ke Sekretariat DPRD Tanah Datar karena Pimpinan DPRD Tanah Datar tidak merespon surat resmi Kuasa Hukum tertanggal 06 Oktober 2023 perihal: Permintaan Informasi Perkembangan Hasil Audiensi & Hearing Tanggal 20 September 2023.
Kuasa Hukum berpendapat bahwa Pimpinan DPRD diduga tidak cakap melakukan layanan korespondensi dan terkesan abai dengan etika dan tanggung jawab untuk memberikan layanan publik kepada elemen masyarakat terkait, padahal tenggat waktu yang diberikan cukup lapang dan kalaupun belum sempat untuk memberikan jawaban, masih bisa berkorespondensi via media WA kepada Kuasa Hukum untuk penundaan memberikan jawaban, akan tetapi hal tersebut tidak dilakukan oleh salah satu dari Pimpinan DPRD Tanah Datar. Hal tersebut makin mengindikasikan kurangnya kepedulian Pimpinan DPRD Tanah Datar terhadap penanganan persoalan yang sedang berjalan.
Cukup banyak publik yang bertanya kenapa Kuasa Hukum harus melibatkan Pemerintah Kabupaten Tanah Datar dan Lembaga DPRD Tanah Datar. Pertanyaan tersebut wajar disampaikan karena kebanyakan publik tidak memahami esensi kasus yang terjadi tersebut akan dapat berimbas kepada lembaga eksekutif dan lembaga legislatif serta berpotensi terganggunya stabilitas politik Tanah Datar bila tidak ditangani dengan bijak dan hati hati.
Kasus pertama menyangkut potensi konflik agraria atas lahan milik klien Kuasa Hukum dimana diatasnya berdiri sekolah SMPN 2 Batusangkar dan bangunan bangunan lainnya yang diketahui akan disertifikatkan secara diam diam oleh Pemkab Tanah Datar pada bulan Juni tahun 2022 silam. Tindakan diam diam dari Pemkab Tanah Datar menjadi pemicu timbulnya konflik agraria di kemudian hari.
Maka untuk mencegah terjadinya konflik agraria yang akan dapat berdampak terganggunya proses belajar mengajar siswa SMPN 2 Batusangkar dan SDN 20 Batusangkar karena bilamana harus diselesaikan melalui jalur pengadilan, maka bisa saja objek lahan sengketa yang di atasnya berdiri SMPN 2 Batusangkar dan SDN 20 Batusangkar serta bangunan bangunan lain harus DITUTUP dari segala aktivitas sampai ada keputusan pengadilan yang memiliki kekuatan hukum tetap.
Oleh karena itu, Kuasa Hukum dan klien lebih mengedepankan penyelesaian diluar pengadilan (non litigasi) terlebih dahulu demi memberi kesempatan kepada Pemkab Tanah Datar dan DPRD Tanah Datar agar tidak mengganggu kelancaran dunia pendidikan Tanah Datar nantinya.
Kasus Kedua, menyangkut dunia kesehatan Tanah Datar dimana salah satu klinik kesehatan mengalami masalah kapitasi kepesertaan BPJS Kesehatan dengan BPJS Kesehatan Cabang Payakumbuh. Sementara masalah kesehatan daerah menjadi kewenangan Pemerintah Daerah sebagaimana termuat dalam Pasal 12 Ayat (1) butir (b) UU No. 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah yang telah mengalami perubahan.
Oleh karena itu, Kuasa Hukum dan klien lebih mengedepankan penyelesaian diluar pengadilan (non litigasi) terlebih dahulu demi memberi kesempatan kepada Pemkab Tanah Datar dan DPRD Tanah Datar untuk memperjuangkan tidak tutupnya fasilitas kesehatan dan tidak terjadi pengangguran tenaga ahli kesehatan di Tanah Datar yang dikhawatirkan akan dapat merusak reputasi Pimpinan Daerah dan Pimpinan DPRD karena akan dianggap tidak mampu menyelesaikan masalah kesehatan yang menjadi kewenangannya.
Langkah penyelesaian masalah secara non litigasi ini diambil secara bijak dan penuh pertimbangan oleh Kuasa Hukum karena kedua kasus tersebut merupakan isu yang krusial dan sensitif di periode tahun politik ini.
Bilamana Kuasa Hukum langsung mengambil langkah hukum melalui jalur pengadilan, maka dikhawatirkan akan menimbulkan goncangan stabilitas politik di Tanah Datar, dan akan dapat ditunggangi oleh pihak lain untuk mendiskreditkan pemerintahan Eka Putra, SE, MM dan Pimpinan DPRD saat ini yang sedang giat giatnya membangun citra baik mereka di mata masyarakat Luhak Nan Tuo.
Namun bilamana Pimpinan Daerah Eka Putra, SE, MM dan Pimpinan DPRD (Rony Mulyadi, SE, Dt. Bungsu dari Fraksi Gerindra, dan Anton Yondra, SE, MM dari Fraksi Perjuangan Golkar serta Saidani, SP dari Fraksi PKS) memang tidak mampu menyelesaikan persoalan besar ini secara non litigasi, tentu akan berlanjut ke pengadilan.
Kuasa Hukum M. Intania, SH sudah menempuh langkah terbaik dengan mengedepankan itikat baik untuk menyelesaikan isu krusial ini melalui jalur non litigasi terlebih dahulu selama para stakeholder Tanah Datar terkait juga beritikat baik membuka jalur komunikasi aktif yang mengedepankan musyawarah untuk mufakat.
Kuasa Hukum juga sudah berdiskusi dengan Kanit Sosbud dari Satuan Intelkam Polres Tanah Datar pada Senin siang, 16 Oktober 2023 dan menyampaikan maksud dan tujuan para klien serta opsi metode penyelesaian yang dapat diselesaikan tanpa gejolak selama Ketua DPRD Rony Mulyadi, SE Dt. Bungsu, Wakil Ketua Anton Yondra, SE, MM dan Wakil Ketua Saidani, SP sanggup bertatap muka dan melakukan dialog dengan Kuasa Hukum dan para klien, atau menjawab secara resmi mampu atau tidaknya Pimpinan DPRD Tanah Datar menangani isu ini.
Batas waktu memberi jawaban mampu atau tidak mampu (gagal) Pimpinan DPRD menangani masalah ini hingga Kamis, 19 Oktober 2023 adalah waktu yang cukup untuk mengambil sikap dan jawaban resmi kepada Kuasa Hukum untuk menentukan langkah hukum berikutnya.
Kuasa Hukum, Muhammad Intania, SH